بسم الله الرحمن الرحيم
Syarah Kitab Tauhid (45)
(Tentang Orang Yang tidak Rela Terhadap
Sumpah Yang Menggunakan Nama Allah)
Segala
puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah,
keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya
Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah, yang banyak kami
rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya Dr.
Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
Bab : Orang Yang tidak
Rela Terhadap Sumpah Yang Menggunakan Nama Allah
Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«لَا
تَحْلِفُوا بِآبَائِكُمْ، مَنْ حَلَفَ بِاللَّهِ فَلْيَصْدُقْ، وَمَنْ حُلِفَ لَهُ
بِاللَّهِ فَلْيَرْضَ، وَمَنْ لَمْ يَرْضَ بِاللَّهِ، فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ»
“Janganlah kalian bersumpah dengan nama ayah
kalian! Barang siapa yang bersumpah dengan nama Allah, maka hendaknya ia jujur.
Barang siapa yang diberi sumpah dengan nama Allah, maka hendaklah ia rela
(menerimanya), barang siapa yang tidak rela menerima sumpah tersebut, maka
lepaslah ia dari Allah.” (Hr. Ibnu Majah dengan sanad yang hasan)
**********
Penjelasan:
Hadits
di atas disebutkan oleh Ibnu Majah dalam Sunannya no. 2101 dan
dishahihkan oleh Al Albani.
Kaitan
‘tidak rela disumpah dengan nama Allah’ dengan pembahasan tauhid adalah karena yang
demikian dapat menafikan kesempurnaan tauhid, dimana hal itu menunjukkan
sedikitnya pengagungan dirinya kepada Allah Azza wa Jalla.
Dalam
hadits di atas Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang bersumpah dengan nama
ayah, karena bersumpah merupakan bentuk pengagungan terhadap sesuatu yang
dipakai bersumpah, sedangkan yang berhak diagungkan dan dibesarkan adalah Allah
Azza wa Jalla. Dalam hadits tersebut juga, Nabi shallallahu alaihi wa sallam
memerintahkan agar mereka yang bersumpah dengan nama Allah isi sumpahnya benar,
dan Beliau memerintahkan agar siapa saja yang diberi sumpah dengan nama Allah hendaknya
rela terhadap sumpah itu, karena yang demikian termasuk mengagungkan Allah Azza
wa Jalla. Selanjutnya Nabi shallallahu
alaihi wa sallam menyebutkan ancaman bagi orang yang tidak ridha diberi sumpah
dengan nama Allah, bahwa Allah berlepas diri dari orang itu.
Kesimpulan:
1.
Ancaman keras bagi
mereka yang tidak ridha diberi sumpah dengan nama Allah Azza wa Jalla.
2.
Wajibnya jujur dalam
bersumpah.
3.
Haramnya dusta dalam
bersumpah.
4.
Bersangka baik kepada
seorang muslim selama tidak tampak keadaan yang berbeda.
5.
Larangan bersumpah
dengan nama nenek moyang.
6.
Membenarkan orang yang
bersumpah dengan nama Allah jika ia termasuk orang beriman.
**********
Bab : Ucapan Seseorang
‘Atas Kehendak Allah dan Kehendakmu’
عَنْ قُتَيْلَةَ: أَنَّ يَهُودِيًّا أَتَى النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنَّكُمْ تُشْرِكُونَ تَقُولُونَ: مَا شَاءَ
اللَّهُ وَشِئْتَ، وَتَقُولُونَ: وَالْكَعْبَةِ، " فَأَمَرَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادُوا أَنْ يَحْلِفُوا أَنْ يَقُولُوا: وَرَبِّ
الْكَعْبَةِ، وَيَقُولُونَ: مَا شَاءَ اللَّهُ، ثُمَّ شِئْتَ "
Dari Qutailah, bahwa seorang Yahudi datang
kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan berkata, “Kalian telah berbuat
syirik, kalian mengucapkan, “Atas kehendak Allah dan kehendakmu,” juga
mengucapkan, “Demi Ka’bah.” Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam
memerintahkan para sahabat ketika bersumpah mengucapkan, “Demi Tuhan pemilik Ka’bah,”
serta agar mereka mengucapkan, “Atas kehendak Allah kemudian kehendakmu.”
(Hr. Nasa’i, dan ia menshahihkannya)
**********
Penjelasan:
Hadits di atas diriwayatkan oleh Nasa’i no.
