بسم الله الرحمن الرحيم
Manasik Haji dan Umrah
Segala puji
bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut pembahasan
seputar manasik haji dan umrah, semoga Allah menjadikan risalah ini ikhlas karena-Nya
dan bermanfaat, Allahumma aamin.
عَنْ جَابِرٍ، رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْمِي عَلَى
رَاحِلَتِهِ يَوْمَ النَّحْرِ، وَيَقُولُ: «لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ، فَإِنِّي لَا
أَدْرِي لَعَلِّي لَا أَحُجُّ بَعْدَ حَجَّتِي هَذِهِ»
Dari Jabir radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Aku melihat Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam melempar (jamrah) di atas kendaraannya pada hari
Nahar dan bersabda, "Hendaklah kalian mengambil (dariku) manasik hajimu,
karena aku tidak mengetahui boleh jadi aku tidak dapat berhaji lagi setelah
hajiku ini." (Hr. Muslim)
Syarah/Penjelasan:
Haji
Haji
hukumnya wajib bagi setiap muslim dan muslimah yang baligh, berakal, merdeka[i] dan mampu[ii]
mengadakan perjalanan ke Baitullah di Makkah. Ia termasuk rukun Islam.
Kewajibannya hanya sekali seumur hidup.
Haji
memiliki banyak keutamaan, di antaranya:
a.
Membersihkan diri dari dosa-dosa seperti keadaan ketika dilahirkan
(jika ia menjauhi rafats[iii]
dan fusuq[iv])
dalam hajinya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ حَجَّ ِللهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمٍ وَلَدَتْهُ
أُمُّهُ
"Barang siapa yang
berhaji karena Allah, ia tidak melakukan rafats dan kefasikan (di dalamnya),
maka ia akan pulang seperti pada hari ketika dilahirkan ibunya." (Hr.
Ahmad, Bukhari, Nasa'i, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)
b.
Haji yang mabrur balasannya adalah surga. Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
الْحَجُّ
الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ، وَالْعُمْرَتَانِ أَوِ الْعُمْرَةُ
إِلَى الْعُمْرَةِ يُكَفَّرُ مَا بَيْنَهُمَا
"Haji yang
mabrur tidak ada balasannya kecuali surga, dan dua umrah atau umrah yang satu
ke umrah berikutnya dapat menghapuskan dosa antara keduanya." (Hr. Ahmad,
para pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah berkata, "Isnadnya shahih
sesuai syarat dua syaikh (Bukhari dan Muslim).")
c.
Menghilangkan kemiskinan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,
تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ، فَإِنَّهُمَا: يَنْفِيَانِ
الْفَقْرَ، وَالذُّنُوبَ، كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ
"Iringilah
haji dengan umrah, karena keduanya dapat menghilangkan kefakiran dan dosa
sebagaimana kir (alat peniup kotoran besi) menghilangkan kotoran besi." (Hr.
Nasa'i, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami' no.
2900).
Umrah
Umrah termasuk ibadah yang utama, dan di
antara cara untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Hukumnya wajib.
Keutamaannya adalah menghapuskan dosa-dosa yang dikerjakan antara umrah yang
satu dan umrah berikutnya, menghilangkan kefakiran, bahkan jika dilakukan di
bulan Ramadhan sama seperti berhaji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
عُمْرَةٌ في رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً - أَوْ حَجَّةً مَعِي
"Berumrah di bulan
Ramadhan menyamai haji –atau haji bersamaku-." (Hr. Bukhari dan Muslim)
Umrah ini boleh
dilakukan kapan saja, namun lebih utama pada bulan Ramadhan.
Mawaaqit
Mawaaqit
(jamak dari kata miiqat) maksudnya tempat (makaaniy) atau waktu (zamaaniy)
mulai berhajji. Waktu kita melaksanakan (miiqat zamaaniy) ibadah hajji adalah
bulan Syawwal, Dzulqa’dah dan bulan Dzulhijjah. Sedangkan tempat kita memulai melaksanakan
(miiqat makaaniy) ihram hajji adalah,
q Dzulhulaifah bagi orang yang datang dari Madinah (sekarang bernama Abyaar ‘Ali).
q Juhfah bagi orang yang datang dari Syam. Karena Juhfah
sudah roboh, maka orang-orang yang datang dari negeri tadi berihram dari
Raabigh (kampung yang dekat dengan Juhfah).
q Yalamlam bagi orang yang datang dari Yaman (sekarang
orang-orang miiqat dari As Sa’diyyah).
q Qarnul Manaazil bagi orang yang datang dari Najdul
Yaman dan Najdul Hijaz (sekarang bernama As Sailul Kabiir).
q Dzaatu’irq bagi orang yang datang dari Irak. Dzatu ‘Irq dinamakan juga Adh Dhariibah.
q Bagi penduduk yang tinggal di antara Makkah dan
miqat-miqat tersebut, maka miqat mereka
adalah dari rumahnya.
