بسم
الله الرحمن الرحيم
Khutbah
Jum'at
Adab
Berpakaian dan Berhias
Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I
Khutbah I
إنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ
بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ
اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ
وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ
اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا --يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فقَدْ فَازَ فوْزًا عَظِيمًا.
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ
اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاثُهَا وَكُلَّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Ma'asyiral
muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah
Pertama-tama kita panjatkan puja dan puji syukur kepada
Allah Subhaanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kepada kita berbagai nikmat,
terutama nikmat Islam, nikmat iman, nikmat hidayah, nikmat taufiq, nikmat sehat
wa afiyat, dan nikmat-nikmat lainnya yang sama-sama kita rasakan yang semuanya
patut untuk kita syukuri.
Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya, para sahabatnya dan
orang-orang yang mengikuti Sunnahnya hingga hari Kiamat.
Khatib berwasiat baik kepada diri khatib sendiri maupun
kepada para jamaah sekalian; marilah kita tingkatkan terus takwa kita kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Takwa dalam arti melaksanakan perintah-perintah
Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, karena orang-orang yang bertakwalah
yang akan memperoleh kebahagiaan di dunia di di akhirat.
Ma'asyiral
muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah
Dahulu, sebelum
kedatangan Islam, orang-orang Arab berthawaf di sekitar Ka’bah dalam keadaan
telanjang, dimana maksud mereka melakukannya adalah untuk melepas semua pakaian
yang mereka gunakan untuk maksiat kepada Allah Ta’ala, maka setelah datang
Islam perbuatan demikian dihapus, dan diganti dengan pandangan Islami,
bahwa yang terpenting adalah kebersihan hati dan berhias diri dengan pakaian
yang menutupi aurat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا
بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Wahai anak Adam! Pakailah pakaianmu
yang indah di setiap (memasuki) mesjid.”
(QS. Al A’raaf: 31)
Seorang muslim memahami, bahwa
pakaian merupakan salah satu nikmat di antara nikmat-nikmat Allah Azza wa Jalla
kepada hamba-hamba-Nya, dimana dengan pakaian mereka dapat menutup aurat
mereka, dan dengannya pula mereka dapat memelihara diri mereka dari panas dan
dingin. Allah Ta’ala berfirman,
يَا
بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا
وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ
يَذَّكَّرُونَ
“Wahai anak Adam! Sesungguhnya Kami
telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah
sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah agar mereka selalu ingat.” (QS. Al A’raaf: 31)
وَجَعَلَ
لَكُمْ سَرَابِيلَ تَقِيكُمُ الْحَرَّ
“Dan Dia jadikan bagimu pakaian yang
memeliharamu dari panas.” (QS. An Nahl:
81)
Ayat di atas menerangkan kepada kita
tentang tujuan berpakaian, yaitu untuk menutupi aurat kita dan untuk menjaga
diri kita dari panas dan dingin. Demikian pula menerangkan, bahwa sebaik-baik
yang digunakan untuk menutupi diri adalah takwa, karena takwa dapat menjaga
diri seseorang dari azab Allah dan kemurkaan-Nya, sebagaimana pakaian dapat
menjaga diri dari panas dan dingin.
Ma'asyiral muslimin sidang shalat
Jum'at rahimakumullah
Sebagai tanda syukur atas nikmat
yang besar ini, maka seorang muslim hendaknya memperhatikan adab-adab Islami
ketika berpakaian, yaitu sebagai berikut:
1. Menutupi aurat
Aurat laki-laki adalah antara pusar dengan
lutut. Akan tetapi, ketika shalat, ia wajib pula menutupi pundaknya di samping
tertutup auratnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ
يُصَلِّي أَحَدُكُمْ فِي الثَّوْبِ الوَاحِدِ لَيْسَ عَلَى عَاتِقَيْهِ شَيْءٌ
“Janganlah salah seorang di antara
kamu shalat mengenakan satu kain, dimana pundaknya tidak ditutupi sesuatu.” (Hr.
Bukhari dan Muslim)
Sedangkan aurat wanita adalah
seluruh tubuhnya selain muka dan telapak tangan. Allah Subhaanahu wa Ta'aala
berfirman,
وَلَا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya.” (Terj. QS. An Nuur: 31)
Ibnu Abbas berkata, "Yaitu mukanya, kedua telapak tangannya, dan cincin.”
Jika ditutup mukanya (seperti
memakai cadar) dan tangannya maka lebih utama. Ibnu Khuwaiz Mandad berkata,
“Wanita itu jika cantik dan dikhawatirkan timbul fitnah dari muka dan telapak
tangannya hendaknya menutupnya, dan jika wanita itu sudah tua atau tidak cantik
maka tidak mengapa membuka wajah dan telapak tangannya.”
2. Wajibnya memakai jilbab bagi
wanita
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ
عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ
آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ
Katakanlah kepada wanita yang
beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga
kehormatannya. Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka…dst.” (QS. An Nuur: 31)
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ
يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا
يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang beriman,
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka."
Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzaab: 59)
Jilbab adalah baju kurung yang lebar
yang dapat menutup kepala, leher, dan
dada.
Ayat di atas menunjukkan bahwa
jilbab bukan sebagai budaya bangsa Arab, tetapi sebagai syariat Islam.
Dalam memakai jilbab tidak
dibenarkan memakai pakaian yang sempit atau ketat, tipis, membentuk lekuk
tubuh, tembus pandang, menyerupai laki-laki, dan diberi wewangian. Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ
النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ
يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ
مَائِلَاتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ
الْجَنَّةَ، وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ
كَذَا وَكَذَا»
“Ada dua
golongan yang termasuk penghuni neraka yang belum pernah aku lihat. (Pertama) kaum
yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk mencambuk manusia,
(kedua) wanita yang berpakaian namun telanjang, yang berlenggak-lenggok dan
menyimpag. Rambut mereka seperti punuk unta Khurasan yang miring. Mereka tidak
masuk surga dan tidak mencium wanginya, padahal wanginya dapat tercium dari
jarak sekian dan sekian.”
(Hr. Muslim dari Abu Hurairah)
3. Tidak berbangga dan sombong
dengan pakaian yang dipakainya.
Hal itu, karena Allah tidak meyukai
orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا
يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Qs. Luqman: 18)
Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ تَعَاظَمَ فِي نَفْسِهِ, وَاخْتَالَ فِي مِشْيَتِهِ, لَقِيَ
اَللَّهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ
“Barang siapa
yang merasa dirinya sebagai orang besar dan sombong dalam berjalan, maka dia
akan menghadap Allah, sedangkan Dia murka kepadanya.” (Hr. Hakim, Ahmad, dan
Bukhari dalam Al Adabul Mufrad, dan para pera perawinya tsiqah)
Akan tetapi, tidaklah termasuk
sombong, apabila seseorang senang berpenampilan indah.
Dari Abdullah bin Mas'ud
dari Nabi shallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ
مِنْ كِبْرٍ»
"Tidak masuk surga
orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan meskipun sebesar debu."
