بسم
الله الرحمن الرحيم
Kisah Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini kisah Abu Bakar As Shiddiq
radhiyallahu 'anhu, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pada masa
jahiliyyah
Abu Bakar As
Shiddiq lahir dua tahun setelah tahun gajah di sebuah kabilah Mekkah bernama "Taim".
Ia tumbuh besar di atas akhlak yang mulia, pandai membaca dan menulis, serta
sebagai orang Quraisy yang paling tahu tentang nasab bangsa Arab. Ia menjauhkan
dirinya dari kemaksiatan yang biasa dikerjakan kaumnya. Oleh karena itu, ia
mengharamkan dirinya meminum khamr (arak), sehingga ia tidak pernah meminumnya
baik di zaman Jahiliyyah maupun di zaman Islam. Sebabnya adalah pernah suatu
ketika ia lewat kepada seorang yang mabuk, lalu orang itu menaruh tangannya ke
kotoran dan hendak mendekatkan kotoran itu ke mulutnya. Saat ia mencium baunya,
maka ia berpaling darinya. Ketika itulah Abu Bakar mengharamkan dirinya meminum
khamr.
Abu Bakar juga
disenangi oleh orang-orang Quraisy karena kejujuran, amanah, dan akhlaknya yang
baik. Oleh karena itu, ia adalah orang yang paling disenangi kaum Quraisy di
masa Jahiliyyah setelah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
Abu Bakar juga
tidak pernah sujud kepada berhala. Ia pernah menceritakan tentang dirinya
kepada sebagian sahabat, "Ketika aku besar, maka ayahku (Abu Quhafah)
membawaku ke rumah patung dan berkata kepadaku, "Wahai anakku! Ini adalah
tuhan-tuhanmu, maka sujudlah kepadanya." Lalu ayahku pergi meninggalkanku,
kemudian aku berada dekat dengan patung, lalu aku berkata kepadanya,
"Sesungguhnya aku lapar, maka berikanlah makan kepadaku!" Namun ia
tidak menjawab apa-apa. Aku berkata lagi, "Aku tidak berpakaian, maka
berikanlah pakaian kepadaku!" Ia juga tidak menjawab apa-apa, lalu aku
taruh ke atasnya sebuah batu besar, kemudian batu itu jatuh menimpa wajahnya
hingga pecah, lalu aku kembali ke rumah dan aku yakin bahwa patung-patung itu
tidak lain hanyalah batu-batu yang tidak bermanfaat dan tidak bisa menimpakan
madharat."
Pada masa Islam
Abu Bakar di masa
Jahiliyyah adalah sebagai kawan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia
sangat mencintai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Saat Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam diangkat sebagai nabi dan rasul, dan Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam mengajaknya masuk Islam, maka Abu Bakar segera masuk Islam, karena ia
tahu kejujuran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan amanahnya. Kemudian
melalui Abu Bakar, masuk pula beberapa orang Quraisy ke dalam Islam, seperti
Utsman bin Affan, Zubair bin Awam, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdurrahman bin ‘Auf,
Thalhah bin Ubaidillah, Abu ‘Ubaidah bin Jarrah, dan lainnya.
Pernah suatu ketika
para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang ketika itu berjumlah 38
orang berkumpul, lalu Abu Bakar mendesak Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
untuk menampakkan keislaman mereka di hadapan kaum Quraisy, maka Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan bahwa jumlah mereka sedikit. Tetapi
Abu Bakar terus mendesak Beliau untuk menampakkan keislaman, sehingga Beliau
setuju. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya masuk
ke Masjidilharam, lalu Abu Bakar berdiri di tengah-tengah manusia sebagai juru
bicara, ia mengajak manusia kepada Allah, maka kaum musyrik mendatangi Abu
Bakar dan kaum muslimin serta memukuli mereka dengan pukulan yang keras. Ketika
itu Abu Bakar mendapatkan pukulan yang keras dari Utbah bin Rabi'ah sehingga
wajahnya babak belur. Kemudian Bani Taim (kabilah Abu Bakar) datang dan
menyelamatkannya dari tangan kaum Quraisy, lalu mereka membawanya ke rumah, dan
mereka mengira bahwa Abu Bakar telah tewas, kemudian mereka mendatangi kaum
Quraisy dan berkata, "Demi Allah, jika Abu Bakar mati, maka kami akan
bunuh Utbah bin Rabi'ah." Kemudian mereka mendatangi lagi Abu Bakar, namun
ketika itu ia masih dalam keadaan pingsan, dan tidak sadarkan diri kecuali di
sore hari. Dan ternyata ucapan yang pertama kali keluar dari mulut Abu Bakar
adalah pertanyaan tentang keadaan diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam. Kemudian diberitahukan, bahwa Beliau dalam keadaan baik dan selamat.