3773, Ahmad 6/371-372, Baihaqi 3/216, Hakim 4/297 dan ia menshahihkannya, serta
disepakati oleh Adz Dzahabi, dan dishahihkan pula oleh Al Albani.
Qutailah binti Shaifi Al Juhanniyah adalah
salah seorang sahabat dari kalangan wanita.
Menyatakan ‘atas kehendak Allah dan
kehendakmu’ termasuk mengadakan tandingan bagi Allah Ta’ala yang diharamkan
dan masuk ke dalam syirik asghar (kecil). Demikian pula bersumpah atas nama
selain Allah Ta’ala. Oleh karena itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam
menyuruh mengganti kalimat itu dengan perkataan ‘atas kehendak Allah
kemudian kehendakmu’ yang tidak memberikan kesan kesamaan, karena kata ‘kemudian’
menunjukkan bahwa kehendaknya mengikuti kehendak Allah Ta’ala. Beliau juga menyuruh
agar bersumpah dengan nama Allah saja.
Dalam hadits tersebut orang Yahudi
menyampaikan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa sebagian kaum
muslim juga jatuh ke dalam syirik asghar, yaitu ketika mengucapkan
kalimat-kalimat yang disebutkan di atas, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam
mengakuinya lalu mengarahkan kaum muslim agar mengganti ucapan tersebut dengan
ucapan yang jauh dari syirik.
Kesimpulan:
1. Ucapan ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu,” serta bersumpah atas nama selain
Allah Ta’ala adalah kemusyrikan.
2. Sebagian orang Yahudi mengetahui hakikat
syirik.
3. Menerima kebenaran dari orang yang
membawanya meskipun dari musuh.
4. Syirik kecil tidak mengeluarkan pelakunya
dari Islam.
5. Menjauhi lafaz-lafaz yang merusak akidah
dan menggantinya dengan lafaz-lafaz yang jauh dari syirik.
6. Seorang yang berilmu ketika melarang
sesuatu, memberikan solusi gantinya yang lebih baik daripada sebelumnya.
7. Larangan syirik berlaku umum dan
menggunakan lafaz apa saja, baik menggunakan lafaz ‘ka’bah’ yang merupakan
rumah Allah di bumi maupun menggunakan nama Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam, apalagi nama selainnya.
**********
Nasa’i juga menyebutkan dari Ibnu Abbas,
bahwa ada seorang yang berkata kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Atas
kehendak Allah dan kehendakmu,’ maka Beliau bersabda,
أَجَعَلْتَنِي ِللهِ نِدّاً؟ بَلْ مَا شَاءَ اللهُ
وَحْدَهُ
“Apakah engkau hendak menjadikanku sebagai
tandingan bagi Allah? Bahkan (ucapkan) atas kehendak Allah saja.”
**********
Hadits di atas disebutkan oleh Nasa’i dalam Amalul
Yaumi wal Lailah no. 988 dan Ahmad dalam Al Musnad 1/214. Imam
Bukhari menyebutkannya dalam Al Adabul Mufrad 1/292 dan dishahihkan oleh
Al Albani.
Mengucapkan ‘atas kehendak Allah dan
kehendakmu’ termasuk mengadakan tandingan bagi Allah Ta’ala, padahal Dia berfirman,
فَلاَ تَجْعَلُواْ لِلّهِ أَندَاداً وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Maka janganlah kalian mengadakan tandingan
bagi Allah padahal kalian mengetahui.”
(Qs. Al Baqarah: 22)
Kesimpulan:
1.
Larangan mengucapkan ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu’
dan semisalnya karena di dalamnya menyamakan kehendak hamba dengan kehendak
Allah Ta’ala.
2.
Menyamakan hamba dengan Allah Ta’ala meskipun dalam
syirik kecil, sama saja mengadakan tandingan bagi Allah Ta’ala.
3.
Disyariatkan melakukan nahi munkar.
4.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah menutup
celah dan sarana yang bisa mengantarkan kepada syirik.
5.
Larangan mengucapkan kalimat yang terkesan menyamakan
hamba dengan Allah Ta’ala seperti ‘hanya
Allah dan kamu saja harapanku’,
‘aku dalam lindungan Allah dan kamu’, ‘Dengan nama Allah dan nama
fulan’, dan ‘kalau bukan karena Allah dan kamu, tentu…dst.’
