بسم الله الرحمن الرحيم
Terjemah Bulughul Maram (12)
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari
Kiamat, amma ba’du:
Berikut lanjutan terjemah Bulughul Maram karya
Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan
buku ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Dalam menyebutkan
takhrijnya, kami banyak merujuk kepada dua kitab; Takhrij dari cetakan Darul
‘Aqidah yang banyak merujuk kepada kitab-kitab karya Syaikh M. Nashiruddin
Al Albani rahimahullah, dan Buluughul Maram takhrij Syaikh Sumair Az
Zuhairiy –hafizhahullah- yang kami singkat dengan ‘TSZ’.
كِتَابُ اَلصَّلَاةِ
Kitab Shalat
بَـــابُ شُــرُوطِ اَلصَّلَاةِ
Bab Syarat-Syarat
Shalat
220- عَنْ عَلِيِّ
بْنِ طَلْقٍ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r ,
إِذَا فَسَا أَحَدُكُمْ فِي اَلصَّلَاةِ فَلْيَنْصَرِفْ , وَلْيَتَوَضَّأْ ,
وَلْيُعِدْ اَلصَّلَاةَ - رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ ,
وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ .
220. Dari Ali bin Thalq radhiyallahu ‘anhu
ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah
seorang di antara kamu buang angin dalam shalat maka keluarlah (dari shalat),
hendaknya ia berwudhu dan ulangi shalatnya.” (Diriwayatkan oleh lima orang Ahli
Hadits dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)[i]
وَعَنْ عَائِشَةَ t قَالَتْ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r ,
مَنْ أَصَابَهُ قَيْءٌ , أَوْ رُعَافٌ , أَوْ مَذْيٌ , فَلْيَنْصَرِفْ ,
فَلْيَتَوَضَّأْ , ثُمَّ لِيَبْنِ عَلَى صَلَاتِهِ , وَهُوَ فِي ذَلِكَ لَا
يَتَكَلَّمُ -
رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهْ , وَضَعَّفَهُ أَحْمَدُ
221. Dari Aisyah radhiyallahu 'anha ia berkata, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang muntah, mimisan, atau
keluar madzi, maka hendaknya ia keluar dari shalat dan berwudhu’, lalu ia
lanjutkan shalatnya. Ketika keluar dari shalat, ia tidak boleh berbicara.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan didha'ifkan oleh Ahmad)
Dha’if, diriwayatkan oleh
Ibnu Majah (1221), hadits ini telah disebutkan di nomor 80. Catatan: Dalam
sebagian naskah Bulughul Maram hadits ini tidak disebutkan di bab ini.
221- وَعَنْهَا ,
عَنْ اَلنَّبِيِّ r
قَالَ : , لَا يَقْبَلُ اَللَّهُ صَلَاةَ حَائِضٍ
إِلَّا بِخِمَارٍ - رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا النَّسَائِيُّ ,
وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ.
221. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Allah tidak menerima
shalat wanita yang sudah haidh kecuali dengan khimar (kerudung).” (Diriwayatkan
oleh lima orang Ahli Hadits selain Nasa’i, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)[ii]
222- وَعَنْ
جَابِرٍ t أَنَّ اَلنَّبِيَّ r قَالَ لَهُ : ,
إِنْ كَانَ اَلثَّوْبُ وَاسِعًا فَالْتَحِفْ بِهِ" - - يَعْنِي : فِي اَلصَّلَاةِ - وَلِمُسْلِمٍ : , "فَخَالِفْ بَيْنَ طَرَفَيْهِ - وَإِنْ
كَانَ ضَيِّقًا فَاتَّزِرْ بِهِ " - . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .
222. Dari Jabir radhiyallahu 'anhu, bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Jika baju tersebut luas
maka berselimutlah dengannya –yakni dalam shalat-.” Sedangkan dalam riwayat Muslim lafaznya, “Maka
rentangkanlah kedua ujungnya, namun jika
sempit maka jadikanlah sarung.” (Muttafaq ‘alaih)[iii]
223- وَلَهُمَا
مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ t
, لَا يُصَلِّي أَحَدُكُمْ فِي اَلثَّوْبِ
اَلْوَاحِدِ لَيْسَ عَلَى عَاتِقِهِ مِنْهُ شَيْءٌ -
223. Dan dalam riwayat Muttafaq ‘alaih juga
dari hadits Abu Hurairah disebutkan, “Janganlah salah seorang di antara kamu shalat
dengan satu kain, yang bagian atas pundaknya tidak tertutup.”[iv]
224- وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ - رَضِيَ
اَللَّهُ عَنْهَا- ; أَنَّهَا سَأَلَتْ اَلنَّبِيِّ r ,
أَتُصَلِّي اَلْمَرْأَةُ فِي دِرْعٍ وَخِمَارٍ , بِغَيْرِ إِزَارٍ ? قَالَ :
"إِذَا كَانَ اَلدِّرْعُ سَابِغًا يُغَطِّي ظُهُورَ قَدَمَيْهَا - أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَصَحَّحَ
اَلْأَئِمَّةُ وَقْفَهُ .
224. Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha,
bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bolehkah
seorang wanita shalat dengan gamis panjang dan khimar (kerudung) saja, tanpa
memakai sarung?” Beliau menjawab, “Apabila gamis tersebut lebar sampai menutupi
bagian atas kedua kakinya (maka boleh).” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, para
imam menshahihkan yang mauqufnya)[v]
225- وَعَنْ
عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ t
قَالَ : , كُنَّا مَعَ اَلنَّبِيِّ r فِي لَيْلَةٍ مَظْلَمَةٍ , فَأَشْكَلَتْ
عَلَيْنَا اَلْقِبْلَةُ , فَصَلَّيْنَا . فَلَمَّا طَلَعَتِ اَلشَّمْسُ إِذَا
نَحْنُ صَلَّيْنَا إِلَى غَيْرِ اَلْقِبْلَةِ , فَنَزَلَتْ : (فَأَيْنَمَا
تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اَللَّهِ ) - أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَهُ .
225. Dari ‘Amir bin Rabi’ah radhiyallahu
‘anhu ia berkata, “Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada
suatu malam yang gelap, lalu kami kebingungan mencari arah kiblat, kami pun
kemudian shalat. Ketika matahari terbit, ternyata kami shalat tidak menghadap
kiblat. Lalu turunlah ayat (yang artinya) “Maka ke arah mana saja kamu
menghadap, di situlah wajah Allah [Al Baqarah: 115].” (Diriwayatkan oleh
Tirmidzi, tetapi ia mendha’ifkannya)[vi]
226- وَعَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r ,
مَا بَيْنَ اَلْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قِبْلَةٌ - رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ , وَقَوَّاهُ
اَلْبُخَارِيُّ .
226.
Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu
ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Arah yang
berada di antara timur dan barat itu kiblat.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan
dikuatkan oleh Bukhari) [vii]
227- وَعَنْ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ t
قَالَ : ,
رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ r يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ
تَوَجَّهَتْ بِهِ - مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ . زَادَ اَلْبُخَارِيُّ : , يُومِئُ بِرَأْسِهِ , وَلَمْ يَكُنْ
يَصْنَعُهُ فِي اَلْمَكْتُوبَةِ -
227. Dari ‘Amir bin Rabi’ah radhiyallahu
‘anhu ia berkata, “Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat
di atas kendaraannya menghadap ke arah ke mana kendaraan (unta) itu menghadap.”
(Muttafaq ‘alaih, Bukhari menambahkan “Beliau berisyarat dengan kepalanya,
namun tidak Beliau lakukan hal itu ketika shalat fardhu)[viii]
228- وَلِأَبِي دَاوُدَ : مِنْ حَدِيثِ
أَنَسٍ : ,
كَانَ إِذَا سَافَرَ فَأَرَادَ أَنْ يَتَطَوَّعَ اِسْتَقْبَلَ بِنَاقَتِهِ
اَلْقِبْلَةَ , فَكَبَّرَ , ثُمَّ صَلَّى حَيْثُ كَانَ وَجْهَ رِكَابِهِ - وَإِسْنَادُهُ حَسَنٌ .
228.
Dan dalam riwayat Abi Dawud dari Hadits Anas disebutkan, “Beliau apabila
bersafar lalu ingin shalat sunat, maka Beliau menghadapkan untanya ke arah
kiblat, lalu bertakbir kemudian shalat menghadap ke arah kendaraan(unta)nya
menghadap.” (Dan isnadnya hasan)[ix]
229- وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ t
عَنْ اَلنَّبِيِّ r , اَلْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلَّا
اَلْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ -
رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ , وَلَهُ عِلَّةٌ .
229.
Dari Abi Sa’id Al Khudri
radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bumi itu
semuanya adalah masjid, kecuali pekuburan dan kamar mandi.” (Diriwayatkan oleh
Tirmidzi, tetapi ada ‘illat (cacat)nya)[x]
230- وَعَنْ اِبْنِ
عُمَرَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-]قَالَ] :
, نَهَى اَلنَّبِيُّ r أَنْ يُصَلَّى فِي سَبْعِ مَوَاطِنَ :
اَلْمَزْبَلَةِ , وَالْمَجْزَرَةِ , وَالْمَقْبَرَةِ , وَقَارِعَةِ اَلطَّرِيقِ ,
وَالْحَمَّامِ , وَمَعَاطِنِ اَلْإِبِلِ , وَفَوْقَ ظَهْرِ بَيْتِ اَللَّهِ -
رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَهُ
230.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma
ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang shalat
di tujuh tempat; tempat sampah, tempat penyembelihan, pekuburan, tengah-tengah
jalan, kamar mandi, tempat pembaringan unta, dan di bagian atap Baitullah
Ta’ala. (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia dha’ifkan)[xi]
231- وَعَنْ أَبِي
مَرْثَدٍ اَلْغَنَوِيِّ t
قَالَ : سَمِعْتَ رَسُولَ اَللَّهِ r
يَقُولُ : , لَا تُصَلُّوا إِلَى اَلْقُبُورِ , وَلَا
تَجْلِسُوا عَلَيْهَا - رَوَاهُ مُسْلِمٌ .
