بسم
الله الرحمن الرحيم
Belajar Mudah Ilmu Tauhid (7)
(Ihsan, Hubungan Antara Islam, Iman, dan Ihsan, Hakikat Ibadah,
dan Kaedah Penting Dalam Tauhidul Ibadah)
Segala
puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat,
amma ba'du:
Berikut ini pembahasan tentang Ihsan, dan hubungan antara
Islam, Iman, dan Ihsan, hakikat ibadah, dan kaedah penting dalam Tauhidul
Ibadah yang kami terjemahkan dari kitab At Tauhid Al Muyassar karya
Syaikh Abdullah bin Ahmad Al Huwail; semoga Allah menjadikan risalah ini ikhlas
karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamiin.
Ta’rif
(definisi) Ihsan
Ihsan secara bahasa artinya lawan
dari berbuat buruk. Secara syara’, ihsan adalah merasa diawasi Allah baik
ketika sepi maupun ramai.
Rukun Ihsan
Rukunnya ada satu, yaitu engkau
beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak
merasakan begitu, ketahuilah, bahwa Dia melihatmu.
Pembagian Ihsan
Ihsan ada dua macam:
Pertama, Ihsan kepada makhluk. Hal ini
mencakup empat perkara, yaitu: dengan harta, dengan kedudukan, dengan ilmu, dan
dengan badan.
Kedua, ihsan dalam beribadah kepada
Allah. Untuk hal ini ada dua tingkatan, yaitu:
1. Tingkatan
menyaksikan, yakni engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau
melihat-Nya. Ini adalah tingkatan yang paling tinggi.
2. Tingkatan
merasa dilihat dan diawasi, yakni jika engkau tidak bisa merasakan begitu,
maka ketahuilah, bahwa Dia melihatmu.
Dalil perintah ihsan
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
إِنَّ اللّهَ مَعَ
الَّذِينَ اتَّقَواْ وَّالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ
“Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat ihsan.” (Terj. QS. An Nahl: 128)
Demikian pula sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya oleh malaikat Jibril tentang
ihsan,
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ
كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“Yaitu engkau beribadah kepada Allah
seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak merasakan begitu,
ketahuilah bahwa Dia melihatmu.” (HR. Muslim)
Hubungan antara Islam, Iman, dan
Ihsan
Perlu diketahui, jika disebutkan
tiga kata tersebut secara bersamaan, maka masing-masingnya memiliki arti
tersendiri.
Oleh karena itu, maksud Islam adalah
amalan yang zahir (tampak), maksud Iman adalah perkara-perkara gaib,
sedangkan maksud ihsan adalah tingkatan agama yang paling tinggi.
Dan jika kata-kata tersebut
disebutkan secara terpisah, maka kata ‘Islam’ sudah masuk ke dalamnya Iman.
Kata ‘iman’ sudah masuk ke dalamnya Islam. Dan kata ‘Ihsan’ sudah
masuk di dalamnya Islam dan Iman.
Hakikat Ibadah
Ta’rif (definisi) ibadah
Ibadah secara bahasa menghinakan
diri dan bersikap tunduk. Adapun secara syara’, ibadah adalah kata yang
mencakup semua yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan
maupun perbuatan; yang tampak maupun yang tersembunyi.
Sebab disebutnya beban syariat
kepada kaum mukallaf (akil-baligh) sebagai ibadah
Disebut ibadah adalah karena mereka memikulnya
dan mengerjakannya dalam keadaan tunduk dan menghinakan diri kepada Allah.
Rukun-rukun (penopang) ibadah
Rukun ibadah ada tiga, yaitu cinta,
takut, dan berharap.
Syarat sah dan diterimanya ibadah
Syaratnya ada dua:
Pertama, ikhlas.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا
لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
“Padahal mereka tidak disuruh
kecuali agar menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus.”
(Terj. QS. Al Bayyinah: 5)
Kedua, mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ
أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengerjakan
amalan yang tidak kami perintahkan, maka amalan itu tertolak.” (Muttafaq
‘alaih)
Macam-macam ibadah
Ibadah ada dua macam, yaitu:
1. Ibadah
Kauniyyah
2. Ibadah
Syar’iyyah
Ibadah Kauniyyah
Maksud ibadah kauniyyah
adalah ketundukan alam semesta kepada Allah. Ibadah ini mencakup semua makhluk;
tidak ada seorang pun yang terlepas daripadanya, baik orang mukmin, orang
kafir, orang baik, dan orang jahat. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
إِن كُلُّ مَن فِي
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْداً
“Tidak ada seorang pun di langit dan
di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan yang Maha Pemurah selaku seorang
hamba.” (Terj. QS.
Maryam: 93)
Ibadah Syar’iyyah
Ibadah syar’iyyah maksudnya
ketundukan kepada perintah Allah Ta’ala yang syar’i.
Ibadah ini khusus kepada orang yang
taat kepada Allah dan mengikuti apa yang
dibawa para rasul. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ
الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْناً
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha
Penyayang itu (adalah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah
hati.” (Terj. QS.
Al Furqan: 63)
Kaedah penting dalam Tauhidul Ibadah
Bunyi kaedahnya adalah sebagai
berikut:
Perbuatan apa saja yang disebut
sebagai ibadah, maka mengarahkannya kepada Allah adalah tauhid, sedangkan
mengarahkannya kepada selain-Nya adalah syirk dan sama saja mengadakan
tandingan.
Dalil kaedah ini sangat banyak, di
antaranya:
Firman Allah Ta’ala,
وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ
تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (Terj. QS. An Nisaa’: 36)
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ
تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain Dia.” (Terj. QS. Al Israa’: 23)
قُلْ تَعَالَوْاْ أَتْلُ
مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً
“Katakanlah, "Marilah kubacakan
apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu, janganlah kamu
mempersekutukan sesuatu dengan Dia.”
(Terj. QS. Al An’aam: 151)
Contoh-contoh ibadah
Doa adalah ibadah, jika diarahkan
kepada selain Allah adalah syirk.
Khauf (rasa takut) adalah ibadah,
jika diarahkan kepada selain Allah adalah syirk.
Menyembelih adalah ibadah, jika
diarahkan kepada selain Allah adalah syirk.
Nadzar adalah ibadah, jika diarahkan
kepada selain Allah adalah syirk.
Wallahu
a’lam, wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa
sallam.
Diterjemahkan dari
kitab At Tauhid Al Muyassar oleh Marwan bin Musa
0 komentar:
Posting Komentar