q Orang yang bukan penduduk Madinah tetapi dalam
perjalanannya untuk naik hajji atau umrah melewati Madinah maka ia berihram
dari Dzulhulaifah. Misalnya jamaah haji Indonesia maka miqatnya tergantung
kepada miqat yang dilaluinya. Jika mampir dahulu ke Madinah, maka miiqatnya
dari Dzulhulaifah, namun jika langsung ke Makkah, maka tergantung miqat yang
dilaluinya, misalnya pesawat mereka melalui arah Qarnul Manaazil, sehingga
mereka berihram ketika pesawat melaluinya atau sejajar dengannya.
q Siapa saja yang melewati miqat tersebut dari jalan
darat, udara atau laut maka ia wajib berihram[v]
dari miqat tersebut yang hendak dia lewati. Oleh karena itu bagi orang yang
menuju Makkah naik pesawat yang ingin haji atau umrah hendaknya bersiap-siap
untuk itu dengan mandi dsb. sebelum naik pesawat, apabila sudah sejajar dengan
miqat, maka ia pakai pakaian ihram kemudian mengucapkan “Labbaikallahumma
‘umrah” (artinya: Aku sambut panggilan-Mu ya Allah untuk berumrah) atau
“Labbaikallahumma hajjataw wa ‘umrah” (artinya: Aku sambut panggilan-Mu untuk
haji dan umrah/jika berhaji qiran), atau ‘Labbaika hajjan’ (artinya: aku sambut
pangilan-Mu ya Allah untuk berhaji).
q Apabila ia memakai pakaian ihramnya sebelum naik
pesawat atau sebelum sejajar dengan miqat makaniy, maka tidak apa-apa, tetapi
niat untuk naik hajji atau umrah serta mengucap “Labbaikallahumma ‘umrah” atau
“Labbaikallahumma hajjataw wa ‘umrah” hanya dilakukan apabila
bertepatan/sejajar dengan miqat. Biasannya pihak pesawat akan menyampaikan ke
penumpang saat telah berada di atas miqat makani.
q Jika jalur yang dilaluinya tidak ada miqat, maka ia
berihram ketika sejajar dengan miqat yang terdekat.
q Siapa saja yang melewati miqat makaani tanpa berihram
ketika ia hendak naik Hajji dan ‘Umrah maka ia berdosa, ia harus kembali berihram
di miiqat makaaniy (karena termasuk kewajiban haji). Namun bila ia tidak
kembali ke miiqat makaani maka
pelaksanaan hajjinya tetap sah, namun berdosa dan terkena dam.
Tatacara Umrah
Rukunnya:
ihram, thawaf, sa’i, dan halq/taqshir (cukur habis/memendekkan). Apabila salah satu rukun
ditinggalkan maka batal umrahnya
Pertama, Ihram dari miqat.
Mandilah dan usapkanlah minyak wangi ke
bagian tubuhmu (masih belum ihram). Jangan mengusapkan minyak wangi ke pakaian
ihram. Jika pakaian ihram terkena minyak wangi maka cucilah. Hindarilah pakaian
yang berjahit. Kenakanlah selendang dan kain putih, juga sandal. (Payung, kaca
mata, cincin dan sabuk boleh dikenakan oleh orang yang sedang ihram).
Adapun bagi wanita, maka ia tetap mandi
meskipun haid, lalu mengenakan pakaian yang ia kehendaki, tetapi harus memenuhi
syarat hijab, sehingga tidak tampak sesuatu pun dari bagian tubuhnya.
Juga tidak bertabarruj (bersolek) dan tidak memakai minyak wangi serta tidak
menyerupai laki-laki.
Jika kamu tidak mampu berhenti di miqat
seperti yang melakukan perjalanan dengan pesawat terbang maka mandilah sejak di
rumah, lalu jika telah mendekati miqat mulailah ihram dan ucapkanlah:
لَبَّيْكَ عُمْرَةً
"Aku
penuhi panggilan-Mu untuk menunaikan ibadah umrah."
Dengan demikian engkau telah
masuk ke dalam ihram.
Dan jika khawatir tidak bisa
menyempurnakan ibadah haji karena sakit atau lainnya maka ucapkan,
فَإِنْ حَبَسَنِيْ حَابِسٌ فَمَحَلِّيْ حَيْثُ حَبَسْتَنِيْ
Artinya: "Jika
aku terhalang oleh suatu halangan maka tempat (tahallul)ku adalah di mana
Engkau (Ya Allah) menahanku."
Mulailah
mengucapkan talbiyah hingga sampai ke Makkah. Talbiyah hukumnya
sunnah mu'akkadah (ditekankan), baik untuk laki-laki maupun wanita. Bagi
laki-laki disunnahkan untuk mengeraskan suara talbiyah, dan tidak bagi
wanita. Talbiyah yang dimaksud adalah ucapan:
لَبَّيْكَ اللّهُـمَّ لَبَّيْكَ , لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ
لَبَّيْكَ إِنَّ اْلحَـمْدَ
وَالنِّعْـمَةَ لَكَ وَاْلمـُلْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ
"Aku penuhi
panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu, tidak
ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian dan nikmat serta
kerajaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu."
Disunnahkan
mandi sebelum masuk Makkah, jika hal itu memungkinkan.
Kedua, jika kamu telah sampai di Masjidil Haram,
maka kamu hentikan talbiyah, dan lakukanlah idhthiba’ (meletakkan pertengahan
kain selendang di bawah pundak kanan, dan kedua ujungnya di atas pundak kiri)
dan dahulukanlah kaki kananmu sebagaimana ketika masuk ke masjid dan ucapkanlah
doa masuk masjid.
Ketiga, lalu mulailah melakukan thawaf dari hajar
aswad, kemudian menghadaplah kepadanya dan ucapkan, 'Allahu Akbar'
(Allah Mahabesar), lalu usaplah hajar aswad itu dengan tangan kananmu
kemudian ciumlah. Jika kamu tidak mampu menciumnya maka usaplah hajar aswad itu
dengan tanganmu atau dengan lainnya, lalu ciumlah tanganmu atau sesuatu yang
digunakan mengusap hajar aswad. Jika Kamu tidak mampu melakukannya, maka
janganlah mendesak orang-orang (untuk mencapainya), tetapi menghadaplah ke hajar
aswad dan berilah isyarat kepada hajar aswad dengan tangan kananmu
sekali isyarat (dan kamu tidak perlu mencium tanganmu) sambil mengucapkan
”Allahu akbar.” Lakukan hal itu dalam memulai setiap putaran thawaf.
Berthawaflah tujuh kali putaran dengan menjadikan Ka'bah di sebelah kirimu.
Lakukan raml (jalan cepat dengan memendekkan langkah) pada tiga putaran
pertama dan berjalanlah (biasa) pada putaran berikutnya. Dalam semua putaran
thawaf tersebut kainnya dalam keadaan idhthiba'. Raml dan idhthiba'
khusus bagi laki-laki dan hanya dilakukan pada thawaf yang pertama atau thawaf
umrah bagi orang yang mengerjakan haji tamattu' dan thawaf qudum
bagi orang yang melakukan haji qiran. Jika Kamu dalam putaran thawaf
telah sampai ke Rukun Yamani maka usaplah dengan tanganmu jika hal itu
memungkinkan- tanpa bertakbir dan tanpa menciumnya. Jika tidak bisa mengusapnya
maka jangan memberi isyarat kepadanya. Dan disunnahkan ketika kamu berada di
antara Rukun Yamani dan hajar aswad membaca doa,
رَبَّنَا اتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاخِرَةِ حَسَنَةً
وَ ِقنَا عَذَابَ النَّارِ
"Wahai Rabb kami,
berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jagalah kami
dari siksa api neraka."
Dalam
thawaf, tidak ada doa-doa khusus dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam selain
doa di atas, tetapi dianjurkan memperbanyak dzikir dan doa ketika thawaf (doa
apa saja yang dikehendaki). Jika anda membaca ayat-ayat Al-Qur'an ketika
thawaf, maka itu adalah baik.
Catatan:
q Menurut jumhur (mayoritas) ulama,
bersuci adalah syarat sahnya thawaf, namun yang lain di antaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berpendapat, bahwa bersuci ketika thawaf adalah sunah.
Jika wudhunya batal di tengah-tengah melakukan thawaf, maka hendaknya ia keluar
dan berwudhu, lalu mengulangi thawaf dari awal, ini adalah madzhab
Maliki dan Hanbali. Namun menurut madzhab Syafi’i, bahwa ketika ia berhadats
saat thawaf, maka ia keluar dari thawaf itu untuk berwudhu lalu melanjutkan
thawafnya tanpa mengulangi dari awal. Tetapi mereka (ulama madzhab Syafi’i)
berbeda pendapat, apakah memulai thawafnya dari tempat mulai thawaf atau dari tempat dimana ia putuskan
thawafnya? Menurut Syaikh Khalid Al Mushlih, bahwa pendapat yang lebih dekat (kepada
kebenaran) adalah apabila ia keluar untuk bersuci, maka ia mulai dari tempat ia
putuskan thawafnya kecuali jika jedanya lama karena keinginannya, maka ia mulai
dari tempat mulai thawaf, wallahu a’lam.
q Jika di tengah-tengah melakukan
thawaf didirikan shalat, maka shalatlah bersama mereka lalu sempurnakanlah
thawaf kamu dari tempat dimana kamu berhenti. Jangan
lupa menutupi kedua pundak kamu ketika hendak shalat, sebab menutupi keduanya
dalam shalat adalah wajib.
q Jika kamu perlu duduk sebentar, atau minum air atau
berpindah dari lantai bawah ke lantai atas atau sebaliknya di tengah-tengah
thawaf, maka hal itu tidak mengapa.
q Jika kamu ragu-ragu tentang bilangan putaran, maka
pakailah bilangan yang Kamu yakini; yaitu yang lebih sedikit. Jika kamu
ragu-ragu apakah kamu telah melakukan thawaf tiga atau empat kali maka
tetapkanlah tiga kali, tetapi jika kamu lebih meyakini bilangan tertentu maka
tetapkanlah bilangan tersebut.
Keempat, Jika kamu selesai dari putaran ketujuh, saat
mendekati hajar aswad, tutuplah pundakmu yang kanan, kemudian pergilah
menuju maqam (batu tempat berdiri) Ibrahim, lalu ucapkanlah firman
Allah:
وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ
مُصَلًّى
"Dan jadikanlah
sebagian maqam Ibrahim tempat shalat." (QS.
Al-Baqarah: 125).
Jadikanlah
posisi maqam itu antara dirimu dengan Ka'bah. Hal ini jika memungkinkan, lalu
shalatlah dua rakaat. Pada rakaat pertama kamu membaca surat Al Kafirun setelah
Al-Fatihah- dan pada rakaat kedua surat Al-Ikhlash.
catatan: Shalat dua rakaat thawaf hukumnya sunnah dikerjakan di belakang maqam
Ibrahim, tetapi melakukannya di tempat mana saja dari Masjidil Haram juga
dibolehkan. Termasuk kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah
shalat di belakang maqam Ibrahim pada saat orang penuh sesak, sehingga
dengan begitu menyakiti orang lain yang sedang thawaf. Yang benar, hendaknya ia
mundur ke belakang sehingga jauh dari orang-orang yang thawaf, dan hendaknya ia
menjadikan posisi maqam Ibrahim antara dirinya dengan Ka'bah, atau
bahkan boleh melakukan shalat di mana saja di Masjidil Haram.
Kelima, selanjutnya pergilah ke zam-zam dan minumlah airnya.
Lalu berdoalah kepada Allah. Jika memungkinkan, pergilah ke hajar aswad
dan usaplah.
Keenam, lalu pergilah menuju Shafa, dan ketika telah dekat
bacalah firman Allah Ta'ala:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ
اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ
يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
“Sesungguhnya Shafaa dan
Marwah adalah sebagian dari syi'ar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji
ke Baitullah atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barang
siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya
Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha
Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 158).
Kemudian
ucapkanlah,
نَبْدَأُ
بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ
"Kami memulai dengan apa yang dengannya Allah
memulai."
Kemudian naiklah ke (bukit) Shafa dan menghadaplah ke Ka'bah, lalu
bertakbirlah tiga kali dan ucapkanlah:
لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ اَنْجَزَ
وَعْدَهُ وَ نَصَرَ عَبْدَهُ وَ هَزَمَ اْلاَحْزَابَ وَحْدَهُ
Artinya:
Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah saja, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Milik-Nya kerajaan dan milik-Nya pujian. Dan Dia Mahakuasa atas
segala sesuatu. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah saja. Dia
telah melaksanakan janji-Nya, menolong hamba-Nya, dan mengalahkan pasukan
bersekutu sendiri saja."
Ulangilah
dzikir tersebut sebanyak tiga kali dan berdoalah pada tiap-tiap selesai
membacanya dengan doa-doa yang kamu kehendaki, namun untuk yang ketiga tidak
perlu berdoa setelahnya.
Ketujuh, kemudian
turunlah untuk melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah. Jika Kamu berada di
antara dua lampu hijau, lakukanlah sa'i dengan berlari kecil (khusus untuk
laki-laki dan tidak bagi wanita). Jika kamu telah sampai di Marwah, naiklah ke
atasnya dan menghadaplah ke Ka'bah, kemudian ucapkanlah sebagaimana yang kamu
ucapkan di Shafa. Demikianlah hendaknya yang kamu lakukan pada putaran
berikutnya. Pergi (dari Shafa ke Marwah) dihitung satu kali putaran dan kembali
(dari Marwah ke Shafa) juga dihitung satu kali putaran hingga sempurna menjadi
tujuh kali putaran. Oleh karena itu, putaran sa'i yang ketujuh berakhir di
Marwah. Tidak ada dzikir (doa) khusus untuk sa'i, akan tetapi disyariatkan
berdzikir dan berdoa, dan tidak mengapa membaca Al-Qur'an.
Kedelapan,
jika selesai mengerjakan sa'i
cukurlah rambutmu (sampai bersih) atau pendekkanlah. Bagi orang yang menunaikan
umrah, mencukur (gundul) rambut adalah lebih utama, kecuali waktu umrah untuk
haji tamattu’, maka memendekkan rambut lebih utama, sehingga mencukur (gundul)
rambut dilakukan pada waktu haji. Dan tidak cukup memendekkan rambut hanya
beberapa helai pada bagian depan kepala dan belakangnya sebagaimana yang
dilakukan oleh sebagian jama'ah haji, tetapi hendaknya memendekkan tersebut
dilakukan merata pada seluruh rambut atau pada sebagian besarnya. Adapun bagi
wanita, maka hendaknya ia mengumpulkan rambutnya dan mengambil darinya
kira-kira seukuran kuku. Jika hal di atas telah kamu lakukan, berarti kamu
telah menyelesaikan umrah.
Adapun
yang melaksanakan haji Qiran, maka mereka tidak bercukur setelah thawaf qudum
hingga selesai melempar jamrah ‘Aqabah pada hari raya Idul Ad-ha.
Tatacara Haji
Rukunnya: ihram, wuquf di ‘Arafah,
bermalam di Muzdalifah[vi],
thawaf ifadhah, dan sa’i antara Shafa dan Marwah.
Tanggal 8 Dzulhijjah
(hari Tarwiyah)
·
Di
waktu dhuha berihramlah untuk haji bagi yang berhaji tamattu’. Adapun bagi yang
berhaji qiraan tetap dalam ihram sebelumnya. Untuk ihram haji tamattu’, maka ia
lakukan hal-hal yang berkaitan dengan ihram, seperti mengucap ihlal yaitu
“Labbaikallahumma hajjan” (ia lakukan ihlal di Makkah[vii]).
Jika mau ia bisa membuat syarat dengan mengatakan “Allahumma mahalliy haitsu
habastani” (artinya: Ya Allah, tempat tahallulku di tempat Engkau menahanku
sehingga aku tidak bisa meneruskan haji), sehingga jika ia sakit, ada musuh
atau ada penghalang lainnya yang membuat tidak dapat meneruskan haji ia tidak
terkena dam.
·
Bagi
laki-laki hendaknya tertutup kedua pundaknya dengan kain ihram. Beridhthiba’
(Memakai kain dengan terbuka pundak kanan) hanyalah dilakukan pada thawaf qudum[viii]
saja.
·
Jauhilah
larangan ihram.
·
Perbanyaklah
talbiyah, yaitu ucapan,
لَبَّيْكَ اللّهُـمَّ لَبَّيْكَ , لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ
لَبَّيْكَ إِنَّ اْلحَـمْدَ
وَالنِّعْـمَةَ لَكَ وَاْلمـُلْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ
“Aku penuhi panggilan-Mu
ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu
bagi-Mu, sesungguhnya pujian, nikmat dan kerajaan milik-Mu, tidak ada sekutu
bagi-Mu.”
Sampai melempar jamrah
‘Aqabah tanggal 10 Dzulhijjah dan dianjurkan menjaharkan/mengeraskan dalam
mengucapkannya kecuali bagi wanita maka dengan mensirkan (merendahkan)
suaranya.
·
Bertolaklah ke Mina sambil bertalbiyah.
·
Lakukanlah shalat Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib,
Isya dan Subuh di Mina pada waktunya masing-masing (tanpa dijama’), shalat yang
4 rakaat dilakukan dua rakaat (diqashar).
·
Tidak dikerjakan shalat sunnah rawatib
kecuali shalat witir dan shalat sunnah sebelum Subuh, demikianlah yang biasa
dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam safarnya.
·
Bermalam di Mina (malam 9 Dzulhijjah).
Tanggal 9 Dzulhijjah
(hari ‘Arafah)
·
Setelah
shalat Subuh di Mina dan matahari terbit, pergilah ke ‘Arafah sambil
bertalbiyah atau bertakbir[ix].
·
Makruh
bagi yang di ‘Arafah melakukan puasa ‘Arafah.
·
Jika
memungkinkan, sebelum melakukan wuquf singgah sebentar di Namirah (Namirah
tidak termasuk ‘padang ‘Arafah) hingga Zhuhur.
·
Dengarkanlah
khutbah di Namirah, lalu lakukan shalat Zhuhur dan ‘Ashar dijama’ taqdim dan
diqashar dengan satu azan dan dua iqamat.
·
Lakukan
wuquf di lokasi ‘Arafah[x]
setelah shalat (baik dalam keadaan berdiri, duduk ataupun naik kendaraan).
·
Usahakanlah
dalam wuquf konsentrasi dalam berdzikr, bertobat, memuhasabah dirinya, berdoa dan bersikap tadharru’ (merendahkan
diri) kepada Allah Ta’ala. Karena hari ‘Arafah adalah hari yang mulia, hari
yang paling banyak Allah menyelamatkan orang-orang dari neraka .
·
Menghadap
ke kiblat, berdoa sambil mengangkat kedua tangan dengan khusyu’ hingga matahari
tenggelam.
·
Perbanyaklah
mengucapkan,
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ
وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
·
Perbanyak
juga shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
·
Setelah
tenggelam matahari, bertolaklah ke Muzdalifah dengan tenang sambil memperbanyak
talbiyah.
·
Lakukan
shalat Maghrib dan ‘Isya di Muzdalifah dijama’ ta’khir (dan diqashar) dengan
satu azan dan dua kali iqamat.
·
Ingat,
jangan menunda pelaksanaan shalat Maghrib dan Isya hingga lewat tengah malam.
·
Bermabitlah
di Muzdalifah hingga fajar, adapun bagi kaum lemah dan para wanita boleh
bertolak ke Mina setelah pertengahan malam.
Tanggal 10 Dzulhijjah
(hari nahr)
·
Setelah
shalat Subuh di Muzdalifah, pungutlah tujuh buah batu kecil[xi]
untuk melempar jamrah ‘Aqabah nanti.
·
Berangkatlah
ke Mina sebelum matahari terbit dengan tenang sambil bertalbiyah.
·
Jika
sampai di lembah “Muhassir”[xii],
percepatlah langkah jika memungkinkan.
·
Siapkan
batu untuk melempar jamrah yang diambil dari Muzdalifah atau dari Mina.
·
Lemparlah
ke jamrah ‘Aqabah dengan tujuh batu kecil[xiii]
berturut-turut sambil bertakbir pada setiap lemparan[xiv].
Catatan:
ü
Tidak
boleh melempar jamrah ‘Aqabah sebelum matahari terbit meskipun bagi kaum lemah
dan wanita yang diberikan rukhshah untuk bertolak dari Muzdalifah setelah lewat
tengah malam, mereka semua harus menunggu terbit matahari barulah melempar.