**********
Dalam riwayat Ibnu Majah dari Ath Thufail
saudara seibu Aisyah, ia berkata, “Aku bermimpi seolah-olah mendatangi
sekelompok orang Yahudi, lalu aku berkata kepada mereka, “Kalian adalah
sebaik-baik kaum kalau kalian tidak mengatakan ‘Uzair anak Allah,” mereka balik
menjawab, “Kalian juga sebagai sebaik-baik kaum kalau kalian tidak mengatakan, “Atas
kehendak Allah dan kehendak Muhammad.” Lalu aku melewati sekelompok orang-orang
Nasrani dan berkata, “Kalian adalah
sebaik-baik kaum kalau kalian tidak mengatakan “Al Masih putera Allah,” mereka
balik menjawab, “Kalian juga sebagai sebaik-baik kaum kalau kalian tidak
mengatakan, “Atas kehendak Allah dan kehendak Muhammad.” Ketika tiba pagi hari
aku menyampaikan mimpi itu kepada kawan-kawanku dan menyampaikan juga kepada
Nabi shallallahu alaihi wa sallam, lalu Beliau bersabda, “Apakah engkau telah
menyampaikan kepada yang lain?” Aku menjawab, “Ya.” Maka Beliau memuji Allah
dan menyanjung-Nya, kemudian bersabda,
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ طُفَيْلاً رَأَى رُؤْياً
أَخْبَرَ بِهَا مَنْ أَخْبَرَ مِنْكُمْ، وَإِنَّكُمْ قُلْتُمْ كَلِمَةً كَانَ يَمْنَعُنِي
كَذَا وَكَذَا أَنْ أَنْهَاكُمْ عَنْهَا، فَلاَ تَقُوْلُوْا: مَا شَاءَ اللهُ وَشَاءَ
مُحَمَّدٌ، وَلَكِنْ قُوْلُوْا: مَا شَاءَ اللهُ وَحْدَهُ
“Amma ba’du, sesungguhnya Thufail telah
bermimpi suatu mimpi yang telah disampaikan ke beberapa orang, dan sesungguhnya
kalian telah menyampaikan sebuah kalimat yang belum sempat aku sampaikan
larangan itu karena kesibukanku oleh ini dan itu. Oleh karena itu, janganlah
kalian mengatakan ‘atas kehendak Allah dan kehendak Muhammad’ tetapi
katakanlah ‘atas kehendak Allah saja’.
**********
Hadits ini disebutkan oleh Ibnu Majah no.
2118 dan Ahmad 5/393. Hadits ini dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih
Ibnu Majah 1/685.
Thufail bin Abdullah bin Harits bin Sakhbarah
Al Azdiy adalah seorang sahabat, dan haditsnya hanya ini saja.
Dalam hadits tersebut, Thufail menyampaikan
bahwa dirinya bermimpi menemui dua kelompok Ahli Kitab, lalu ia mengingkari
kemusyrikan yang mereka lakukan, yaitu ketika menisbatkan anak bagi Allah Subhanahu
wa Ta’ala, lalu mereka membalas pernyataan Thufail itu dengan menyebutkan
syirik kecil yang diucapkan oleh sebagian kaum muslim. Saat mimpi itu
disampaikan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, maka Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam membenarkannya dan menyampaikan hal itu kepada
kaum muslim, melarang mereka mengucapkannya dan menyuruh mereka mengganti
dengan ucapan yang jauh dari syirik.
Kesimpulan:
1.
Mimpi di zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam bisa
menjadi sebab disyariatkan sebagian hukum ketika telah dibenarkan oleh Nabi shallallahu
alaihi wa sallam sebagaimana yang terjadi pada azan.
2.
Ucapan ‘atas kehendak Allah dan kehendak fulan’ adalah
syirik asghar (kecil).
3.
Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengetahui syirik asghar
padahal mereka melakukan syirik akbar (besar) karena hendak mencela kaum muslim.
4.
Mengawali memuji Allah dan menyanjung-Nya dalam khutbah,
serta mengucapkan ‘Amma ba’du”.
5.
Anjuran membatasi kehendak atas nama Allah Ta’ala meskipun
boleh ditambahkan dengan kata ‘kemudian’ sebagai pengganti kata ‘dan’.
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa
alaa alihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar