بسم
الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Sulaiman ‘alaihis salam (bag. 2)
Kemudian Nabi Sulaiman 'alaihis salam mengancam
mereka, bahwa jika mereka tidak mau masuk Islam, maka ia akan datang kepada
mereka dengan membawa bala tentara yang mereka tidak sanggup melawannya. Maka
para utusan ratu Saba' kembali, dan
setelah sampai, mereka memberitahukan tentang sikap Nabi Sulaiman terhadap
hadiah itu dan perkataannya, mereka juga menyampaikan hal yang mereka lihat,
berupa kekuatan Nabi Sulaiman dan segala yang ditundukkan Allah untuknya, maka
ratu Balqis mengumpulkan para pemuka di kerajaannya untuk meminta masukan dari
mereka tentang masalah Nabi Sulaiman 'alaihis salam, maka mereka memandang
perlunya mereka tunduk segera kepadanya, dan pandangan ini juga merupakan pandangan
ratu Balqis.
Nabi Sulaiman mengetahui bahwa Balqis ratu Saba'
dan kaumnya akan datang kepadanya untuk masuk Islam dan beriman. Oleh karena
itu, Nabi Sulaiman ingin menunjukkan kepadanya tanda-tanda kekuasaan Allah Azza wa Jalla, agar ia (ratu Balqis)
mengetahui bahwa ia adalah utusan Allah. Maka Nabi Sulaiman 'alaihis salam
meminta para pembantunya untuk membawa singgsananya sebelum ratu Balqis dan
kaumnya sampai kepadanya, lalu Ifrit dari kalangan jin menyatakan sanggup
membawa singgasana itu sebelum Beliau berdiri dari tempat duduknya, kemudian
ada lagi orang yang lain yang memiliki ilmu tentang Kitabullah yang menyatakan
sanggup membawa singgasana itu sebelum mata Beliau berkedip. Maka Nabi Sulaiman
'alaihis salam mengizinkan hamba yang saleh ini untuk membawa singgsana itu.
Sekejap kemudian, singgasana itu langsung tampil di hadapan Nabi Sulaiman 'alaihis
salam.
Orang itu adalah Aashaf juru tulis Nabi sulaiman. Ia
adalah seorang mukmin yang shiddiq dan mengenal Al Ismul A’zham (nama Allah
yang agung). Ia pun berdiri dan berdo’a kepada Allah sambil mengucapkan “Yaa
dzal jalaali wal ikraam.” (sebagaimana diterangkan Al Hafizh Ibnu Katsir)
Syaikh Ibnu
‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Para ulama mengatakan, “Sesungguhnya
singgasana itu dibawa oleh para malaikat untuk dibawa ke hadapan Sulaiman dari
Yaman, sedangkan Sulaiman berada di Syam dalam waktu sekejap mata. Ini
menunjukkan kekuatan para malaikat jauh lebih kuat daripada kekuatan jin dan
kekuatan jin jauh kuat daripada kekuatan anak cucu Adam…dst.” (Lihat Tafsir
Juz ‘Amma karya Ibnu Utsaimin pada tafsir surat An Naazi’at ayat 3)
Maka Nabi Sulaiman 'alaihis salam bersyukur atas
nikmat Allah yang besar itu, yaitu dengan dihadapkan kepadanya singgasana Ratu
Balqis dari Yaman ke Syam dalam sekejap mata. Ia pun berkata, "Ini Termasuk karunia
Tuhanku untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Dan
barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan)
dirinya sendiri dan barangsiapa yang kufur, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya
lagi Maha Mulia". (Terj. QS. An Naml: 40)
Sebelum kedatangan
ratu Balqis, Nabi Sulaiman 'alaihis salam telah memerintahkan jin untuk
membangunkan istana besar untuknya sebagai tempat bagi Ratu balqis
menghadapnya. Nabi Sulaiman 'alaihis salam juga menyarankan kepada mereka agar
lantai istananya dari kaca yang kuat namun tipis, dimana di bawahnya mengalir
air dan terdapat ikan-ikan di sana, lalu mereka meletakkan singgasana ratu
Balqis di sana setelah dirubah sedikit untuk mengetes ratu Balqis; apakah ia ingat
atau tidak terhadap singgsananya.
Hari pun berlalu
dan telah tersiar berita sampainya ratu Balqis dan kaumnya ke Syam, maka Nabi
Sulaiman menyuruhnya masuk ke istana yang telah ia siapkan untuknya, sedangkan
Nabi Sulaiman 'alaihis salam duduk di atas kursi kerajaannya. Ketika ratu
Balqis hendak masuk ke istana itu, maka pandangan ratu Balqis tertuju kepada
singgasana(nya), lalu Nabi Sulaiman 'alaihis salam bertanya kepadanya,
"Apakah seperti ini singgasanamu?" Maka Balqis -dengan keheranan dan
keanehan yang dirasakan, dimana singgasananya telah ia tinggalkan di yaman-
berkata, "Sepertinya ia (singgasanaku)."