ü
Diberikan
rukhshah dalam melempar jamrah ‘Aqabah di hari ini (10 Dzulhijjah) setelah
zawal (masuk waktu Zhuhur), meskipun hingga malam hari.
ü
Apabila
telah melempar jamrah ‘Aqabah, maka ia telah tahallul awwal (meskipun ia belum
mencukur/memendekkan)[xv],
oleh karena itu halal baginya semua yang haram di waktu ihram kecuali wanita.
ü
Boleh
seseorang memungut batu untuk melempar jamrah ‘Aqabah di mana saja.
ü
Tidak
mengapa seseorang melempar jamrah yang lain (shugra, wustha dan kubra di hari
tasyriq), dengan batu yang digunakan untuk melempar jamrah ‘Aqabah (di hari
nahar).
ü
Jika
seorang anak kecil yang naik haji tidak sanggup melempar jamrah, maka boleh
walinya yang melempar. Demikian juga boleh bagi orang yang lemah tidak mampu
melempar karena sakit (termasuk wanita hamil) atau orang yang sudah tua
mewakilkan kepada yang lain dalam melempar jamrah.
·
Setelah
melempar jamrah ‘Aqabah berhenti bertalbiyah.
·
Sembelihlah
hady[xvi]
dan makanlah dagingnya serta bagikanlah kepada kaum fakir. Ini hanya wajib bagi
haji tamattu’ dan qiran. Jika tidak mendapatkan hady atau tidak mampu maka
puasalah 10 hari[xvii],
3 hari di musim haji (boleh pada hari-hari tasyriq) dan 7 hari setelah kembali
ke kampung halaman.
·
Lalu
cukurlah (halq) rambutmu atau pendekkan saja (taqshir), bagi yang memendekkan
saja hendaknya mencakup seluruh kepala. Dalam mencukur atau memendekkan
dianjurkan memulai dari bagian yang kanan.
·
Bagi
wanita memendekkan saja, yaitu dengan menggunting sepanjang satu ruas jari atau
sepanjang kuku-kuku jari. Dengan demikian, kamu telah tahallul awwal dan semua
yang dilarang dalam ihram menjadi halal kecuali wanita.
·
Lakukanlah
thawaf ifaadhah[xviii]
tanpa perlu beridhthiba’ (terbuka pundak kanan) dan tanpa perlu raml (jalan
cepat dengan langkah pendek) pada tiga putaran pertama, kemudian shalatlah dua
rakaat.
·
Lakukanlah
Sa’i haji bagi yang tamattu’, demikian juga bagi yang qiran jika belum sa’i
setelah thawaf qudum.
·
Jika
telah melakukan thawaf ifaadhah dan sa’i haji, maka kamu telah tahallul secara
sempurna (telah halal yang sebelumnya haram di waktu ihram).
·
Menginaplah
di Mina pada malam hari-hari tasyriq.
Catatan: Amalan haji pada hari nahar ada 4; Melempar jamrah ‘Aqbah,
menyembelih, mencukur atau memendekkan dan thawaaf ifaadhah, lakukanlah amalan
ini dengan tertib, namun jika tidak tertib (yakni mendahulukan yang kedua atau
yang ketiga dsb.) maka tidak mengapa.
Tanggal 11 Dzulhijjah
(salah satu hari tasyriq)
·
Bermalamlah
di Mina (yakni malam tanggal 11 Dzulhijjah)
·
Lakukanlah
shalat dengan berjamaah.
·
Perbanyaklah
takbir (takbiran), baik di kemah, pasar maupun di jalan-jalan.
·
Lemparlah
jamrah yang tiga (jamrah shugra/ula, wustha dan kubra) dengan tujuah buah batu
sambil bertakbir setelah tergelincir matahari (masuk waktu Zhuhur).
·
Setelah
melempar Jamrah shugra/ula dan jamrah wustha disunnahkan untuk berdoa ke arah
kiblat.
·
Kemudian
melempar jamrah kubra (‘Aqabah), namun tidak perlu berdoa seperti pada dua
jamrah sebelumnya.
·
Bermabitlah
di Mina.
Tanggal 12 Dzulhijjah
(salah satu hari tasyriq)
·
Setelah
mabit, manfaatkanlah waktu untuk berdzikr dan mengerjakan amal saleh lainnya.
·
Lemparlah
jamrah yang tiga setelah tergelincir matahari (masuk waktu Zhuhur) dan lakukan
seperti yang dilakukan pada tanggal 11 Dzulhijjah.
·
Jika
selesai melempar jamrah yang tiga itu, kamu dibolehkan pulang ke negerimu.
Keluarlah dari Mina sebelum matahari tenggelam, lalu lakukanlah thawaf wadaa’
(pamitan)[xix],
kemudian berangkat meninggalkan Makkah. Keluar dari Mina pada hari ini (tanggal
12 Dzulhijah) disebut “Nafar Awwal”.
·
Namun
melanjutkan mabit di Mina pada malam 13 Dzulhijjah adalah lebih utama.
Tanggal 13 Dzulhijjah
(akhir hari tasyriq)
·
Perbanyaklah
dzikr dan amal saleh.
·
Lemparlah
tiga jamrah setelah masuk tergelincir matahari (masuk waktu Zhuhur).