231.
Dari Abu Martsad Al Ghanawiy
radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Janganlah kamu shalat menghadap kubur dan jangan duduk di
atasnya.” (Diriwayatkan oleh Muslim)[xii]
232-وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ t
قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ اَلْمَسْجِدَ ,
فَلْيَنْظُرْ, فَإِنْ رَأَى فِي نَعْلَيْهِ أَذًى أَوْ قَذَرًا فَلْيَمْسَحْهُ ,
وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا -
أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ , وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ
232.
Dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu ia
berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang
di antara kamu datang ke masjid, maka hendaknya ia lihat (kedua alas
kakinya-pent), jika dilihatnya pada kedua sandalnya ada sesuatu yang tidak
bersih atau kotoran maka hendaknya ia gosokkan lalu shalatlah dengan memakai
keduanya.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)[xiii]
233- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t
قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِذَا وَطِئَ أَحَدُكُمْ اَلْأَذَى
بِخُفَّيْهِ فَطَهُورُهُمَا اَلتُّرَابُ -
أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ
233.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah
seorang di antara kamu menginjak kotoran dengan kedua sepatunya, maka
pembersihnya adalah tanah (dengan digosokkan ke tanah-pent).” (Diriwayatkan
oleh Abu Dawud dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)[xiv]
234- وَعَنْ
مُعَاوِيَةَ بْنِ اَلْحَكَمِ t
قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r
, إِنَّ هَذِهِ اَلصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ
فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ اَلنَّاسِ , إِنَّمَا هُوَ اَلتَّسْبِيحُ ,
وَالتَّكْبِيرُ , وَقِرَاءَةُ اَلْقُرْآنِ - رَوَاهُ مُسْلِمٌ
234.
Dari
Mu’awiyah bin Hakam radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya shalat ini tidak pantas ada ucapan
manusia sedikt pun, shalat itu isinya adalah tasbih, takbir dan bacaan Al
Qur’an.” (Diriwayatkan oleh Muslim)[xv]
235-وَعَنْ زَيْدِ
بْنِ أَرْقَمَ t قَالَ : ,
إِنْ كُنَّا لَنَتَكَلَّمُ فِي اَلصَّلَاةِ عَلَى عَهْدِ اَلنَّبِيِّ r يُكَلِّمُ أَحَدُنَا صَاحِبَهُ بِحَاجَتِهِ
, حَتَّى نَزَلَتْ : (حَافِظُوا عَلَى اَلصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ اَلْوُسْطَى
وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ) ]اَلْبَقَرَة : 238] , فَأُمِرْنَا بِالسُّكُوتِ , وَنُهِينَا عَنْ
اَلْكَلَامِ -
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ , وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ
235.
Dari Zaid bin
Arqam radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Dahulu kami di zaman Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata-kata dalam shalat, yakni salah seorang di antara kami
berbicara kepada kawannya tentang kebutuhannya, lalu turunlah ayat, “Jagalah
olehmu seluruh shalat dan shalat wustha (‘Ashar) serta berdirilah karena Allah
dengan khusyu’.” (Qs. Al Baqarah ayat 238), kami diperintahkan untuk diam
dan dilarang berbicara.” (Muttafaq ‘alaih, lafaz ini adalah lafaz Muslim)[xvi]
236- وَعَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r ,
اَلتَّسْبِيحُ لِلرِّجَالِ , وَالتَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ . زَادَ مُسْلِمٌ , فِي اَلصَّلَاةِ - .
236.
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tasbih (ucapan Subhaanallah) itu untuk laki-laki dan tepuk
tangan itu untuk perempuan.” (Muttafaq ‘alaih, sedangkan Muslim menambahkan,
“Dalam shalat”)[xvii]
237- وَعَنْ
مُطَرِّفِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ الشِّخِّيرِ , عَنْ أَبِيهِ قَالَ : , رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ r يُصَلِّي , وَفِي صَدْرِهِ أَزِيزٌ
كَأَزِيزِ اَلْمِرْجَلِ , مِنْ اَلْبُكَاءِ - أَخْرَجَهُ اَلْخَمْسَةُ , إِلَّا اِبْنَ مَاجَهْ , وَصَحَّحَهُ اِبْنُ
حِبَّانَ .
237.
Dari
Mutharrif bin Abdullah bin Asy Syikhkhir dari bapaknya ia berkata, “Aku melihat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat, terdengar di dadanya
suara gelegak seperti gelegaknya periuk karena tangisnya.” (Diriwayatkan oleh lima orang kecuali Ibnu
Majah, dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)[xviii]
238- وَعَنْ عَلَيٍّ t
قَالَ : ,
كَانَ لِي مَعَ رَسُولِ اَللَّهِ r مَدْخَلَانِ , فَكُنْتُ إِذَا أَتَيْتُهُ
وَهُوَ يُصَلِّي تَنَحْنَحَ لِي -
رَوَاهُ النَّسَائِيُّ , وَابْنُ مَاجَهْ .
238.
Dari Ali
radhiyallah ‘anhu ia berkata, “Aku punya dua jadwal masuk menemui Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, biasanya ketika aku datang menemuinya sedangkan
Beliau shalat, Beliau berdehem untukku.” (Diriwayatkan oleh Nasa’i dan Ibnu
Majah)[xix]
239- وَعَنْ اِبْنِ
عُمَرَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-]قَالَ] : ,
قُلْتُ لِبِلَالٍ : كَيْفَ رَأَيْتُ اَلنَّبِيَّ r يَرُدَّ عَلَيْهِمْ حِينَ يُسَلِّمُونَ
عَلَيْهِ , وَهُوَ يُصَلِّي ? قَالَ : يَقُولُ هَكَذَا , وَبَسَطَ كَفَّهُ -
أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ , وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ
239.
Dari Ibnu
Umar radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Aku bertanya kepada Bilal, “Bagaimana
yang kamu lihat cara Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam menjawab salam ketika
ada orang yang mengucapkan salam kepadanya sedangkan Beliau shalat?” Ia
menjawab, “Beliau lakukan begini”, lalu ia (Bilal) membentangkan tangannya.”
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, dan ia menshahihkannya)[xx]
240- وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ t
قَالَ : ,
كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ r يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتِ
زَيْنَبَ , فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا , وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ . وَلِمُسْلِمٍ : ,
وَهُوَ يَؤُمُّ اَلنَّاسَ فِي اَلْمَسْجِدِ -
240.
Dari Abu
Qatadah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam ketika shalat pernah sambil menggendong Umamah bintu Zainab, ketika
Beliau sujud, ditaruhnya Umamah dan ketika bangun digendong lagi.” (Muttafaq
‘alaih, sedangkan dalam riwayat Muslim disebutkan, “Ketika itu Beliau mengimami
orang-orang di masjid”)[xxi]
241- وَعَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r ,
اُقْتُلُوا اَلْأَسْوَدَيْنِ فِي اَلصَّلَاةِ : اَلْحَيَّةَ, وَالْعَقْرَبَ -
أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ , وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ
241. Dari Abu Hurairah radhiyalahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bunuhlah dua binatang hitam (meskipun)
dalam shalat, yaitu ular dan kalajengking.” (Diriwayatkan oleh empat imam Ahli
Hadits, dan dishahihkan Ibnu Hibban)[xxii]
Bersambung….
Wa
shallallahu 'alaa Nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Alih Bahasa:
[i] Dha’if,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (205) bab Man yuhdits fish shalaah, Tirmidzi
(1164) dalam Ar Radhaa’, Ibnu Hibban dalam Shahihnya (6/201), Nasa’i
dalam ‘Isyratun nisaa’ dari Muslim bin Salam dari Ali bin Thalq.
Tirmidzi mengatakan, "Hadits hasan, aku mendengar Muhammad (Bukhari)
berkata, “Saya tidak maengetahui ‘Ali bin Thalq memiliki hadits selain ini.”
Ibnul Qaththan berkata dalam kitabnya, “Hadits ini tidak sah, karena Muslim bin
Salam Al Hanafiy Abu Abdil Malik majhul keadaannya.” [Nashbur Raayah (2/69)]
.
Dalam TSZ disebutkan, “Juga (diriwayatkan
oleh) Ahmad (1/86) dan ia memasukkannya ke dalam Musnad Ali bin Abi Thalib, ini
adalah kekeliruannya sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam At Tafsir
(1/385), Ibnu Hibban dalam Shahihnya (2237), Sumair Az Zuhairiy mengatakan,
“Hadits tersebut dha’if, pertama, karena pusatnya pada rawi yang majhul
ini. Kedua, dalam riwayat sebagiannya ada tambahan larangan mendatangi
wanita dari di duburnya –tambahan ini adalah shahih karena adanya syahid yang
lain. Ketiga, hadits tersebut tidak diriwayatkan oleh Ibnu Majah, ini
termasuk sangkaan keliru (wahm) Al Haafizh rahimahullah.”
[ii] Shahih,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (641) bab Al Mar’ah tushalliy bighairi khimaar,
Tirmidzi (377) dalam Abwaabush shalaah, Ibnu Khuzaimah (1/380 no. 775),
Ibnu Majah (655) dalam Ath Thahaarah, Ahmad dalam Al Musnad (25694),
dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (641), maksud wanita
di sini adalah wanita yang sudah baligh, karena wanita haidh tidak boleh shalat
ketika haidhnya.
[iii] Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (361) dalam Ash Shalaah, Muslim (766) dalam Shalaatul
musaafiriin wa qashruhaa .
[iv] Shahih, diriwayatkan oleh
Bukhari (359) dalam Ash Shalaah, Muslim (516) bab Ash Shalaah fii
tsaubiw waahid.
[v] Dha’if,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (640) bab Kam tushallil mar’ah, Malik dalam Al
Muwaththa’ (326) dan didha'ifkan oleh Al Albani, lihat Al Misykaat
(763).
Dalam TSZ disebutkan, “Dha’if baik yang
marfu’nya maupun yang mauqufnya, diriwayatkan oleh Abu Dawud (640), Uqbah
mengatakan, “Hadits ini diriwayatkan oleh Malik bin Anas, Bakr bin Mudhar,
Hafsh bin Ghiyats, Isma’il bin Ja’far, Ibnu Abi Dzi’b dan Ibnu Ishaq dari
Muhammad bin Zaid dari ibunya dari Ummu Salamah, salah seorang di antara mereka
tidak menyebutkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka hanya menyebutkan
sampai Ummu Salamah radhiyallahu 'anha.” Sumair Az Zuhairiy mengatakan, “Yang
mauquf inilah yang benar sebagaimana yang dinukilkan oleh Al Haafizh dari para
imam, akan tetapi tidaklah menujukkan yang mauquf itu shahih, karena yang
mauqufnya sanadnya dha’if.”
[vi] ______,
diriwayatkan oleh Tirmidzi (2957), Ibnu Majah (1020), dan dihasankan oleh Al
Albani dalam Shahih At Tirmidzi (2957) .
Dalam TSZ disebutkan, “Diriwayatkan oleh
Tirmidzi (345, 2957), ia mengatakan, “Hadits ini gharib, kami tidak
mengetahuinya selain dari hadits Asy’ats As Samaan; Abur Rabii’ dari ‘Aashim
bin ‘Ubaidillah, dan Asy’ats ini didha'ifkan dalam hal hadits.” Demikian juga
ia (Tirmidzi) katakan di bagian pertama. Sumair A Zuhairiy mengatakan, “Cacat
di sini tidak hanya pada ‘Ashim saja, dia meskipun matruk tetapi ‘Ashim bin
‘Ubaidillah adalah jelek hapalan, guru kami (mungkin maksudnya Syaikh Al
Albani) -hafizhahullah- berpendapat bahwa hadits ini tidak ada cacatnya selain
‘Ashim bin Ubaidillah karena adanya mutaba’ah dari ‘Amr bin Qais Al Malaa’iy
–sedangkan dia adalah tsiqah- terhadap Asy’ats sebagaimana dalam riwayat Abu
Dawud Ath Thayaalisiy (1145), Sumair mengatakan, “Ini adalah sangka yang keliru
dari syaikh hafizhahullah, karena yang memutaba’ahkan adalah Umar bin Qais
Sandal, sedangkan dia matruk juga, mungkin adanya kesalahan tulis di Musnad Ath
Thayaalisiy yang menyebabkan sangkaan yang keliru tersebut, adapun hadits Jabir
yang menjadi syahid hadits ini, maka lebih lemah lagi maka jangan senang dulu
dengannya, oleh karena itulah hadits ini tidak lepas dari kedha’ifan, bahkan
dha’if jiddan sebagaimana telah lewat.”
[vii] Shahih,
diriwayatkan oleh Tirmidzi (342), Ibnu Majah (1011) dari jalan Abu Ma’syar dari
Muhammad bin ‘Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah secara marfu’. Nasa’i
(1/313) mengatakan, “Abu Ma’syar Al Madaniy namanya adalah Najih, ia adalah
dha’if.” Hadits ini memiliki jalan lagi yang lain (344) dalam riwayat Tirmidzi,
ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Abi Bakr Al Marwaziy
[namanya Al Hasan bin bakr], telah menceritakan kepada kami Al Mu’alliy bin
Manshur, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ja’far Al Makhramiy dari
Utsman bin Muhammad Al Akhnas dari Sa’id Al Maqburiy dari Abu Hurairah secara
marfu’. Tirmidzi mengatakan, "Hadits ini hasan shahih, Muhammad (yakni
Bukhari) berkata, “Dia lebih kuat dari hadits Abu Ma’syar, juga lebih shahih.”
Al Albani berkata, “Para perawi semuanya adalah tsiqah selain [Al Hasan bin
Bakr bin bin Abdurrahman Abu ‘Ali seorang yang menempati Makkah], Maslamah
berkata, “Majhul”, akan tetapi banyak orang yang tsiqah meriwayatkan darinya
disebutkan dalam At Tahdzib, dalam At Taqrib dikatakan, “Sangat jujur”,
hadits tersebut memiliki syahid dari hadits Ibnu Umar, maka hadits tersebut
dengan jalan-jalan ini adalah shahih.” [Al Irwaa’ (292)].
[viii] Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (1093) dan Muslim (701) dalam Shalaatul musaafirin
wa qashruhaa.
Sumair Az Zuhairiy mengatakan, “Shalat ini
adalah shalat sunat di malam hari sebagaimana dalam riwayat Muslim dan sebagian
riwayat Bukhari, dan lafaz yang disebutkan Al Haafizh di sini adalah lafaz
Bukhari.” Ia (Sumair Az Zuhairiy) juga mengatakan, “Tambahan ini ada di Bukhari
no. (1097), maksud “Beliau berisyarat dengan kepalanya” adalah ketika ruku’ dan
sujud.”
[ix] Hasan,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (1225) bab AT Tathawwu’ ‘alar raahilah wal witr,
dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (1225) .
[x] Shahih, diriwayatkan oleh
Tirmidzi (317) bab Maa jaa’a annal ardha kulluhaa masjid illal maqbarah wal
hammam, Ibnu Majah (745) dalam Al Masaajid wal Jama’aah .
Dalam TSZ disebutkan, “Hadits tersebut
meskipun dicacatkan karena mursal, namun bukanlah cacat yang menodai hadits,
oleh karena itu Al Hafizh sendiri cenderung menshahihkan hadits tersebut dalam At
Talkhish (1/277), sedangkan Ibnu Taimiyah dalam Fatawanya (22/160)
menukilkan penshahihan dari para hafizh terhadap hadits itu –TSZ-.
Syaikh Al Albani menshahihkan hadits
tersebut dalam Shahih At Tirmidzi (317).
[xi] Dha’if,
diriwayatkan oleh Tirmidzi (346) bab Maa jaa’a fii karaahiyyati maa yushalliiy
ilaih wa fiih, Ibnu Majah (746), ‘Abd bin Humaid dalam Al Muntakhab minal
musnad (qaaf 84/2), Ath Thahaawiy dalam Syarhul Ma’aaniy (1/224),
Baihaqi (2/229-230) dari Zaid bin Jabiirah dari Dawud bin Al Hushain dari Nafi’
dari Ibnu Umar. Baihaqi mengatakan, “Zaid bin Jabirah menyendiri dengan hadits
ini”, Ibnu ‘Abdil Bar mengatakan, “Mereka sepakat mendhaifkannya”, Al Hafizh
dalam At Taqrib berkata, “Matruk (ditinggalkan haditsnya)”, dalam At Talkhish
(hal. 80) disebutkan, “Dha’if sekali”, Tirmidzi mengatakan, " Isnadnya itu
tidak begitu kuat.” Dan didha'ifkan oleh Al Albani, lihat Al Irwaa' (287)
.
Dalam TSZ disebutkan, “Hadits ini termasuk
hadits-hadits mungkar Zaid bin Jabirah sebagaimana kata As Saajiy, juga yang
dilakukan Ibnu ‘Addiy dalam Al Kaamil, dan Adz Dzahabiy dalam Al Miizan,
ia masukkan hadits ini ke dalam hadits-hadits mungkarnya. Datangnya hadits ini
dari jalur yang lain tidak membantu orang yang menshahihkannya seperti Al
Allamah Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah, karena keduanya lemah
sebagaimana dikatakan oleh Abu Hatim dalam Al ‘Ilal (1/148).”
[xii] Shahih,
diriwayatkan oleh Muslim (972) dalam Al Janaa’iz, Nasa’i (760) dan Ahmad
(16764).
[xiii] Shahih,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (650), dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah (786),
lafaznya adalah sebagai berikut:
قال أبو سعيد الخدري - رضي الله
عنه- بينما رسول -صلى الله عليه سلم- يصلي بأصحابه ، إذ خلع نعليه ، فوضعهما عن
يساره ، فلما رأى ذلك القوم ألقوا نعالهم ، فلما قضى رسول الله -صلى الله عليه
وسلم- صلاته قال : "ما حملكم على إلقائكم نعالكم ؟ " قالوا : رأيناك
ألقيت نعليك ، فألقينا نعالنا ، فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- : "إن
جبريل أتاني ، فأخبرني أن فيها قذرا ". وقال -صلى الله عليه وسلم- :
"إذا جاء أحدكم . . . الحديث "
Abu Sa’id radhiyallahu 'anhu berkata,
“Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang shalat bersama para
sahabatnya, tiba-tiba Beliau lepaskan kedua sandalnya dan menaruh di sebelah
kirinya, para sahabat pun melihat hal tersebut lalu mereka semua melepaskan
sandalnya, ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyelesaikan
shalatnya, Beliau berkata, “Apa yang membuat kalian melepaskan sandal?” Mereka
menjawab, “kami melihat engkau melepaskan sandal, maka kami pun ikut melepaskan
sandal.” Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
Jibril datang kepadaku dan memberitahuku bahwa pada sandalku ada kotoran”, lalu
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam melanjutkan, “Apabila seseorang di antara
kamu dating...dst. (lihat hadits di atas).”
Sumair Az Zuhairiy mengatakan, “Hadits ini
dianggap cacat karena mursal, namun hal itu tidaklah mempengaruhi hadits ini,
apalagi hadits ini memiliki syahid, dan yang maushul-lah yang kuat sebagaimana
dipegang oleh Abu Hatim dalam Al ‘Ilal (1/230/121) –TSZ-.
Selain diriwayatkan oleh Abu Dawud, Baihaqi
(2/431) juga meriwayatkan, Darimiy (1/320), Thahaawiy (1/294), Hakim (1/260),
Baihaqi (2/402, 431), Ahmad (3/20, 92) dari beberapa jalan dari Hammad dari Abu
Ni’amah As Sa’diy dari Abu Nadhrah dari Abu Sa’id Al Khudriy, juga diriwayatkan
oleh Thayalisiy (2154), Hakim mengatakan, "Shahih sesuai (syarat) Muslim”,
dan disepakati oleh Adz Dzahabiy, sedangkan dalam Al Majmu’ Imam Nawawiy
mengatakan, “Isnadnya shahih”, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah sebagaimana
dalam Shifat Shalaatin Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (80) [lihat Al
Irwaa' (284)] .
[xiv] Shahih,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (386) dalam Ath Thaharah, Al Albani berkata,
“Dalam sanadnya terputus, dimaushulkan oleh sebagian perawi yang dha’if, oleh
karena itu sebagian orang yang yang meremehkan menshahihkannya, akan tetapi
hadits ini shahih karena adanya dua syahid; salah satunya dari Aisyah,
sedangkan yang satunya lagi dari Abu Sa’id Al Khudriy dengan dua isnad yang
shahih –dan telah lewat hadits Abu Sa’id-, Ibnu Hibban dalam Shahihnya (2/340)
dan ia menshahihkannya, Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (650), lihat Al
Misykaat (503) .
[xv] Shahih,
diriwayatkan oleh Muslim (537) dalam Al Masaajid, dan Ahmad (23250) .
Lafaz lengkap hadits ini dalam riwayat
Muslim adalah sbb,
عن معاوية بن الحكم السلمي؛
قال: بينا
أنا أصلي مع رسول الله صلى الله عليه وسلم. إذ عطس رجل من القوم. فقلت: يرحمك
الله! فرماني القوم بأبصارهم. فقلت: واثكل أمياه! ما شأنكم؟ تنظرون إلي. فجعلوا
يضربون بأيديهم على أفخاذهم. فلما رأيتهم يصمتونني. لكني سكت. فلما صلى رسول الله
صلى الله عليه وسلم. فبأبي هو وأمي! ما رأيت معلما قبله ولا بعده أحسن تعليما منه.
فوالله! ما كهرني ولا ضربني ولا شتمني. قال "إن هذه الصلاة لا يصلح فيها شيء
من كلام الناس. إنما هو التسبيح والتكبير وقراءة القرآن". أو كما قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم. قلت: يا رسول الله! إني حديث عهد بجاهلية. وقد جاء الله
بالإسلام. وإن منا رجالا يأتون الكهان. قال "فلا تأتهم" قال: ومنا رجال
يتطيرون. قال "ذاك شيء يجدونه في صدورهم. فلا يصدنهم (قال ابن المصباح: فلا
يصدنكم) قال قلت: ومنا رجال يخطون. قال "كان نبي من الأنبياء يخط. فمن وافق
خطه فذاك" قال: وكانت لي جارية ترعى غنما لي قبل أحد والجوانية. فاطلعت ذات
يوم فإذا الذيب [الذئب؟؟] قد ذهب بشاة من غنمها. وأنا رجل من بني آدم. آسف كما
يأسفون. لكني صككتها صكة. فأتيت رسول الله صلى الله عليه وسلم فعظم ذلك علي. قلت:
يا رسول الله! أفلا أعتقها؟ قال "ائتني بها" فأتيته بها. فقال لها
"أين الله؟" قالت: في السماء. قال "من أنا؟" قالت: أنت رسول
الله. قال "أعتقها. فإنها مؤمنة".
Dari Mu’awiyah
bin Al Hakam As Sulamiy ia berkata, “Ketika aku shalat bersama Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam tiba-tiba ada orang yang bersin, lalu aku katakan
kepadanya “Yarhamukallah” (artinya: semoga Allah merahmatimu), maka orang-orang
pun memandangiku, akupun berkata (dalam shalat), “Celaka kalian, mengapa kalian
memandangi aku?” Maka orang-orang pun menepukkan tangannya ke pahanya (berisyarat
agar Muawiyah tidak bicara ketika shalat), ketika aku melihat mereka menyuruhku
diam (dengan isyarat) akupun diam. Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam selesai shalat, biarlah bapak dan ibuku menjadi tebusannya, sungguh aku
tidak pernah melihat pendidik yang paling baik sebelumnya maupun sesudahnya
daripada Beliau, Beliau tidak memarahiku, tidak memukulku dan tidak mencelaku,
Beliau katakan, “Sesungguhnya shalat ini tidak patut kalau ada kata-kata
manusia. Shalat itu isinya tasbih, takbir dan bacaan Al Qur’an atau seperti
yang dikatakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam”, aku pun bertanya,
“Wahai Rasulullah, saya ini masih baru lepas dari kejahiliahan, Allah Ta’ala
mendatangkan agama Islam, sedangkan di antara kami ada orang-orang yang
mendatangi dukun (bolehkah kami datangi)?” Beliau menjawab, “Jangan datangi”,
aku pun bertanya lagi, “Di antara kami ada orang yang merasa sial dengan
sesuatu ?” Beliau menjawab, “Itu adalah sesuatu yang terelintas di hati mereka,
maka jangan sampai hal itu menghalangi niat mereka”, aku pun bertanya lagi, “Di
antara kami ada orang yang membuat garis di tanah?” Beliaupun menjawab, “Dahulu
salah seorang nabi di antara para nabi ada yang membuat garis, jika tepat
begitulah,” (yakni untuk sekarang hal itu dilarang), ia (Mu’awiyah) melanjutkan
kata-katanya, “Saya pernah punya budak wanita yang mengembala kambing-kambing
saya di dekat Uhud dan Jawwaniyyah. Suatu hari saya memperhatikan kambing itu,
ternyata salah satunya dibawa oleh serigala, saya pun marah sebagaimana orang
lain, maka saya pukul budak saya itu,” kemudian saya mendatangi Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam (memberitahukan hal itu), Beliau pun kaget,
kemudian saya berkata, “Apakah saya perlu memerdekakan?” Beliau menjawab,
“Bawalah ia kepadaku”, akupun membawanya, lalu Beliau bertanya kepadanya, “Di
mana Allah?” ia menjawab, “Di atas langit’, lalu siapa saya?” ia menjawab,
“Engkau Rasulullah (utusan Allah)”, maka sabda Beliau, “Bebaskanlah dia, karena
dia seorang mukminah.” .(Hr. Muslim)
Hadits ini menunjukkan
dilarangnya mendoakan orang yang bersin (tasymiyatul ‘aathis) ketika shalat, doa
tersebut dianggap ucapan manusia yang haram diucapkan dalam shalat dan bisa
batal shalatnya jika sengaja dan sudah mengetahui hukumnya. Adapun bagi orang
yang bersin ketika shalat dia dianjurkan memuji Allah Subhaanahu wa Ta'aala
secara sirr (rahasia), ini adalah Madzhab Imam Nawawi, Malik dan lainnya (lihat
Syarh Shahih Muslim oleh Imam Nawawi) –penerjemah-.
[xvi] Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (1200) dalam Al ‘Amal bish shalaah, Muslim
(539) dalam Al Masaajid.
[xvii] Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (1203) dalam Al ‘Amal bish shalaah, Muslim
(422) dalam Ash Shalaah.
[xviii] Shahih,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (904), Nasaa’i (3/13), Tirmidzi dalam Asy Syamaa’il (315),
Ahmad (4/25, 26), dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah (665, 753) –TSZ-.
Hadits ini juga dishahihkan oleh Al Albani
dalam Shahih Abi Dawud (904).
[xix] Dha’if isnadnya,
diriwayatkan oleh Nasa’i (1211) dalam As Sahw bab At Tanahnuh fish
shalaah, Ibnu Majah (3708) dalam Al Adab bab Al Isti’dzaan,
dan didha'ifkan oleh Al Albani isnadnya, lihat Dha’if An Nasa’i (1211) .
[xx] Shahih,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (927), Tirmidzi (368), ia katakan, “Hasan shahih”,
Sumair Az Zuhairiy mengatakan: Lafaznya adalah “كان
يشير بيده” (Berliau berisyarat dengan
tangannya).–TSZ-.
[xxi] Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (516) dalam Ash Shalaah, Muslim (543) dalam Al
Masaajid .
[xxii] Shahih,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (921) bab Al ‘Amal fish shalaah, Tirmidzi
(390) dalam Abwaabush shalaah, ia katakan, “Hadits hasan shahih",
Nasa’i (1203) dalam As Sahw, Ahmad (7232), Darimiy (1504), Ibnu Majah
(1245), dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (921).
0 komentar:
Posting Komentar