بسم الله الرحمن الرحيم
Khutbah Jum'at
Tujuh Dosa Besar Yang Membinasakan
Oleh: Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I
Khutbah I
إنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ
بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ
اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ
وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ
اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا --يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فقَدْ فَازَ فوْزًا عَظِيمًا.
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ
اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاثُهَا وَكُلَّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Ma'asyiral
muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah
Pertama-tama marilah kita panjatkan puja dan puji syukur
kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kepada kita berbagai
nikmat, terutama adalah nikmat Islam, Iman, Hidayah, Taufiq, Sehat wal Afiyat,
dan nikmat-nikmat lainnya yang tidak terhitung oleh kita jumlahnya.
Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya, para sahabatnya dan
orang-orang yang mengikuti Sunnahnya sampai hari Kiamat.
Khatib berwasiat baik kepada diri khatib sendiri maupun
kepada para jamaah sekalian, marilah kita tingkatkan takwa kita kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, karena orang-orang yang bertakwalah yang akan memperoleh
kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.
Ma'asyiral
muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam pernah bersabda,
« اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ »
"Jauhilah tujuh
dosa yang membinasakan!"
Para sahabat
bertanya, "Wahai Rasulullah, apa saja itu?" Beliau menjawab,
:« الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ،
وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ
الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ،
وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ »
.
"Syirik kepada
Allah, melakukan sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk dibunuh
kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim,
melarikan diri dari peperangan, dan menuduh berzina wanita yang suci mukminah
yang tidak tahu-menahu." (Hr. Bukhari-Muslim)
Sabda Beliau, "Jauhilah"
lebih keras daripada kata-kata "Jangan kalian mengerjakan",
karena larangan mendekati lebih keras daripada larangan melakukan suatu
perbuatan, dimana dalam kata-kata "jauhilah" mencakup larangan
segala yang dapat mendekatkan kepada perbuatan itu.
Sabda Beliau "tujuh
dosa yang membinasakan" adalah tujuh dosa besar. Dikatakan "membinasakan",
karena dosa-dosa tersebut menjadi sebab binasa pelakunya di dunia karena
hukuman yang diakibatkan darinya dan di akhirat ia akan memperoleh azab.
Dosa besar adalah
perbuatan yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, dimana perbuatan tersebut ada hadnya
(hukumannya) di dunia, atau adanya ancaman berupa azab dan kemurkaan di akhirat
atau adanya laknat terhadap pelakunya.
Di antara dosa-dosa
besar itu adalah:
Pertama,
Syirik.
Syirik adalah dosa
yang paling besar. Allah mengharamkan surga bagi orang yang meninggal di
atas perbuatan syirk dan mengekalkan orang itu di neraka, Dia berfirman,
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ
الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang
yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan
kepadanya surga, dan tempatnya adalah neraka, tidak ada bagi orang-orang zalim
itu seorang penolongpun.” (QS. Al Maa’idah : 72).
Syirik terbagi dua:
1. Syirk Akbar (besar),
Syirik ini bisa
terjadi dalam Rububiyyah maupun dalam Uluhiyyah.
Syirik dalam
Rububiyyah misalnya menganggap bahwa di samping Allah Ta’ala ada juga yang
ikut serta menguasai dan mengatur alam semesta. Sedangkan syirik dalam
Uluhiyyah adalah dengan mengarahkan ibadah kepada selain Allah Subhanahu wa
Ta’ala (baik selain Allah itu para malaikat, para nabi, orang-orang yang telah
mati, kuburan, batu, keris, matahari, bulan, jin, hewan, maupun lainnya). Misalnya berdoa dan meminta kepada selain
Allah, ruku dan sujud kepada selain Allah, berkurban untuk selain Allah
(seperti membuat sesaji untuk jin atau penghuni kubur), bertawakkal kepada
selain Allah, dan segala bentuk
penyembahan/ibadah yang ditujukan kepada selain Allah Ta’ala.
2. Syirik Ashghar
(kecil),
Syirik kecil adalah
niat, ucapan, dan perbuatan yang dihukumi syirik oleh Islam, karena bisa
mengarah kepada Syirik Akbar dan mengurangi kesempurnaan tauhid seseorang.
Contoh: riya, bersumpah dengan nama selain Allah, merasa sial dengan sesuatu,
menisbatkan turunnya hujan karena bintang ini atau itu, tahun ini dan
tahun itu.