·
Lakukanlah
dalam melempar 3 jamrah seperti pada dua hari sebelumnya.
·
Setelah
melempar jamrah pada hari ini (13 Dzulhijjah) maka bertolaklah meninggalkan
Mina (ini disebut “Nafar Tsaani”).
·
Jika
hendak kembali ke negerimu, maka lakukanlah thawaf wadaa’.
Tabel ringkasan amalan
haji
Bentuk
ibadah haji |
Tamattu’ |
Qiran |
Ifrad |
|
Labbaikallahumma
‘umrah |
Labbaikallahumma
‘umrah wa hajjan |
Labbaika
hajjan |
|
Thawaf
umrah |
Thawaf
Qudum |
Tawaf
Qudum |
|
Sa’i
Umrah |
Sa’i
haji |
Sa’i
Haji |
|
Bercukur |
Tetap
dalam keadaan ihram |
Tinggal
di Mekkah dalam kondisi ihram |
8
Dzulhijjah sebelum Zhuhur |
Berihram
untuk haji dari Mekkah kemudian pergi ke Mina |
Pergi
ke Mina |
Pergi
ke Mina |
9
Dzulhijjah (setelah terbit matahari) |
Pergi ke Arafah, shalat Zhuhur dan ‘Ashar dengan jama’ taqdim
dan qashar, kemudian berdzikr dan berdoa hingga terbenam matahari |
||
Setelah
terbenam matahari |
Pergi ke Muzdalifah dan melaksanakan shalat Maghrib dan Isya
dengan diqashar ketika sampai di Muzdalifah, dan bermalam di sana, disunnahkan
sampai terbit fajar |
||
10
Dzulhijjah |
Menuju Mina dan melontar jamrah ‘aqabah |
||
Menyembelih
hadyu |
- |
||
Bercukur dan thawaf ifadhah |
|||
Sa’i
haji |
|
|
|
11,
12 dan 13 Dzulhijjah |
Melontar jamrah sughra, wustha dan kubra setelah tergelincir
matahari (waktu Zhuhur) |
||
Ketika
akan kembali |
Thawaf wada’ kecuali bagi wanita yang haidh atau nifas |
Larangan-larangan
dalam ihram
1) Memakai pakaian yang dijahit membentuk tubuh, seperti
kemeja, gamis, jubah, koko, rompi dan sebagainya (ini untuk laki-laki). Juga
tidak boleh memakai sorban, burnus (baju yang ada penutup kepalanya), celana,
khuf (sepatu yang menutupi mata kaki) kecuali jika dipotong sehingga di bawah
mata kaki, serta tidak boleh memakai baju yang dicelup za’faran atau waras
(jenis celupan yang wangi).
2) Memakai penutup muka bagi wanita seperti burqu’ (cadar
kuat dan tebal yang berlobang dua untuk melihat) maupun niqab (cadar yang lebih
tipis dari burqu’)[xx]
dan kaus tangan.
3)
Memakai penutup kepala, seperti sorban, peci,
dan sebagainya.
4)
Memakai wewangian baik di badan atau di
pakaian.
5)
Menggunting kuku (baik kuku tangan maupun
kuku kaki), menghilangkan rambut[xxi] baik dengan dicukur maupun dengan digunting
(baik rambutnya sendiri maupun rambut orang lain).
6) Jima’ (berhubungan suami-istri) [xxii]
7) Pendorong jima’ seperti merayu, mencumbu, mencium dan
memandang dengan penuh syahwat (meskipun tidak sampai melakukan hubungan intim)[xxiii].
8) Mengerjakan maksiat (fusuuq).
9) Bertengkar dan berdebat[xxiv].
10) Melamar dan melakukan ‘akad nikah (baik menikahkan
maupun menikahi/melakukan ‘akad nikah) [xxv].
11) Membunuh binatang buruan darat (termasuk juga
berisyarat dan menunjukkan).
12) Memakan binatang buruan karena suruhannya atau isyaratnya
atau bantuannya untuk membunuh binatang tersebut.
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لاإله إلا أنت أستغفرك
وأتوب إليك
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
[i] Apabila
budak atau anak kecil naik haji maka hajinya sah, namun belum lepas kewajiban
hajinya, maka apabila budak itu merdeka atau anak kecil itu baligh ia wajib
haji lagi.
[ii]
Mampu itu buktinya adalah dengan sehat, memiliki biaya untuk pergi dan
pulangnya, bisa memenuhi kebutuhan dirinya dan yang ditanggungnya (seperti anak
dan istri) serta aman jalan menuju kepadanya dan bagi wanita ditambah lagi
yaitu adanya mahram (baik suami atau mahramnya yang lain). Mahram selain
suami adalah laki-laki yang haram menikahinya baik karena nasab, seperti
bapak, anak dan saudara lelaki, paman, putera saudara dan khal (saudara
ibu)nya. Atau karena sepersusuan, seperti saudara laki-laki sepersusuan ataupun
karena perkawinan seperti suami ibunya, putera suaminya (lihat wanita-wanita
yang haram dinikahi di surat An Nisaa’: 22-24). Syarat mahram adalah muslim,
baligh, berakal dan laki-laki.