Suatu ketika Uqbah
bin Abi Mu'aith mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang tengah
melakukan shalat, lalu ia meletakkan selendangnya ke leher Rasul shallallahu
'alaihi wa sallam dan mencekiknya dengan kuat, maka Abu Bakar segera
mendatanginya dan menyingkirkannya sambil berkata, "Apakah engkau hendak
membunuh orang yang berkata, "Tuhanku adalah Allah," padahal ia
datang kepada kalian dengan bukti-bukti yang nyata dari Tuhan kalian."
(Sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari)
Abu Bakar pernah
melewati Bilal yang ketika itu sedang disiksa di padang pasir yang panas di
Mekkah, dirinya siap dihinakan di jalan Allah, namun ia tetap mengulang-ulang
kata-kata yang mulia, yaitu "Ahad-Ahad," maka Abu Bakar segera
menyelesaikan perniagaannya dan membawa harta yang banyak untuk membeli budak
yang disiksa karena agamanya. Abu Bakar segera mendatangi Umayyah bin Khalaf
dan berkata kepadanya, "Tidakkah engkau bertakwa kepada Allah terhadap
orang yang miskin ini? Tidakkah engkau merasa kasihan terhadapnya karena
siksaan ini?" Umayyah menjawab, "Kamu yang membuatnya rusak bagiku.
Jika engkau sanggup menyelamatkannya, maka lakukanlah!" Maka Abu Bakar
segera membelinya dengan tujuh uqiyah emas, lalu Umayyah berkata kepadanya, "Jika
engkau hanya siap satu uqiyyah, maka saya akan jual kepadamu?" Abu Bakar
balik menjawab, "Demi Allah, jika engkau hanya siap dibayar 100 uqiyyah
emas, tentu aku akan membeli Bilal." Oleh karena itu, Umar radhiyallahu
'anhu ketika disebut nama Abu bakar di, ia berkata, "Abu Bakar pemimpin
kita dan memerdekakan Bilal pemimpin kita."
Maka ketika Bilal
dimerdekakan, lalu orang-orang munafik berkata, "Demi Allah, Abu Bakar
memerdekakan Bilal adalah karena ada jasa Bilal terhadapnya." Abu Bakar
pun diam, lalu Allah Azza wa Jalla membela Abu Bakar radhiyallahu 'anhu dengan
menurunkan surat Al Lail ayat 17-21.
Keutamaan lainnya
Abu Bakar sangat banyak, di antaranya:
1. Saat
para sahabat ditindas di Mekkah, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam menyarankan mereka untuk berhijrah ke Habasyah. Maka ketika Abu Bakar
hendak berhijrah, ia ditemui Ibnu Daghnah di Barkulghimad dan ditawari
perlindungan olehnya, lalu ia kembali ke Mekkah dengan perlindungan Ibnu
Daghnah. Ia pun kembali ke Mekkah dan beribadah di sana secara terang-terangan,
hingga akhirnya orang-orang Quraisy menuntut Ibnu Daghnah agar meminta Abu
Bakar beribadah secara rahasia, namun Abu Bakar menolak permintaan itu sehingga
Ibnu Daghnah menarik perlindungannya, dan Abu Bakar lebih memilih perlindungan
dari Allah Azza wa Jalla. Ia pun beribadah kepada Allah Azza wa Jalla secara
terang-terangan.
2. Ketika
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diperjalankan pada malam hari dari
Masjidilharam ke Masjidil Aqsha, kemudian dinaikkan ke langit, dan berita itu
sampai ke telinga orang-orang musyrik, kemudian mereka mengolok-oloknya dan
mendustakannya, tetapi Abu Bakar membenarkannya, sehingga ia disebut Ash
Shiddiq.
3. Saat
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hendak berhijrah ke Madinah atas perintah
Allah Azza wa Jalla, maka Abu Bakar siap mendampingi Beliau untuk berhijrah. Ia
yang menyiapkan kendaraan dan perbekalan, dan singgah di gua Hira', kemudian
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berbaring di atas kaki Abu Bakar. Tiba-tiba
ada ular yang mematuk kaki Abu Bakar, namun Abu Bakar menahan sakitnya dan
tidak membangungkan Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, hingga air matanya
mengalir mengenai pipi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan akhirnya
Beliau bangun serta menanyakan sesuatu yang menimpanya, lalu Abu Bakar menyatakan,
bahwa dirinya dipatuk ular, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
meludahi kaki Abu Bakar, sehingga ia sembuh dengan izin Allah, lalu Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam mendoakan surga untuknya.
4. Abu
Bakar terkadang berjalan di depan atau belakang Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam, di kanan dan di kiri Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang
demikian ia lakukan untuk melindungi dan menjaga diri Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam.
5. Ketika
perang Badar, tidak ada yang paling dekat dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam selain Abu Bakar, ia menghunus pedangnya di atas kepala Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, dimana jika ada musuh yang mendekatinya, maka
Abu Bakar segera menebasnya dengan pedangnya.
6. Dalam
setiap pertempuran, Abu Bakar adalah orang yang paling tegar dan kokoh. Dalam
perang Uhud, ia berada di dekat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
membela Beliau. Dalam perang Tabuk, panji kaum muslim dipegang oleh Abu Bakar.
Pada perang Hunain, ketika kaum muslim melarikan diri, maka orang yang pertama
tetap tegar adalah Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu.
7. Dalam
perang Tabuk, Abu Bakar rela mengorbankan seluruh hartanya untuk Islam sehingga
tidak menyisakan untuk keluarganya selain Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya
shallalahu 'alaihi wa sallam.
8. Suatu
ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menemui para sahabatnya dan bertanya,
"Siapakah di antara kalian yang berpuasa hari ini?" Abu Bakar
menjawab, "Saya." Beliau bertanya lagi, "Siapa yang mengiringi
jenazah pada hari ini?" Abu Bakar menjawab, "Saya." Beliau
bertanya lagi, "Siapa yang memberi makan orang miskin hari ini?" Abu
Bakar menjawab, "Saya." Beliau bertanya lagi, "Siapa di antara
kalian yang menjenguk orang sakit hari ini?" Abu Bakar menjawab,
"Saya." Maka Beliau bersabda, "Tidaklah itu semua ada pada diri
seseorang kecuali ia akan masuk surga." (HR. Muslim)
9. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, "Sesungguhnya orang yang
paling banyak jasanya kepadaku dalam pergaulan dan hartanya adalah Abu Bakar.
Kalau sekiranya aku hendak mengangkat seseorang sebagai kekasih selain Tuhanku,
tentu Abu Bakar akan aku angkat sebagai kekasihku. Akan tetapi, sebagai
persaudaraan dalam Islam dan kasihnya. Tidak ada lagi pintu di masjid kecuali
sudah ditutup selain pintu Abu Bakar. (HR. Bukhari dan Muslim)
10. Pada
saat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sakit keras menjelang wafatnya, maka
Abu Bakarlah yang diperintahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk
shalat mengimami manusia.
Saat diangkat menjadi
Khalifah
Abu Bakar termasuk khalifah
yang berjalan di atas manhaj kenabian. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda,
خِلَافَةُ النُّبُوَّةِ ثَلَاثُونَ سَنَةً، ثُمَّ يُؤْتِي اللَّهُ الْمُلْكَ
أَوْ مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ
Kekhalifahan
Nubuwwah (di atas jalan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam) selama 30 tahun[i].
Selanjutnya Allah memberikan kerajaan atau kekuasaan-Nya kepada siapa yang Dia
kehendaki." (HR. Abu Dawud dan Hakim, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul
Jami' no. 3257)
Setelah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, maka para sahabat berkumpul di Saqifah
(balai pertemuan) Bani Sa'idah untuk memilih khalifah (pengganti) Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika itu terjadi perbedaan pendapat di antara
para sahabat, namun akhirnya terjadi kesepakatan untuk mengangkat Abu Bakar
radhiyallahu 'anhu sebagai khalifah.
Pada hari kedua
setelah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Umar bin
Khaththab radhiyallahu 'anhu menaiki mimbar dan berkhutbah di tengah-tengah
manusia setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya, "Jika Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam telah meninggal dunia, maka sesungguhnya Allah
telah mengadakan di tengah-tengah kalian cahaya yang kalian akan mendapatkan
petunjuk dengannya. Oleh karena itu, berpeganglah dengannya, kalian akan
mendapatkan petunjuk. Sesungguhnya Abu Bakar adalah sahabat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai orang kedua ketika mereka berdua di gua.
Ia adalah orang muslim yang lebih layak mengurus urusan kalian. Maka dari itu,
bangunlah dan bai'atlah dia."
Ketika itu,
orang-orang pun bangkit membaiatnya, lalu Abu Bakar naik ke atas mimbar dan
berkata setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya, "Wahai manusia!
Sesungguhnya aku diangkat untuk memimpin kalian, namun aku bukanlah orang yang
terbaik di antara kalian. Jika aku berbuat baik, maka bantulah, dan jika aku
berbuat salah, maka luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah dan kedustaan
adalah khianat. Orang yang lemah di antara kalian adalah sebagai orang yang
kuat di sisiku sehingga aku akan mengambil hak untuknya, dan orang yang kuat di
antara kamu adalah sebagai orang yang lemah di sisiku, sehingga aku akan
mengambil hak darinya. Tidaklah sebuah kaum meninggalkan jihad fii sabilillah
kecuali Allah akan menelantarkan mereka dengan kehinaan. Tidaklah sebuah
perkara keji tampak di sebuah kaum melainkan Allah akan meratakan musibah
kepada mereka. Taatilah aku selama aku menaati Allah dan Rasul-Nya. Jika aku
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada lagi ketaatan bagi
kalian."
Selanjutnya Beliau
melakukan beberapa langkah ketika telah diangkat menjadi khalifah, di
antaranya:
Memberangkatkan
pasukan yang dipimpin Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anhuma ke Romawi sesuai
wasiat rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Meskipun ketika itu banyak
kabilah-kabilah yang murtad setelah wafat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, bahkan di antara mereka ada yang mengaku menjadi nabi seperti Al Aswad
Al 'Insiy, Musailamah Al Kadzdzab, dan di antara mereka ada yang enggan membayar
zakat.
Oleh karena itu,
sebagian kaum muslimin ada yang mengusulkan untuk menarik kembali pasukan
Usamah bin Zaid, akan tetapi Beliau menolak dan tetap memberangkatkan pasukan
Usamah bin Zaid mengikuti wasiat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahkan
Abu Bakar yang mengantarkan keberangkatannya dengan berjalan kaki. Ketika itu
Usamah berada di atas kudanya dan berkata, "Wahai khalifah Rasulullah,
engkau harus naik atau aku akan turun!" Abu Bakar menjawab, "Demi
Allah, kamu tidak boleh turun. Dan demi Allah, aku tidak akan naik. Tidak
masalah bagiku jika kakiku berdebu di jalan Allah." Lalu Abu Bakar meminta
izin kepada Usamah agar membiarkan Umar bin Khaththab di sisinya untuk
membantunya mengurus urusan kaum muslim, maka Usamah mengizinkannya.
Usamah pun
berangkat, sehingga ketika sampai di perbatasan Syam, ia bersama pasukannya
menyerang Romawi, akhirnya pasukan Romawi lari tunggang langgang dan takut
menghadapi pasukan Usamah bin Zaid. Kemenangan pasukan Usamah ini memberikan
pengaruh yang besar dalam membuat takut orang-orang yang murtad dan orang-orang
yang enggan membayar zakat.
Kemudian Abu Bakar
menyiapkan 11 brigade dan memberangkatkan semuanya dalam satu waktu untuk
memerangi orang-orang yang murtad, memerangi pasukan yang membela Musailamah
nabi palsu, dan memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat di semua
jazirah Arab. Kemenangan pun diraih oleh kaum muslimin, dan banyak mereka yang
murtad kembali lagi kepada agamanya, sedangkan pasukan Musailamah terkalahkan,
Musailamah terbunuh bersama pasukannya yang berjumlah lebih dari 21.000 orang.
Pada masa
pemerintahan Abu Bakar pasukan besar Romawi terkalahkan. Ketika itu, bangsa
Romawi mengirim pasukan 240.000 tentara dibawa pimpinan Bahan panglima besar
mereka, sedangkan kaum muslimin saat itu berjumlah kurang lebih 30.000 tentara,
lalu kaum muslimin meminta bantuan kepada Abu Bakar. Abu Bakar pun mengirimkan
pasukan di bawah pimpinan Khalid bin Al Walid dengan membawa separuh pasukan,
yaitu 9.000 tentara, dan meninggalkan sisanya di bawah pimpinan Al Mutsanna bin
Haritsah di Irak untuk menyempurnakan penaklukkan negeri-negeri Persia. Ketika
itu Khalid bergabung dengan saudara-saudaranya di Yarmuk, dan kaum muslimin
berperang dengan dahsyatnya, sehingga pasukan Romawi terpaksa berusaha melarikan
diri, namun dikejar terus oleh Khalid bin Al Walid sehingga mereka tewas pada
hari itu dengan jumlah lebih dari 120.000 orang.
Abu Bakar khalifah
pertama yang menghimpun Al Qur'an
Pada peperangan
melawan orang-orang yang murtad, banyak para penghapal Al Qur'an yang tewas.
Oleh karena itu, kaum muslimin, terutama Umar bin Khaththab mengusulkan untuk
menghimpun Al Qur'an dalam satu mushaf. Setelah terjadi perbincangan dengan
Umar, akhirnya Abu Bakar menyetujui pendapat Umar tersebut. Maka Abu Bakar segera meminta Zaid bin Tsabit untuk
menghimpunnya, lalu Zaid menghimpunnya dalam beberapa suhuf dan menyerahkannya
kepada Abu Bakar Ash Shiddiq.
Suhuf-suhuf itu
berada di tangan Abu Bakar sampai ia wafat, lalu diambil alih oleh Umar bin
Khaththab radhiyallahu 'anhu hingga ia wafat, kemudian berada di sisi Hafshah
binti Umar, hingga kemudian diambil alih oleh Utsman bin Affan untuk disalin
kembali oleh Zaid bin Tsabit yang nanti akan diserahkan kembali kepadanya.
Demikianlah kisah singkat
perjalanan Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu. Beliau wafat pada usia 63
tahun pada tanggal 22 Jumada Tsaniyah tahun 13 H. Semoga Allah membalas
jasa-jasanya terhadap Islam dan kaum muslimin, dan memasukkan Beliau dan kita
ke dalam surga-Nya, Allahumma aamin.
Wallahu a'lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji':
As-habur
Rasul lil Athfaal (Mahmud Al Mishri), Maktabah Syamilah versi
3.45, Aunul Ma'bud Syarh Sunan Abi Dawud (Muhammad Asyraf bin Amir Al
'Azhiim Abadiy), Mausu'ah Haditsiyyah Mushaghgharah (Markaz Nurul Islam
Li Abhatsil Qur'ani was Sunnah), dll.
[i] Abu Bakar menjadi
khalifah selama 2 tahun 3 bulan lebih 21 hari. Umar bin Khaththab menjadi
khalifah selama 10 tahun 6 bulan lebih 4 hari. Utsman bin Affan menjadi
khalifah selama 12 tahun kurang 12 hari. Sedangkan Ali bin Abi Thalib menjadi
khalifah selama 5 tahun 3 bulan kurang 14 hari. Dan Ali radhiyallahu 'anhu
terbunuh pada tahun ke-40 H.
Adapun tahun kekhalifan mereka
berdasarkan tahun hijriah atau masehi adalah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu
'anhu {tahun 11-13 H/632-634 M}, ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu {tahun
13-23 H/634-644 M}, ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu 'anhu {tahun 23-35
H/644-656 M}‘, dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu {tahun 35-40 H/656-661
M}.
0 komentar:
Posting Komentar