Kemudian ada seorang
yang berkata, "Sesungguhnya seseorang suka jika pakaiannya indah dan
sandalnya bagus," maka Beliau bersabda,
«إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ،
وَغَمْطُ النَّاسِ»
"Sesungguhnya Allah
indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan
manusia." (Hr. Muslim)
4. Berdoa ketika mengenakan pakaian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
وَمَنْ
لَبِسَ ثَوْبًا فَقَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي كَسَانِي هَذَا الثَّوْبَ
وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي، وَلَا قُوَّةٍ غُفِرَ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang memakai sebuah
pakaian, kemudian mengucapkan, “Alhamdulillahilladziy kasaanii haadzats
tsauba…sampai walaa quwwah,” (artinya: segala puji bagi Allah yang
memberiku pakaian ini dan mengaruniakan kepadaku pakaian ini tanpa susah payah
dariku), maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Abu Dawud, dan
dinyatakan hasan oleh Al Albani)
5. Berdoa ketika mengenakan pakaian
baru
عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: إِذَا اسْتَجَدَّ ثَوْبًا سَمَّاهُ بِاسْمِهِ إِمَّا قَمِيصًا، أَوْ
عِمَامَةً ثُمَّ يَقُولُ: «اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ كَسَوْتَنِيهِ
أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَخَيْرِ مَا صُنِعَ لَهُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ،
وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ» قَالَ أَبُو نَضْرَةَ: " فَكَانَ أَصْحَابُ
النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلم إِذَا لَبِسَ أَحَدُهُمْ ثَوْبًا جَدِيدًا قِيلَ
لَهُ: تُبْلَى وَيُخْلِفُ اللَّهُ تَعَالَى "
Dari Abu Sa’id Al Khudri
radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
memakai baju baru, maka Beliau menandainya dengan namanya[i],
baik berupa gamis maupun sorban, selanjutnya Beliau mengucapkan, “Allahumma…sampai
maa shuni’a lahu.” (artinya: Ya Allah, segala puji bagi-Mu. Engkaulah yang
memberikan pakaian ini kepadaku, maka aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan
kebaikan yang ditimbulkannya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya
dan keburukan yang ditimbulkannya). Abu Nadhrah berkata, “Para sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ada yang mengenakan pakaian baru, maka
didoakan kepadanya, “Tublaa wa yukhlifullahu Ta’ala,” (artinya: semoga
bajunya awet hingga usang, dan semoga Allah Ta’ala menggantinya).” (HR. Abu
Dawud, dan dishahihkan oleh Al Albani)
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى عَلَى عُمَرَ قَمِيصًا
أَبْيَضَ فَقَالَ ثَوْبُكَ هَذَا غَسِيلٌ أَمْ جَدِيدٌ قَالَ لَا بَلْ غَسِيلٌ
قَالَ الْبَسْ جَدِيدًا وَعِشْ
حَمِيدًا وَمُتْ شَهِيدًا
Dari Ibnu Umar radhiyllahu ‘anhu,
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Umar memakai
gamis yang putih, lalu Beliau bertanya, “Bajumu ini baru dicuci atau baru?”
Umar menjawab, “Baru dicuci.” Beliau bersabda, “Ilbas jadidan…sampai wa
mut syahida.” (artinya: Pakailah baju baru, hiduplah secara terhormat, dan
matilah sebagai syahid).” (HR. Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnus Sunniy, dishahihkan
oleh Al Albani)
6. Mendahulukan bagian yang kanan
ketika memakai dan mendahulukan bagian yang kiri ketika melepas
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senang mendahulukan bagian kanan ketika
memakai sandal, menyisir, bersuci, dan dalam semua urusannya.” (Hr. Bukhari dan
Muslim)
7. Tidak melabuhkan kain sampai
melewati mata kaki (isbal) bagi laki-laki.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَا
أَسْفَلَ مِنَ الكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِي النَّارِ
“Kain yang berada di bawah mata kaki
adalah di neraka.” (HR. Bukhari)
8. Tidak mengenakan pakaian lawan
jenis.