Catatan: Jika hajjinya sunat, maka bagi wanita harus
mendapatkan izin dari suami, karena dengan kepergiannya hak suami tidak dapat
dipenuhinya. Oleh karena itu Ibnu Qudamah mengatakan, “Jika hajji itu haji yang
sunat, maka suami boleh mencegahnya.”
[iii]
Rafats adalah jima’ dan kata-kata kotor yang menjurus ke arahnya..
[iv]
Yakni kemaksiatan.
[v] Bagi wanita, jika dalam perjalanannya untuk naik hajji
tiba-tiba datang haidh atau nifas, maka hendaknya melanjutkan perjalanannya.
Dan jika datangnya haidh saat akan berihram, maka ia tetap berihram sebagaimana
wanita-wanita suci lainnya setelah sebelumnya ia mandi dan membalut kemaluannya
agar darah tidak mengalir. Karena memasuki ihram itu tidak disyaratkan harus
bersuci.
[vi] Sebagian ulama berpendapat sebagai kewajiban haji.
[vii] Dari rumahnya atau penginapannya.
[viii] Thawaf ketika datang ke Makkah, dimana ia bukan rukun
haji.
[ix] Yakni takbiran, mengucap “Allahu akbar, Allahu akbar,
Laailaahaillallahu Alllahu akbar, Allahu akbar wa lillaahil hamd” yang
dilakukan dari Subuh hari ‘Arafah sampai akhir hari tasyriq (13 Dzul hijjah).
[x] ‘Arafah seluruhnya adalah tempat wuquf selain lembah
Uranah.
[xi] Memungut batu untuk melempar jamrah ini dimana saja,
tidak mesti di Muzdalifah.
[xii] Disebut Muhassir karena gajah milik Abrahah yang hendak
menghancurkan ka’bah terhenti di situ. Di sanalah pasukan bergajah diazab,
sehingga kita disyariatkan mempercepat langkah.
[xiii] Ukuran batunya seperti kacang atau sebutir biji (sebesar
batu ketapel), sebaiknya tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, meskipun
kedua-duanya sah.
[xiv]
Disyaratkan agar batu tersebut masuk ke lubang, meskipun tidak mengenai
tiangnya.
[xv]
Namun di antara ulama ada yang berpendapat bahwa tahallul awwal tercapai bila
telah melempar Jamrah ‘Aqaabah dan “mencukur”, namun yang lain berpendapat bahwa
dengan seseorang melempar Jamrah ‘Aqabah maka ia telah tahallul awwal meskipun
belum mencukur atau memendekkan.
[xvi]
Seekor kambing dari seorang, seekor sapi atau unta dari tujuh orang jama’ah
haji yang berserikat (patungan). Tempat menyembelihnya boleh di Mina, boleh
juga di Makkah. Dan menyembelih hady ini boleh di hari-hari tasyriq.
[xvii]
Boleh berturut-turut melakukan puasa, boleh juga tidak.
[xviii]
Thawaf ifaadhah adalah rukun haji
[xix]
Ini termasuk wajib haji, dan diberikan rukhshah untuk tidak thawaf wadaa’
wanita haidh dan nifas.
[xx] Boleh bagi wanita untuk menutupkan mukanya jika dilewati
oleh laki-laki ajaanib (bukan mahram) (sebagaimana dalam riwayat Hakim).
[xxi] Namun tidak mengapa menghilangkan rambut apabila merasa
terganggu dengannya, tetapi wajib membayar dam fidyah sebagaimana dalam hadits
berikut ini, bahwa ada sahabat yang bernama Ka’b bin ‘Ujrah ketika ditemui Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam di Hudaibiyah dalam keadaan ihram ada banyak kutu
di kepalanya sampai mengenai wajahnya, Beliau bertanya kepadanya, “Apa binatang
kecil (kutu) ini mengganggumu ?” Ia menjawab,”Ya," maka Beliau bersabda, “Cukurlah
rambutmu atau berilah makan satu farq (3 sha’) kepada 6 orang miskin
(yakni seorang miskin mendapat ½ sha’), atau puasa tiga hari atau
menyembelih satu sembelihan (yakni kambing).” (sebagaimana dalam riwayat
Bukhari-Muslim). Dam fidyah juga wajib bagi yang mengerjakan larangan ihram
yang berupa memakai penutup kepala, menggunting kuku, memakai minyak wangi dan
memakai pakaian yang dijahit sesuai bentuk tubuh.
[xxii] Jika sampai terjadi
jima maka batal hajinya, namun ia harus teruskan manasiknya sampai selesai dan ia
harus berkurban dengan unta. Jika tidak mampu, maka dengan berpuasa 10 hari di
samping wajib mengqadha di tahun berikutnya.
[xxiii] Jika dilakukan maka dendanya adalah menyembeli seeekor
kambing, atau berpuasa selama tiga hari atau memberi makan 6 orang miskin.
[xxiv] Lihat Al Baqarah: 197, yakni berdebat dalam hal batil
atau yang tidak ada manfaatnya. Adapun berdebat dengan cara baik untuk
menjunjung yang benar dan menolak yang batil maka tidak mengapa.
[xxv] Untuk hal ini ia cukup beristighfar dan bertobat dan tidak
ada kaffaratnya.
0 komentar:
Posting Komentar