بسم
الله الرحمن الرحيم
Adab Berhias dan Berpakaian
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut
pembahasan tentang adab berhias dan berpakaian, semoga Allah menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pengantar
Dahulu,
sebelum kedatangan Islam, orang-orang Arab berthawaf di sekitar Ka’bah dalam
keadaan telanjang, dimana maksud mereka melakukannya adalah untuk melepas semua
pakaian yang mereka gunakan untuk maksiat kepada Allah Ta’ala, maka setelah
datang Islam perbuatan demikian dihapus, dan diganti dengan pandangan Islami,
bahwa yang terpenting adalah kebersihan hati dan berhias diri dengan pakaian
yang menutupi aurat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا
بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Wahai
anak Adam! Pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid.” (QS. Al A’raaf:
31)
Seorang
muslim memahami, bahwa pakaian merupakan salah satu nikmat di antara
nikmat-nikmat Allah Azza wa Jalla kepada hamba-hamba-Nya, dimana dengan pakaian
mereka dapat menutup aurat mereka, dan dengannya pula mereka dapat memelihara
diri mereka dari panas dan dingin. Allah Ta’ala berfirman,
يَا
بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا
وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ
يَذَّكَّرُونَ
“Wahai
anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu
dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.
Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah agar mereka
selalu ingat.”
(QS. Al A’raaf: 31)
وَجَعَلَ
لَكُمْ سَرَابِيلَ تَقِيكُمُ الْحَرَّ
“Dan
Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas.” (QS. An Nahl: 81)
Ayat
di atas menerangkan kepada kita tentang tujuan berpakaian, yaitu untuk menutupi
aurat kita dan untuk menjaga diri kita dari panas dan dingin. Demikian pula
menerangkan, bahwa sebaik-baik yang digunakan untuk menutupi diri adalah takwa,
karena takwa dapat menjaga diri seseorang dari azab Allah dan kemurkaan-Nya,
sebagaimana pakaian dapat menjaga diri dari panas dan dingin.
Adab
Berhias dan Berpakaian
Sebagai
tanda syukur atas nikmat yang besar ini, maka seorang muslim memperhatikan
adab-adab Islami ketika berpakaian, yaitu sebagai berikut:
1.
Menutupi aurat
Aurat laki-laki adalah dari pusar
sampai lutut. Akan tetapi, ketika shalat, ia wajib pula menutupi pundaknya di
samping tertutup auratnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ
يُصَلِّي أَحَدُكُمْ فِي الثَّوْبِ الوَاحِدِ لَيْسَ عَلَى عَاتِقَيْهِ شَيْءٌ
“Janganlah salah seorang di antara
kamu shalat mengenakan satu kain, dimana pundaknya tidak ditutupi sesuatu.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Sedangkan aurat wanita adalah
seluruh tubuhnya selain muka dan telapak tangan. Allah Subhaanahu wa Ta'aala
berfirman,
وَلَا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak
daripadanya.” (Terj.
QS. An Nuur: 31)
Ibnu Abbas berkata, "Yaitu mukanya,
kedua telapak tangannya, dan cincin.”
Jika
ditutup mukanya (seperti memakai cadar) dan tangannya maka lebih utama. Ibnu
Khuwaiz Mandad berkata, “Wanita itu jika cantik dan dikhawatirkan timbul fitnah
dari muka dan telapak tangannya hendaknya menutupnya, dan jika wanita itu sudah
tua atau tidak cantik maka tidak mengapa membuka wajah dan telapak tangannya.”
2.
Wajibnya memakai jilbab bagi wanita
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ
عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ
آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ
Katakanlah
kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga
kehormatannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka…dst.” (QS. An Nuur: 31)
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ
يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا
يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Wahai
Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri
orang beriman, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal, karena
itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzaab:
59)
Jilbab
adalah baju kurung yang lebar yang dapat menutup kepala, leher, dan dada.
Dalam
memakai jilbab tidak dibenarkan memakai pakaian yang sempit atau ketat, tipis,
membentuk lekuk tubuh, tembus pandang, menyerupai laki-laki, dan diberi
wewangian.
3.
Tidak berbangga dan sombong dengan pakaian yang dipakainya.
Hal
itu, karena Allah tidak meyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri
(Lihat QS. Luqman: 18 dan Al Hadid: 23).
Akan
tetapi, tidaklah termasuk sombong, apabila seseorang senang berpenampilan
indah.
Dari Abdullah bin Mas'ud
dari Nabi shallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
«لَا يَدْخُلُ
الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ»
"Tidak masuk surga
orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan meskipun sebesar debu."
Kemudian ada seorang
yang berkata, "Sesungguhnya seseorang suka jika pakaiannya indah dan
sandalnya bagus," maka Beliau bersabda,
«إِنَّ اللهَ
جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ»
"Sesungguhnya Allah
indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan
manusia." (HR. Muslim)
4.
