بسم
الله الرحمن الرحيم
Di Antara Kandungan Surat Al Fatihah
Segala puji bagi Allah
Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah,
keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari
kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan
tentang sebagian kandungan surat Al Fatihah, semoga Allah menjadikan penyusunan
risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pengantar
Sebelum diutusnya Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam manusia berada dalam kejahiliyahan.
Mereka disebut ‘jahiliyah’ karena mereka tidak berpengetahuan atau berada dalam
kebodohan. Namun dalam hal apa mereka jahil (tidak mengetahui)? Apakah dalam
urusan dunia atau dalam urusan apa? Tentunya bukan dalam urusan dunia, karena
dalam urusan dunia banyak di antara mereka yang pandai sebagaimana yang
difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ
هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja)
dari kehidupan dunia; sedang mereka lalai terhadap (kehidupan) akhirat.” (Qs. Ar Ruum: 7)
Ayat ini menunjukkan
bahwa mereka pandai dalam urusan dunia namun jahil (bodoh) dalam urusan akhirat
atau dalam urusan agama. Secara lebih rincinya, mereka jahil atau tidak
mengenal Tuhan mereka dan siapa yang berhak mereka sembah, mereka juga tidak
mengetahui untuk apa mereka diciptakan di dunia, dan jalan mana yang harus
mereka tempuh dalam hidup di dunia.
Karena kejahilan atau
tidak mengenal Tuhan mereka sehingga menyebabkan mereka serampangan dalam
menyembah. Di antara mereka ada yang menyembah batu dan pepohonan, ada yang
menyembah matahari, bulan atau benda-benda langit lainnya, ada yang menyembah
patung dan berhala, ada yang menyembah jin, manusia, atau malaikat, dan ada
pula yang menyembah api seperti halnya orang-orang Majusi. Saking
menyimpangnya, mereka sampai menyembah sesuatu yang lebih lemah daripada diri
mereka sendiri, dimana sesembahan itu tidak mampu menyelamatkan dirinya sendiri
apalagi menyelamatkan para penyembahnya.
Demikian pula karena
kejahilan mereka terhadap tujuan mereka diciptakan di dunia, sehingga mereka
mengira bahwa tujuan mereka hidup di dunia hanyalah untuk makan, minum,
memenuhi nafsunya, dan bersenang-senang menikmati kesenangan dunia seperti
halnya hewan. Oleh karenanya, di benak mereka hanyalah fikiran bagaimana
caranya meraih kesenangan dunia sebanyak-banyaknya, dan yang mereka kejar
hanyalah dunia, waktu mereka habis untuknya; tidak ada kesempatan beribadah
kepada Allah Azza wa Jalla.
Demikian pula karena jahilnya
mereka terhadap jalan yang seharusnya mereka tempuh dalam kehidupan dunia
mengakibatkan mereka menempuh jalan mana saja, baik hak maupun batil, benar
atau salah, mendatangkan keridhaan Allah atau mendatangkan kemurkaan-Nya. Yang
penting bagi mereka adalah jalan itu sesuai dengan selera hawa nafsunya.
Allah Subhaanahu wa
Ta’ala adalah Rabbul alamin, Dia yang menciptakan, yang menguasai, yang memberi
rezeki, dan yang mengatur alam semesta. Maka sebagaimana Dia telah menciptakan
manusia dan tidak membiarkan mereka dalam kelaparan dan kehausan, Dia berikan
mereka rezeki agar mereka dapat melangsungkan kehidupan di dunia dan jasmani
mereka dapat tumbuh dengan baik dan sehat. Ini adalah bukti perhatian-Nya dalam
urusan jasmani mereka demikian pula menunjukkan rahmat(kasih sayang)-Nya. Jika
urusan jasmani mereka saja diperhatikan-Nya, apalagi urusan rohani mereka.
Tentu Dia memperhatikan pula. Oleh karena itu, Dia mengutus para rasul dan
menurunkan kitab-kitab untuk membimbing manusia agar tidak tersesat dan sengsara.
Dia berfirman,
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى
“Barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia
tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (Qs. Thaahaa: 123)
Sebaliknya,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Dan barang siapa berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." (Qs. Thaahaa: 124)
Petunjuk dan
peringatan-Nya ada dalam kitab yang diturunkan-Nya dan pada sunnah yang dibawa
Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa
Ta’ala mengutus Rasul-Nya Muhammad shallallahu alaihi wa sallam untuk
mengeluarkan umat manusia dari berbagai kegelapan, baik dari gelapnya kebodohan
(kejahiliyah), gelapnya kekafiran, maupun gelapnya kemaksiatan kepada cahaya
pengetahuan, cahaya keimanan, dan cahaya ketaatan, Dia berfirman,
الر كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ
إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
“Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang
Kami turunkan kepadamu agar kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan-kegelapan
kepada cahaya yang terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju
jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (Qs. Ibrahim: 1)
Siapa saja yang
menyambut seruan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam, maka keluarlah dirinya
dari belenggu kegelapan dan kejahiliyahan atau kebodohan. Sebaliknya siapa saja
yang tidak mau menyambut seruan Rasul-Nya setelah diutusnya, seperti tetap
menyembah selain Allah, tidak mengisi hidupnya dengan beribadah, atau memilih
gaya hidup sesuai selera hawa nafsunya, maka berarti orang tersebut masih
berada dalam kegelapan, kejahiliyahan, kebodohan, kerusakan, dan ketertinggalan
seperti halnya kaum Jahiliyah terdahulu[i].
Abu Bakar bin Iyasy rahimahullah
berkata, “Sesungguhnya Allah mengutus Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada penduduk bumi sedangkan mereka berada dalam kerusakan, maka Allah
memperbaiki kondisi mereka dengan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh
karena itu, barang siapa yang mengajak untuk mengikuti selain petunjuk yang
dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia
termasuk orang-orang yang mengadakan kerusakan.”
Di antara kandungan
surat Al Fatihah
Di antara isi kitab yang
diturunkan-Nya adalah surat Al Fatihah; yang merupakan surat paling agung dalam
Al Qur’an karena muatannya yang begitu dalam, bijaksana, membimbing, indah dan
memuat kandungan yang ada dalam Al Qur’an secara garis besar sehingga disebut
Ummul Qur’an (Induk Al Qur’an). Surat ini dinamai juga As Sab’ul Matsani (lihat
Qs. Al Hijr: 87) karena jumlah ayatnya ada tujuh dan karena dibaca berulang
kali oleh seorang hamba dalam shalatnya, baik shalat fardhu maupun shalat
sunah, dan di setiap rakaatnya.
Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan Rasul-Nya memerintahkan kita terus membacanya dalam shalat kita di
antara hikmahnya adalah agar nilai-nilai yang terkandung dalam surat Al Fatihah
tetap terngiang-ngiang dalam benak fikiran kita sehingga hidup kita tidak jauh
dari nilai-nilai itu, di samping untuk menjalin hubungan kita dengan Allah agar
hidup ini tetap berada dalam bimbingan dan arahan-Nya meskipun di hadapannya
terdapat banyak fitnah atau godaan sebagaimana dalam permintaan kita yang ada
dalam surat Al Fatihah ini, yaitu pada ayat ihdinash shirathal mustaqim
(artinya: Tunjukkanlah kami jalan yang lurus).
Di dalam surat Al
Fatihah kita diperkenalkan tentang siapa Tuhan kita dan siapa yang berhak kita
sembah, demikian pula di surat ini kita diperkenalkan untuk apa kita diciptakan
di dunia, dan diperkenalkan jalan mana yang seharusnya kita dalam kehidupan
dunia.
Di surat Al Fatihah,
kita diperkenalkan siapa Tuhan kita, yang ditunjukkan oleh firman-Nya,
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ -- الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ --
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta
alam.--Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.-- Yang menguasai di hari Pembalasan.” (Qs. Al Fatihah: 2-4)
Dialah Allah Tuhan kita
yang menciptakan, menguasai, memberi rezeki, dan mengatur alam semesta yang
memiliki nama Ar Rahman Ar Rahim (Maha Pengasih lagi Maha Penyayang), dimana di
dalamnya terdapat sifat rahmat (kasih-sayang)-Nya, dan Dia -di samping sebagai
Penguasa alam semesta- juga yang menguasai hari pembalasan dimana ketika itu
tidak ada makhluk yang berani berbicara kecuali dengan izin-Nya. Dialah Tuhan
yang berhak disembah karena Dialah yang mencipta, menguasai, dan mengatur alam
semesta. Dia berfirman,
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا
تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ
كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
adalah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun
bulan, tetapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika Dialah yang kamu hendak
sembah.”
(Qs. Fushshilat: 37)
Di surat Al Fatihah, kita
diperkenalkan siapa yang berhak kita sembah dan untuk apa kita diciptakan di
dunia, yang ditunjukkan oleh firman-Nya,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan
hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.” (Qs. Al Fatihah: 5)
Allah-lah yang berhak
kita sembah dan kita tujukan berbagai macam bentuk ibadah; tidak selain-Nya,
dan bahwa kita diciptakan di dunia ini adalah untuk menyembah hanya kepada-Nya
dan mengisi hidup di dunia dengan mengabdi dan beribadah kepada-Nya,
sebagaimana diperjelas oleh firman Allah Ta’ala di surat Adz Dzariyat: 56,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.”
Demikian pula di surat
Al Fatihah kita diperkenalkan jalan mana yang harus kita tempuh dalam hidup di
dunia. Hal ini ditunjukkan oleh firman-Nya,
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ -- صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ
عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus,--(yaitu)
jalan orang-orang yang telah Engkau berikan nikmat kepada mereka; bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (Qs. Al Fatihah: 6-7)
Jalan orang-orang yang
Allah berikan kenikmatan dan kebahagiaan itulah yang seharusnya kita tempuh.
Mereka ini terdiri dari para nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan
orang-orang saleh (lihat Qs. An Nisaa’: 69) dimana ciri jalan mereka adalah
mengetahui yang hak (benar) dan mengamalkannya, bukan jalan orang-orang yang
dimurkai seperti jalannya orang-orang Yahudi, dimana ciri jalan mereka adalah
mengetahui kebenaran namun tidak mau mengikutinya, dan bukan pula jalan
orang-orang yang sesat seperti jalan orang-orang Nasrani, dimana ciri jalan
mereka adalah tidak mengetahui yang hak, namun sudah berani beramal akhirnya
tersesat.
Inilah beberapa
kandungan dari surat Al Fatihah yang sebenarnya masih banyak lagi kandungannya
sebagaimana telah diterangkan secara panjang lebar oleh para ulama dalam
kitab-kitab tafsir mereka.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa
shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Hidayatul Insan bitafsiril Qur’an (Penulis),
Aqidatut Tauhid (Dr. Shalih Al Fauzan), Maktabah Syamilah
versi 3.45, dll.
[i] Syaikh
Shalih Al Fauzan hafizhahullah berkata, “Jahiliyah adalah keadaan bangsa
Arab sebelum Islam, berupa jahil atau tidak mengenal Allah dan Rasul-Nya, jahil
terhadap syariat Islam, berbangga dengan nasab, bersikap sombong dan
sewenang-wenang, dan sebagainya yang dinisbatkan kepada kejahilan atau tidak
ada ilmu, atau tidak mengikuti ilmu.”
Ia juga berkata, “Singkatnya,
bahwa jahiliyah itu nisbat kepada jahil, yakni tidak ada ilmu. Ia terbagi dua:
a.
Jahiliyah ammah
(umum), yaitu keadaan sebelum diutusnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam, dan telah hilang setelah ditusnya Beliau.
b.
Jahiliyah khashshah
(khusus), yaitu yang menimpa sebagian negara atau sebagian orang. Hal ini
senantiasa ada. Dari sini diketahui kelirunya orang yang menyatakan secara umum
bahwa zaman ini zaman jahiliyah, seperti mengatakan, “Jahiliyah abad ini” atau “Jahiliyah
abad 20” dsb. Yang benar adalah mengatakan “Jahiliyah sebagian orang di abad
ini” atau “Kahiliyah sebagian besar orang di abad ini”. Adapun menyatakan
secara umum atau merata, maka tidak benar dan tidak boleh, karena setelah
diutusnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam jahiliyah secara umum
(merata) sudah hilang. (Aqidatut Tauhid hal. 90)
0 komentar:
Posting Komentar