Oleh karena itu, tidak boleh bagi
laki-laki mengenakan pakaian wanita, demikian pula wanita mengenakan pakaian
laki-laki.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
berkata,
«لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ،
وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ»
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melaknat laki-laki memakai pakaian wanita, dan wanita memakai pakaian
laki-laki.” (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Demikianlah
beberapa adab berpakaian, semoga Allah membimbing kita ke jalan yang
diridhai-Nya, aamin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ
Khutbah II
الْحَمْدُ
للهِ عَظِيْمِ الْإِحْسَانِ ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْإِمْتِنَانِ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَتْبَاعِهِ وَجُنْدِهِ
أَمَّا بَعْدُ:
Ma'asyiral muslimin sidang shalat
Jum'at rahimakumullah
Adab lainnya dalam
berpakaian adalah:
9. Tidak boleh bagi laki-laki
memakai pakaian sutera dan memakai perhiasan emas.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
«حُرِّمَ لِبَاسُ الحَرِيرِ
وَالذَّهَبِ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي وَأُحِلَّ لِإِنَاثِهِمْ»
“Diharamkan memakai pakaian sutera
dan emas bagi laki-laki umatku, dan dihalalkan bagi wanitanya.” (HR. Ahmad dan
Tirmidzi dari Abu Musa Al Asy’ariy, dishahihkan oleh Al Albani)
10. Dianjurkan mengenakan pakaian
berwarna putih
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
اِلْبَسُوا
مِنْ ثِيَابِكُمُ البَيَاضَ، فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ، وَكَفِّنُوا
فِيهَا مَوْتَاكُمْ
“Pakailah pakaianmu yang berwarna
putih, karena itu pakaianmu yang terbaik, dan kafankanlah orang-orang yang
wafat di antara kamu dengannya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu
Majah)
11. Memakai pakaian yang indah pada
hari Jum’at dan pada hari raya
Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ وَلَبِسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِ، وَمَسَّ مِنْ طِيبٍ إِنْ كَانَ
عِنْدَهُ، ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَلَمْ يَتَخَطَّ أَعْنَاقَ النَّاسِ، ثُمَّ
صَلَّى مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ، ثُمَّ أَنْصَتَ إِذَا خَرَجَ إِمَامُهُ حَتَّى
يَفْرُغَ مِنْ صَلَاتِهِ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ جُمُعَتِهِ
الَّتِي قَبْلَهَا»
“Barang siapa yang mandi pada hari
Jum’at, memakai pakaian yang indah, memakai wewangian jika ada padanya, lalu
datang untuk shalat Jum’at, dan tidak melangkahi leher manusia, kemudian shalat
sesuai yang Allah tetapkan baginya, kemudian diam ketika imam datang hingga
shalat selesai ditunaikan, maka hal itu akan menjadi penghapus dosa di antara
hari Jum’at itu dengan hari Jum’at sebelumnya.” Abu Hurairah menambahkan,
“Ditambah tiga hari.” (HR. Abu Dawud, dan dihasankan oleh Al Albani)
Al Hasan radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami dalam dua hari
raya agar kami memakai pakaian yang paling baik yang bisa kami peroleh, memakai
wewangian yang kami dapatkan, dan berkurban dengan hewan berharga yang dapat
kami lakukan.” (HR. Hakim)
12. Tidak melakukan isytimalush shama
Isytimalush shama adalah seseorang menyelimuti dirinya dengan kain tanpa
menyisakan tempat keluar bagi tangannya, demikian menurut mayoritas Ahli
Bahasa. Namun menurut para Ahli Fiqh, bahwa isytimalush shama adalah
menyelimuti badan dengan satu kain, lalu mengangkatnya dari salah satu
pinggirnya dan meletakkan di salah satu pundaknya. Imam Nawawi rahimahullah
dalam Syarah Shahih Muslim (14/76) menjelaskan, bahwa isytimalush
shama seperti yang diterangkan para Ahli Bahasa hukumnya makruh agar jangan
sampai ketika seseorang butuh menyingkirkan serangga atau lainnya, dirinya
kesulitan menyingkirkannya dengan tangan, sehingga terkena bahayanya. Sedangkan
jika isytimalush shama mengikuti penjelasan Ahli Fiqh, maka hukumnya
haram jika sebagian aurat terlihat, jika tidak maka hukumnya makruh.
عَنْ
جَابِرٍ، «أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ
يَأْكُلَ الرَّجُلُ بِشِمَالِهِ، أَوْ يَمْشِيَ فِي نَعْلٍ وَاحِدَةٍ، وَأَنْ
يَشْتَمِلَ الصَّمَّاءَ، وَأَنْ يَحْتَبِيَ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ كَاشِفًا عَنْ
فَرْجِهِ»
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang makan dengan tangan
kirinya, berjalan dengan satu sandal, melakukan isytimaslush shama, dan
seseorang melakukan ihtiba (duduk di atas kedua pinggulnya dengan mengangkat
kedua betisnya, lalu menutupinya dengan kain) sedangkan farjinya terlihat.”
(HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
«لَا تَمْشِ فِي نَعْلٍ
وَاحِدٍ، وَلَا تَحْتَبِ فِي إِزَارٍ وَاحِدٍ، وَلَا تَأْكُلْ بِشِمَالِكَ، وَلَا
تَشْتَمِلِ الصَّمَّاءَ، وَلَا تَضَعْ إِحْدَى رِجْلَيْكَ عَلَى الْأُخْرَى إِذَا
اسْتَلْقَيْتَ»
“Janganlah engkau berjalan dengan
satu sandal, melakukan ihtiba dengan sebuah kain, makan dengan tangan kiri,
melakukan isytimalush shama, dan jangan engkau meletakkan salah satu
kaki di atas kaki yang lain ketika tidur terlentang[ii].”
(HR. Muslim)
13. Tidak memakai pakaian yang
bergambar makhuk bernyawa, salib, dan tulisan-tulisan yang tidak mencerminkan
akhlak yang mulia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا
يَوْمَ القِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ
“Manusia
yang paling pedih azabnya pada hari Kiamat adalah orang-orang yang membuat
penyerupaan dengan ciptaan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam juga bersabda:
«
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَيُوشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ
حَكَماً مُقْسِطاً فَيَكْسِرَ الصَّلِيبَ ، وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ ، وَيَضَعَ
الْجِزْيَةَ ، وَيَفِيضَ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ » .
“Demi Allah yang diriku di Tangan-Nya,
pasti akan turun kepada kalian putera Maryam (Isa) sebagai hakim yang adil, ia
akan mematahkan salib, membunuh babi, meniadakan pajak dan harta akan melimpah
ruah sehingga tidak ada seorang pun yang mau menerima.” (Hr. Bukhari)
Demikianlah yang bisa
khatib sampaikan, semoga bermanfaat. Kita meminta kepada Allah agar Dia selalu
membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya dan memberikan kita taufiq untuk
dapat menempuhnya, aamin.
اَللَّهُمَّ
صَلِّ
عَلَى
مُحَمَّدٍ
وَعَلَى
آلِ
مُحَمَّدٍ
كَمَا
صَلَّيْتَ
عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى
آلِ
إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ
حَمِيْدُ
مَجِيْدٌ،
اَللَّهُمَّ بَارِكْ
عَلَى
مُحَمَّدٍ
وَعَلَى
آلِ
مُحَمَّدٍ
كَمَا
بَارَكْتَ
عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى
آلِ
إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ
حَمِيْدُ
مَجِيْدٌ
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الْكُفْرَ
وَالْكَافِرِيْنِ، وَأَعْلِ رَايَةَ الْحَقِّ وَالدِّيْنِ، اَللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَنَا
وَالْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ بِعِزٍّ فَاجْعَلْ عِزَّ الْإِسْلاَمَ عَلَى يَدَيْهِ،
وَمَنْ أَرَادَنَا وَالْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ بِكَيْدٍ فَكِدْهُ يَا رَبَّ
الْعَالَمِيْنَ، وَرُدَّ كَيْدَهُ فِي نَحْرِهِ، وَاجْعَلْ تَدْبِيْرَهُ فِي تَدْمِيْرِهِ،
وَاجْعَلِ الدَّائِرَةَ تَدُوْرُ عَلَيْهِ، اَللَّهُمَّ اهْدِنَا وَاهْدِ بِنَا وَانْصُرْنَا
وَلاَ تَنْصُرْ عَلَيْنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيْنَا.
وَصلِّ اللَّهُمَّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى محمد وَعَلَى آلهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا.
[i] Maksudnya mengucapkan, “Allah memberikan kepadaku gamis
atau sorban ini,” atau mengucapkan, “Ini adalah gamis atau ini adalah
sorban.” (Aunul Ma’bud 11/43).
[ii] Larangan ini tertuju jika menaruh kaki yang satu di atas
kaki yang lain mengakibatkan aurat terlihat, jika tidak terlihat maka tidak
mengapa, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah tidur
terlentang di masjid dengan meletakkan kaki yang satu di atas kaki yang lain
(sebagaimana dalam Shahih Muslim no. 2100).
0 komentar:
Posting Komentar