Contoh syirik lainnya
adalah meyakini ramalan bintang (zodiak), melakukan pelet, sihir atau santet,
mencari (ngalap) berkah pada benda-benda yang dikeramatkan, memakai
jimat, dan membaca jampi-jampi
syirik. Demikian
pula mengatakan “Hanya Allah dan kamu saja harapanku”, “Aku dalam
lindungan Allah dan kamu”, “Dengan nama Allah dan nama fulan” dan kalimat lain
yang terkesan menyamakan dengan Allah Ta’ala. Ini semua adalah syirk. Termasuk
pula menaati ulama atau umara (pemerintah) ketika mengharamkan apa yang Allah
halalkan atau menghalalkan apa yang Allah haramkan.
Kedua,
Sihir.
Sihir adalah sejumlah
pekerjaan setan yang dilakukan oleh pesihir berupa mantera-mantera, bertawassul
(mengadakan perantara) kepada setan-setan, dan berupa kalimat yang diucapkan
pesihir dengan ditambah dupa/kemenyan dan buhul-buhul yang ditiup-tiup. Allah
Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ
"Dan dari
kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul." (Terj.
QS. Al Falaq: 4)
Pelaku sihir apabila
hendak melakukan prakteknya, biasanya membuat buhul-buhul dari tali lalu
membacakan jampi-jampi dengan meniup-niup buhul tersebut sambil meminta bantuan
kepada para setan sehingga sihir itu menimpa orang yang disihirnya dengan izin
Allah Ta'ala. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ
"Dan mereka itu
(ahli sihir) tidak memberi madharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali
dengan izin Allah." (Terj. QS. Al Baqarah: 102)
Maksud izin Allah di
sini bukan berarti Allah meridhai perbuatan tersebut, karena izin itu ada dua;
izin syar'i dan izin kauni. Izin syar'i adalah izin yang diridhai Allah,
sedangkan izin kauniy (terkait dengan taqdir-Nya di alam semesta) yang tidak
mesti diridhai Allah Subhaanahu wa Ta'ala.
Sihir mempunyai
pengaruh pada hati dan badan. Sihir bisa membuat orang sakit, membunuh
seseorang, dan memisahkan antara suami dengan istrinya. Sungguh buruk perbuatan
ini, sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menggolongkannya ke
dalam dosa besar.
Ketiga,
membunuh jiwa yang terpelihara kecuali dengan alasan yang benar.
Membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk dibunuh merupakan dosa
besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا
بِالْحَقّ
“Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar.” (Qs. Al-Isra`
: 33)
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ
خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا
عَظِيمًا
“Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka
balasannya adalah Jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan
mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (Qs. An Nisaa:
93)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ، يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، إِلَّا بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: النَّفْسُ
بِالنَّفْسِ، وَالثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالمَارِقُ مِنَ الدِّينِ التَّارِكُ
لِلْجَمَاعَةِ
“Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada
tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwa aku adalah utusan Allah,
kecuali dengan sebab satu dari tiga perkara: pezina muhshan, jiwa dengan jiwa,
dan orang yang meninggalkan agamanya yang menyempal dari jamaah.” (Hr. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)
Hadits di atas menerangkan tiga sebab boleh ditumpahkan darah
seorang muslim, yaitu sudah menikah namun berzina, membunuh dengan sengaja, dan
murtad dari agama Islam.
Keempat, memakan Riba.
Riba secara bahasa
artinya bertambah, Sedangkan secara syara’ adalah penambahan pada ra'sul maal
(harta pokok) sedikit atau banyak.
Riba terbagi
dua; Riba Nasii’ah dan Riba Fadhl.
Riba Nasii'ah artinya
tambahan yang disyaratkan oleh pemberi pinjaman dari si peminjam sebagai ganti
dari penundaan.
Riba Fadhl artinya
terjadinya kelebihan di salah satu barang pada barang-barang yang terkena hukum
riba (ribawi), misalnya menjual uang dengan uang atau makanan dengan makanan
dengan adanya kelebihan.
Di dalam hadits
disebutkan lebih jelas pengharaman riba pada enam barang; emas, perak,
bur/gandum, sya’ir, kurma dan garam. Jika barang-barang ini dijual dengan
barang yang sejenis, diharamkan adanya kelebihan di antara keduanya. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالتَّمْرُ
بِالتَّمْرِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالْمِلْحُ
بِالْمِلْحِ سَوَاءٌ بِسَوَاءٍ مِثْلٌ بِمِثْلٍ مَنْ زَادَ أَوْ اسْتَزَادَ فَقَدْ
أَرْبَى الْآخِذُ وَالْمُعْطِي سَوَاءٌ
"Emas dengan
emas, perak dengan perak, kurma dengan kurma, sya’ir dengan sya’ir, gandum
dengan gandum, garam dengan garam, sama dan sebanding. Barang siapa
menambah-nambah atau minta ditambah maka ia telah melakukan riba, baik yang
mengambil atau yang meminta hukumnya sama." (HR. Ahmad dan Bukhari)
Hadits ini jelas
sekali tentang haramnya menjual emas dengan emas; apa pun macamnya, perak
dengan perak apa pun macamnya kecuali secara sama di samping langsung serah
terima.
Tentang
riba, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا
يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
“Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. (Qs.Al
Baqarah: 275)
Di ayat tersebut Allah
Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa orang yang bermu’amalah dengan riba
tidak dapat bangkit dari kuburnya pada hari kebangkitan melainkan seperti
berdirinya orang yang terkena penyakit ayan, hal ini disebabkan mereka memakan
riba ketika di dunia.
Allah Subhaanahu wa
Ta'aala mengancam neraka kepada orang yang memakan riba, dan mencabut
keberkahan pada harta yang bercampur riba, sebagaimana firman-Nya,
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا
“Allah memusnahkan
riba.” (Qs. Al Baqarah: 276)
sehingga harta itu
hanyalah membuat kelelahan baginya ketika di dunia, azab baginya ketika di
akhirat dan ia tidak dapat mengambil manfaatnya.
Allah Subhaanahu wa
Ta'aala juga melaknat semua yang ikut serta dalam akad riba, dilaknat-Nya orang
yang memberi pinjaman (yang mengambil riba), orang yang meminjam (yang akan
memberikan riba), penulis yang mencatatnya dan dua saksinya. Imam Muslim
meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah ia berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ
الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, pemberinya, dua saksinya
dan penulisnya. Beliau juga bersabda, “Mereka sama (dosanya).”
Bahkan memakan riba
adalah sifat orang-orang Yahudi yang mendapatkan laknat, lihat surat An Nisaa’:
161.
Kelima,
memakan harta anak yatim.
Tentang memakan harta
anak yatim, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا
إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
"Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu
menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka)." (Qs. An Nisaa': 10)
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ
مَسْئُولًا
"Dan janganlah
kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik
(bermanfaat) sampai ia dewasa." (Qs. Al Israa': 34)
Para ulama berkata,
"Setiap wali bagi anak yatim, jika ia fakir, lalu memakan hartanya secara
ma'ruf (wajar); sesuai kepengurusannya terhadapnya untuk hal yang bermaslahat
baginya dan mengembangkan hartanya, maka tidak mengapa. Adapun jika lebih di
atas ma'ruf, maka sebagai suht; harta yang haram, berdasarkan firman Allah
Ta'ala,
وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا
فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ
"Barang siapa (di
antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan
harta anak yatim itu) dan barang siapa yang miskin, maka bolehlah ia makan
harta itu menurut yang patut. " (Qs. An Nisaa': 10)
Ada empat pendapat
ulama tentang contoh memakan harta anak yatim secara ma'ruf (wajar), yaitu:
1. Ia
mengambilnya, namun sifatnya hanya sebagai pinjaman.
2. Ia
memakannya sesuai kebutuhan tanpa berlebihan.
3. Ia
mengambilnya ketika melakukan sesuatu untuk anak yatim.
4. Ia
mengambilnya ketika terpaksa. Jika ia sudah mampu, nanti akan dibayarnya, namun
jika ia tidak mampu, maka menjadi halal (Lihat kitab Zaadul Masir karya
Ibnul Jauzi pada tafsir ayat di atas).
Tentang keutamaan
mengurus anak yatim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
وَأَنَا وَكَافِلُ اليَتِيمِ فِي الجَنَّةِ
هَكَذَا
"Saya dan pegurus
anak yatim di surga seperti ini."
Beliau berisyarat
dengan jari telunjuk dan jari tengahnya dan merenggangkannya sedikit. (Hr. Muslim)
أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ
لِيْ وَلَكُمْ
Khutbah II
الْحَمْدُ ِللهِ
الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى
الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ. أَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى
نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ:
Ma'asyiral
muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah
Termasuk dosa-dosa
besar yang membinasakan seseorang adalah sebagai berikut:
Keenam, melarikan
diri dari peperangan.
Ketika bertemu musuh
wajib tetap bertahan dan haram melarikan diri. Allah Subhaanahu wa Ta'aala
berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً
فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang
yang beriman! Apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah
kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (Al
Anfaal: 45)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ
كَفَرُوا زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ الْأَدْبَارَ (15) وَمَنْ يُوَلِّهِمْ
يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى
فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ
الْمَصِيرُ (16)
“Wahai orang-orang
yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang
menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).---Barang siapa
yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat)
perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka
sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan
tempatnya ialah neraka Jahannam. Sangat buruklah tempat kembalinya. (Qs. Al
Anfaal: 15-16)
Ayat-ayat di atas
mewajibkan kita untuk tetap bertahan dan haramnya melarikan diri kecuali dalam
salah satu di antara dua keadaan berikut:
1. Berbalik
untuk berperang lagi, yakni menarik diri mengambil posisi lain yang lebih
tepat. Yakni dibolehkan pindah dari posisi yang sempit menuju posisi yang lebih
luas dan dari tempat yang terbuka ke tempat yang tertutup, atau dari tempat
yang rendah ke tempat yang tinggi dsb. yang memang bermaslahat baginya
di medan perang.
2. Bergabung
dengan pasukan lain kaum muslimin, yakni bisa berperang bersama mereka atau
meminta bantuan kepada mereka, baik pasukan ini dekat atau jauh.
Dalam dua keadaan di
atas boleh bagi orang yang berperang lari dari musuh, meskipun zhahirnya
merupakan melarikan diri, namun sebenarnya hal itu merupakan usaha mencari
posisi yang lebih tepat untuk menghadapi musuh. Namun jika tidak karena dua hal
di atas, maka melarikan diri merupakan dosa yang besar, yakni mengharuskan
pelakunya mendapatkan azab yang pedih.
Ketujuh, menuduh
wanita mukminah yang suci berzina.
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ
الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ
عَظِيمٌ
"Sesungguhnya
orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman
(berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab
yang besar, (Qs. An Nuur: 23)
Allah Subhaanahu wa
Ta'aala menerangkan bahwa siapa saja yang menuduh berzina kepada wanita yang
baik-baik, yang merdeka lagi suci, maka ia mendapatkan laknat di dunia dan
akhirat, serta baginya azab yang besar. Di samping adanya had di dunia, yaitu
80 kali dera dan persaksiannya tidak dianggap meskipun sebagai orang yang adil.
Contoh menuduh adalah
seseorang berkata kepada wanita yang merdeka, suci lagi muslimah, "Wahai
pezina!" "Wahai pelacur!" atau berkata kepada suaminya,
"Wahai suami pelacur!", atau berkata kepada anaknya, "Wahai
anak pezina.” Jika ada yang berkata seperti itu laki-laki maupun
wanita, maka ia wajib didera 80 kali, kecuali jika ia mendatangkan bukti.
Buktinya adalah dengan menghadirkan empat orang saksi seperti yang difirmankan
Allah Ta'ala di surat An Nuur: 4. Jika ternyata si penuduh tidak
mampu mendatangkan bukti, maka ia didera apabila orang yang dituduh
"laki-laki maupun wanita" menuntut hukuman dera.
Demikianlah tujuh
dosa besar yang membinasakan, semoga Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjauhkan kita daripadanya, aamin.
اَللَّهُمَّ
صَلِّ
عَلَى
مُحَمَّدٍ
وَعَلَى
آلِ
مُحَمَّدٍ
كَمَا
صَلَّيْتَ
عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى
آلِ
إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ
حَمِيْدُ
مَجِيْدٌ،
اَللَّهُمَّ بَارِكْ
عَلَى
مُحَمَّدٍ
وَعَلَى
آلِ
مُحَمَّدٍ
كَمَا
بَارَكْتَ
عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى
آلِ
إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ
حَمِيْدُ
مَجِيْدٌ
رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا
تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ
رَّحِيمٌ
رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ
سُبْحَانَ
رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ -- وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ –
وَ الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
0 komentar:
Posting Komentar