بسم
الله الرحمن الرحيم
Mengenal Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab
Segala puji bagi Allah
Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah,
keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat,
amma ba'du:
Berikut kami perkenalkan salah satu mutiara zaman, yaitu Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab rahimahullah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya
dan bermanfaat, aamin.
Nama dan nasabnya
Beliau adalah Muhammad bin Abdul
Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin
Muhammad bin Ahmad bin Rasyid At Tamimi dari suku Bani Tamim. Panggilannya adalah
Abul Hasan.
Kelahiran dan perkembangan ilmunya
Beliau lahir di daerah Uyaynah dekat
kota Riyadh tahun 1115 H atau 1703 M. Hafal Al Qur’an sejak kecil sebelum
usianya 10 tahun, dan belajar fiqih Hanbali, tafsir, dan hadits langsung kepada
ayahnya Abdul Wahhab yang menjabat sebagai Hakim Uyaynah di saat itu. Demikian pula
belajar kepada ulama-ulama terkenal yang berasal dari Nejed, Madinah, Ahsa, dan
Basrah, sehingga beliau memperoleh ilmu yang dalam yang membuatnya siap untuk
terjun di bidang dakwah yang penuh berkah. Di antara guru beliau di Madinah
adalah Syakh Abdullah bin Ibrahim bin Saif (w. 1153) dan syaikh Muhaddits
Muhammad Hayat As Sindiy. Adapun gurunya di Irak di antaranya Syaikh Muhammad
Al Majmu’i, sedangkan gurunya di Ahsa adalah Syaikh Abdullah bin Muhammad bin
Abdul Lathif.
Beliau
juga senang memaca buku-buku karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul
Qayyim rahimahumallah.
Saat
itu, tersebar bid’ah dan khurafat, akidah yang rusak, dan orang-orang mencari
berkah ke kuburan, pohon, dan bebatuan.
Di
Nejd terjadi banyak khurafat, bahkan ada kuburan-kuburan yang disangka sebagai kuburan para sahabat.
Di Jubailah, orang-orang mendatangi kuburan Zaid bin Al Khaththab mencari
berkah dan berdoa di sana. Di Dir’iyyah ada gua yang disangka sebagai tempat
berlindung salah satu putri Al Amir yang lari karena penindasan sebagian
thagut. Di bukit Ghubaira ada kubur Dharar bin Al Azwar yang didatangi manusia,
dimana mereka melakukan kemusyrikan di sana. Di Hijaz, kubur sebagian sahabat
diagungkan, demikian pula kubur Ahlul Bait. Hal yag sama juga terjadi di
Basrah, Adn, dan Yaman. Maka Beliau menimbang masalah tersebut dengan Al Qur’an
dan As Sunnah, beliau kemudian tampil memperbaiki akidah umat agar mereka
mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla saja.
Beliau
memulai dakwahnya di kota Huraimala, lalu ke Uyaynah. Di Uyaynah beliau
disambut oleh gubernurnya, yaitu Utsman bin Hamd bin Mu’ammar, maka beliau
menerangkan tauhid kepadanya, kemudian didukungnya.
Setelah
mendapat dukungan Amir Utsman, beliau pun menebang pohon yang dikeramatkan,
merobohkan kuburan Zaid bin Khaththab yang berkubah. Dan dengan bantuan Amir
Utsman beliau menegakkan had zina bagi wanita yang mengaku berzina. Keadaan
beliau terus menjadi dikenal hingga beritanya sampai kepada gubernur Ahsa,
yaitu Sulaiman bin Muhammad bin Urai’ir, maka gubernur ini mengirimkan surat
kepada gubernur Utsman untuk membunuh Syaikh Muhammad, jika tidak, maka pajak
yang selama ini diberikan kepadanya akan diputus.
Ketika
itulah Amir Utsman meminta Syaikh pergi meninggalkan negerinya. Akhirnya,
Syaikh Muhammad pergi meninggalkan Uyaynah dengan berjalan kaki. Gubernur Utsman
tidak ingat pesan Syaikh Muhammad, bahwa dalam dakwah pasti ada cobaan dan
gangguan, akan tetapi akibat yang baik akan diperoleh orang-orang yang
bertakwa.
Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab kemudian menuju Dir’iyyah dan sampai di sana pada
waktu Ashar tahun 1158 H, beliau bertamu kepada seorang bernama Ali Abdurrahman
bin Suwailim dan putra pamannya Ahmad bin Suwailim.
Ketika
itu Ibnu Suwailim mengkhawatirkan dirinya jika sampai diketahui Amir Muhammad
bin Sa’ud, namun Syaikh Muhammad menenangkan hatinya dan memberinya nasihat
serta menyampaikan bahwa Allah akan menolong hamba-hamba-Nya.
Keadaan beliau kemudian
diketahui orang-orang tertentu dari penduduk Dir’iyyah, lalu mereka
mendatanginya secara sembunyi-sembunyi, dan kemudian Syaikh Muhammad
mengajarkan kepada mereka ilmu Tauhid.
Amir Muhammad bin Sa’ud
ketika itu memiliki dua saudara, yaitu Musyari dan Tsunyan, serta memiliki istri yang cerdas.
Dua saudara Amir
Muhammad bin Sa’ud ini belajar kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yang
kemudian menyampaikan kepadanya bahwa Syaikh Muhammad merupakan barang berharga
yang dikirim Allah
kepada Amir, dan
keduanya mendorong amir untuk berkunjung kepada
Syaikh Muhammad, hingga akhirnya Amir Muhammad pun berkunjung kepada beliau.
Kemudian Syaikh Muhammad
mengajaknya kepada tauhid, dan bahwa tauhid adalah seruan para rasul, demikian
pula ia membacakan ayat Al Qur’an yang menerangkan batilnya peribadatan kepada
selain Allah, dan menerangkan keadaan penduduk Nejed yang terjatuh ke dalam
syirik, kejahilan, perpecahan, pertumpahan darah, dan lain-lain.
Intinya, Syaikh
menerangkan kepadanya keadaan penduduk Nejed yang jauh dari agama dan jahilnya
mereka terhadap syariat Islam serta memintanya menjadi pemimpin yang menyatukan
kaum muslimin dan membimbing mereka kepada kebaikan sehingga ia menjadi raja
dan pemimpin kaum muslimin yang diikuti, termasuk pula keturunannya setelahnya.
Ketika itulah Allah
membuka hati Amir Muhammad bin Sa’ud dan menerima dakwah Syaikh Muhammad, dan
Amir Muhammad bin Sa’ud memberikan kabar gembira kepada Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab, bahwa ia akan terus membela dan mendukungnya. Ketika itu Amir
memberikan syarat kepada Syaikh, yaitu:
Pertama, Syaikh tidak akan meninggalkannya jika
Allah memberikan pertolongan dan kemenangan-Nya.
Kedua, tidak melarang amir memungut pajak dari
penduduk Dir’iyyah ketika panen.
Syaikh menjawab, “Adapun
yang pertama, maka darah yang engkau tuntut, aku juga menuntutnya, dan darah
yang engkau maafkan, maka aku juga maafkan. Sedangkan yang kedua,
maka semoga Allah memberikan berbagai kemenangan untukmu sehingga engkau
memperoleh ghanimah yang mencukupimu dari menerima pajak.”
Maka
Amir membai’at Syaikh Muhammad untuk berdakwah dan berjihad di jalan Allah,
berpegang dengan sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam, beramar ma’ruf
dan bernahi munkar, serta menegakkan syiar-syiar agama.
Ketika
itu Utsman bin Mu’ammar gubernur Uyaynah yang pernah menyuruh Syaikh keluar
dari negerinya mendengar berita tentang Syaikh di Dir’iyyah yang diterima baik
oleh gubernurnya, maka Utsman pun menyesal atas sikapnya terhadap Syaikh, maka
Utsman datang dengan beberapa orang yang termasuk pejabat Uyaynah meminta maaf
kepadanya dan meminta Syaikh kembali ke negerinya. Namun Amir Muhammad
menolaknya sehingga Utsman pulang dalam keadaan kecewa.
Kemudian
manusia pun berdatangan menghadiri kajian Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab,
bahkan di antara mereka ada orang-orang yang bekerja di malam hari agar
siangnya bisa menghadiri kajian Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Selanjutnya
syaikh terus menjadi da’i dan pengajar, melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar
dengan mendapatkan dukungan dari Amir Muhammad bin Sa’ud. Akan tetapi
musuh-musuh dakwah memusuhinya dan menggunakan berbagai cara untuk menentang
dakwah Syaikh Muhammad, sehingga Syaikh Muhammad dan Amir Muhammad bin Sa’ud terpaksa
harus menaklukkan dengan senjata dan terjadilah peperangan dalam beberapa
tahun. Ketika itu satu persatu kampung berhasil ditaklukkan, dan adapula yang
tunduk atas dasar pilihan karena tahu dakwah Syaikh Muhammad yang sebenarnya.
Ketika
kota Riyadh telah ditaklukkan (tahun 1187 H) oleh imam Abdul Aziz bin Muhammad
bin Sa’ud yang ditinggal lari oleh Diham bin Dawas, seorang yang sering
menyerang para ulama Sunnah, maka Syaikh Muhammad menyerahkan harta ghanimah
(rampasan perang) kepada imam Abdul Aziz
bin Muhammad bin Sa’ud, dan Syaikh pun fokus mengajar, beribadah dan
menyampaikan pelajaran.
[Tahun
1179 H Amir Muhammad bin Sa’ud wafat dan digantikan oleh putranya, yaitu Abdul
Aziz. Pada tahun 1215 H Sa’ud bin Abdul
Aziz memerangi Irak atas perintah ayahnya sehingga berhasil menimpakan
kekalahan kepada penduduk Karbala, dan berhasil menghancurkan kubah kuburan Al
Husain. Pada tahun 1218 H, bulan Rajab, seorang Syi’ah dari Irak datang
membunuh imam Abdul Aziz bin Muhammad bin Sa’ud. Ia pura-pura menampakkan diri
sebagai orang yang baik sehingga dimuliakan oleh Abdul Aziz. Ketika ikut shalat
di barisan ketiga, saat manusia sedang sujud, ia langsung lompat dan menikam
imam Abdul Aziz dengna pisau hingga beliau wafat rahimahullah. Kemudian beliau digantikan
oleh putranya, yaitu Sa’ud bin Abdul Aziz bin Muhammad bin Sa’ud]
Syaikh
Muhammad terus berdakwah dan mengajar hingga beliau wafat di Dir’iyyah, sebuah
tempat yang dekat dengan kota Riyadh pada tahun 1206 H.
Akhlak
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Beliau
seorang yang murah senyum, berjiwa besar, seorang yang tawadhu, alim dan ahli
ibadah, zuhud dan wara, berani menyerukan kebenaran terang-terangan dan tidak
takut celaan orang di jalan Allah.
Murid-murid Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab
Di antara murid-muridnya
adalah anak-anak beliau sendiri, seperti Syaikh Abdullah (w. 1244 H), Syaikh
Husain (w. 1224 H), Syaikh Ali (w. 1245 H), dan Syaikh Ibrahim (w. 1251).
Termasuk murid beliau juga adalah cucunya, yaitu Syaikh Abdurrahman bin Hasan
(w. 1285 H), Syaikh Hamd bin Nashir bin Mu’ammar (w. 1225 H), Syaikh Abdul Aziz Al Hushain (w. 1237 H), Syaikh
Abdul Aziz bin Suwalim (w. 1244), dll.
Karya-karya
Beliau
Di
antara karya beliau adalah:
1. Kitab At Tauhid
2.
Mukhtashar As Sirah An Nabawiyah
3.
Tsalatsatul Ushul
4.
Mukhtashar Al Inshaf wasy Syarhil Kabir fil Fiqh
5.
Nashihatul Muslimin bi Ahadits Khatamil Mursalin
6.
Kitab Al Kabair
7.
Adabul Masy-yi Ilash shalah
8.
Ushulul Iman
9.
Mukhtashar Zadul Ma’ad
10.
Mukhtashar Shahih Al Bukhari
11,
Dll.
Pujian
para ulama terhadap beliau
Syaikh
Abdullathif rahimahullah berkata, “Barang siapa yang membaca kitab
Tauhid dan karya-karyanya yang lain, maka dia akan mengetahui kelebihan Syaikh
dan ilmunya, dan bahwa beliau orang yang sangat faham, dan sangat dalam ilmunya,
bahkan penduduk Nejed ketika itu merujuk kepadanya dalam berbagai ilmu syar’i.”
(Mishbahuzh Zhalam, karya Abdullathif Alusy Syaikh hal. 157)
Bahkan
dipuji pula oleh dua ulama besar Yaman, yaitu Syaikh Muhammad bin Ismail Ash
Shan’ani penulis kitab Subulussalam dan Syaikh Muhammad bin Ali Asy
Syaukani penulis kitab Nailul Awthar. Demikian pula oleh Syaikh Mulla
Umran dan Syaikh Muhammad Al Hifzhi rahimahumullah.
Imam
Syaukani berkata, “Beliau adalah imamnya manusia ketika itu, Ahli Ilmu di zaman
itu, gurunya para guru, alim yang jarang tandingannya.”
Syaikh
Mahmud Syukri Al Alusi juga memuji keilmuan, akidah, dan manhajnya dalam
kitabnya Tarikh Najd.
Seorang ulama Syam
bernama Abdul Qadir bin Badran berkata, “Beliau seorang ulama, ahli atsar, imam besar, yakni Muhammad
bin Abdul Wahhab.”
Ulama Sind, Syaikh
Badi’uddin Ar Rasyidi berkata, “Beliau adalah Syaikh, imam, mujaddid (pembaharu
umat Islam), ahli hadits, ahli fiqih, mujahid fi sabilillah, imam dalam menyeru
kepada akidah yang lurus, yaitu Muhammad bin Abdul Wahhab.”
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa
shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, https://www.alukah.net/culture/0/111525/, https://www.saaid.net/monawein/t/2.htm, dll.
0 komentar:
Posting Komentar