Lalu Balqis
menghadap untuk masuk ke istana, namun ia lihat di depannya ada air dan ia
tidak melihat adanya kaca, maka ia pun menyingkapkan kedua betisnya agar tidak
basah kainnya, lalu Nabi Sulaiman memberitahukan, bahwa lantai istana ini terbuat
dari kaca. Ketika ratu Balqis melihat kekuasaan yang besar ini, maka ratu
Balqis langsung menyatakan masuk Islam, ia berkata, "Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri
bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam." (Terj. QS. An
Naml: 44)
Allah Subhaanahu wa
Ta'ala menguji Nabi Sulaiman dengan penyakit keras yang membuat para dokter dari
kalangan jin dan manusia kebingungan terhadap penyakit itu, mereka sempat
membawakan kepadanya berbagai obat-obatan, namun tidak juga sembuh, bahkan
penyakit Nabi Sulaiman 'alaihis salam semakin bertambah parah. Apabila Beliau
duduk di atas kursi, maka Beliau duduk seakan-akan sebagai jasad tanpa ruh.
Sakit tersebut
terus dirasakan oleh Nabi Sulaiman dalam waktu yang cukup lama, namun Beliau
tidak keluh kesah dan berputus asa, bahkan setiap kali bertambah parah sakitnya
ia terus berdzikr kepada Allah 'Azza wa Jalla sambil berdoa dan memohon ampunan
kepada-Nya dan meminta kesembuhan sehingga Allah mengabulkan permohonannya dan
mengembalikan kesehatannya. Ketika itulah, Nabi Sulaiman 'alaihis salam
menyadari bahwa kemuliaannya, kerajaannya, dan kebesarannya tidak menjamin
dirinya tetap sehat kecuali jika dikehendaki Allah 'Azza wa Jalla.
Nabi Sulaiman
'alaihis salam ingin membuat rumah yang besar untuk dirinya beribadah
kepada Allah Azza wa Jalla, ia menyuruh
jin untuk mengerjakan tugas itu, maka mereka pun menyanggupinya karena mereka
ditundukkan untuknya atas perintah Allah. Ketika Nabi Sulaiman berdiri shalat di
mihrabnya dengan bersandar pada tongkatnya, tiba-tiba Beliau wafat tanpa
diketahui oleh jin. Beliau wafat dalam keadaan bersandar dengan tongkatnya
selama setahun, sedangkan jin bekerja keras sebagaimana biasanya tanpa
menyadari wafatnya Beliau. Para jin terus memperhatikan Beliau dalam keadaan seperti
itu, mereka mengira bahwa Beliau sedang shalat dan berdzikr, sehingga ketika
mereka (para jin) melewati Beliau, mereka melihat bahwa Beliau sedang bersandar
di atas tongkat; mereka mengira bahwa Beliau masih hidup dan hati mereka dipenuhi
rasa takut kepadanya, sehingga para jin terus melanjutkan pekerjaan mereka. Mereka
tidak mengetahui bahwa Nabi Sulaiman telah wafat kecuali setelah datang rayap
yang memakan tongkat Nabi Sulaiman, kemudian jasad Beliau pun jatuh ke tanah.
Allah Subhaanahu wa
Ta'ala menampakkan peristiwa ini kepada manusia, karena para jin menipu mereka
dengan memberitahukan, bahwa mereka mengetahui yang gaib dan mengetahui hal-hal
yang tersembunyi, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala ingin memperlihatkan kepada
hamba-hamba-Nya kedustaan dakwaan mereka.
Setelah Nabi
Sulaiman 'alaihis salam wafat, maka jin dan manusia segera mendatanginya, dan tahulah jin bahwa ia sudah
lama wafat, dan manusia pun mengetahui bahwa pernyataan bahwa jin mengetahui
yang gaib adalah dusta, dan bahwa jin sama sekali tidak mengetahui yang gaib.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman, "Maka
ketika Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan
kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka
ketika ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka
mengetahui yang gaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang
menghinakan." (Terj. QS. Saba': 14)
Orang-orang Yahudi menyangka bahwa Nabi Sulaiman
'alaihis salam adalah seorang pesihir, maka Allah membantah tuduhan mereka
sebagaimana diterangkan dalam surat Al Baqarah: 102.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala memuji Nabi Sulaiman
'alaihis salam karena banyaknya ia beribadah dan bertdaharru' kepada Allah
Subhaanahu wa Ta'ala, Dia berfirman,
"Dan Kami karuniakan kepada Dawud,
Sulaiman, dia adalah sebaik- baik hamba. Sesungguhnya Dia sangat taat (kepada
Tuhannya)," (Terj. QS. Shaad:
30)
Wallahu a'lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji':
Al
Qur'anul Karim, Mausu'ah Al Usrah Al Muslimah (www.islam.aljayyash.net), Mausu'ah
Haditsiyyah Mushaghgharah, Shahih Qashashil Anbiya' (Ibnu Katsir, Takhrij Salim
Al Hilali), dll.
0 komentar:
Posting Komentar