Berdoa ketika mengenakan pakaian
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
أَكَلَ طَعَامًا ثُمَّ قَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا
الطَّعَامَ، وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ، غُفِرَ
لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ قَالَ: وَمَنْ لَبِسَ ثَوْبًا فَقَالَ: الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي كَسَانِي هَذَا الثَّوْبَ وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ
مِنِّي، وَلَا قُوَّةٍ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang
siapa yang memakan suatu makanan, kemudian mengucapkan, “Alhamdulillahilladziy
ath’amaniy haadzaath tha’aam…sampai walaa quwwah,” (artinya: segala
puji bagi Allah yang memberiku makanan ini dan mengaruniakan kepadaku makanan
ini tanpa susah payah dariku), maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
Dan barang siapa yang memakai sebuah pakaian, kemudian mengucapkan, “Alhamdulillahilladziy
kasaanii haadzats tsauba…sampai walaa quwwah,” (artinya: segala puji
bagi Allah yang memberiku pakaian ini dan mengaruniakan kepadaku pakaian ini
tanpa susah payah dariku), maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
(HR. Abu Dawud, dan dinyatakan hasan oleh Al Albani, tanpa tambahan “wamaa
ta’akhkhar” (artinya: maupun dosanya yang akan datang.”)
5.
Berdoa ketika mengenakan pakaian baru
عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: إِذَا اسْتَجَدَّ ثَوْبًا سَمَّاهُ بِاسْمِهِ إِمَّا قَمِيصًا، أَوْ
عِمَامَةً ثُمَّ يَقُولُ: «اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ كَسَوْتَنِيهِ
أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَخَيْرِ مَا صُنِعَ لَهُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ،
وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ» قَالَ أَبُو نَضْرَةَ: " فَكَانَ أَصْحَابُ
النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلم إِذَا لَبِسَ أَحَدُهُمْ ثَوْبًا جَدِيدًا قِيلَ
لَهُ: تُبْلَى وَيُخْلِفُ اللَّهُ تَعَالَى "
Dari
Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika memakai baju baru, maka Beliau menandainya dengan
namanya[i],
baik berupa gamis maupun sorban, selanjutnya Beliau mengucapkan, “Allahumma…sampai
maa shuni’a lahu.” (artinya: Ya Allah, segala puji bagi-Mu. Engkaulah yang
memberikan pakaian ini kepadaku, maka aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan
kebaikan yang ditimbulkannya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya
dan keburukan yang ditimbulkannya). Abu Nadhrah berkata, “Para sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ada yang mengenakan pakaian baru, maka didoakan
kepadanya, “Tublaa wa yukhlifullahu Ta’ala,” (artinya: semoga bajunya
awet hingga usang, dan semoga Allah Ta’ala menggantinya).” (HR. Abu Dawud, dan
dishahihkan oleh Al Albani)
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى عَلَى عُمَرَ قَمِيصًا
أَبْيَضَ فَقَالَ ثَوْبُكَ هَذَا غَسِيلٌ أَمْ جَدِيدٌ قَالَ لَا بَلْ غَسِيلٌ
قَالَ الْبَسْ جَدِيدًا وَعِشْ
حَمِيدًا وَمُتْ شَهِيدًا
Dari
Ibnu Umar radhiyllahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah melihat Umar memakai gamis yang putih, lalu Beliau bertanya, “Bajumu ini
baru dicuci atau baru?” Umar menjawab, “Baru dicuci.” Beliau bersabda, “Ilbas
jadidan…sampai wa mut syahida.” (artinya: Pakailah baju baru,
hiduplah secara terhormat, dan matilah sebagai syahid).” (HR. Ibnu Majah,
Ahmad, dan Ibnus Sunniy, dishahihkan oleh Al Albani)
6.
Mengucapkan basmalah (Bismillah) ketika melepas pakaian
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سَتْرُ
مَا بَيْنَ أَعْيُنِ اْلِجنِّ وَ عَوْرَاتِ بَنِي آدَمَ إِذَا وَضَعَ أَحَدُهُمْ ثَوْبَهُ
أَنْ يَقُوْلَ : بِسْمِ اللهِ
“Penutup
mata jin dari melihat aurat anak cucu Adam adalah ketika salah seorang di
antara mereka saat melepas pakaiannya mengucapkan, “Bismillah,” (HR.
Thabrani dalam Al Awsath, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul
Jami no. 3610)
7.
Mendahulukan bagian yang kanan ketika memakai dan mendahulukan bagian yang kiri
ketika melepas
Aisyah
radhiyallahu ‘anha berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senang
mendahulukan bagian kanan ketika memakai sandal, menyisir, bersuci, dan dalam
semua urusannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
8.
Tidak melabuhkan kain sampai melewati mata kaki (isbal) bagi laki-laki.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا
أَسْفَلَ مِنَ الكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِي النَّارِ
“Kain
yang berada di bawah mata kaki adalah di neraka.” (HR. Bukhari)
9.
Tidak mengenakan pakaian lawan jenis.
Oleh
karena itu, tidak boleh bagi laki-laki mengenakan pakaian wanita, demikian pula
wanita mengenakan pakaian laki-laki.
Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,
«لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ، وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ
لِبْسَةَ الرَّجُلِ»
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki memakai pakaian wanita, dan
wanita memakai pakaian laki-laki.” (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al
Albani)
10.
Tidak boleh bagi laki-laki memakai pakaian sutera dan memakai perhiasan emas.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«حُرِّمَ لِبَاسُ الحَرِيرِ وَالذَّهَبِ عَلَى
ذُكُورِ أُمَّتِي وَأُحِلَّ لِإِنَاثِهِمْ»
“Diharamkan
memakai pakaian sutera dan emas bagi laki-laki umatku, dan dihalalkan bagi
wanitanya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Musa Al Asy’ariy, dishahihkan oleh
Al Albani)
Imam
Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat cincin emas di jari
seseorang, maka Beliau melepas dan membuangnya sambil bersabda,
يَعْمِدُ
أَحَدُكُمْ إِلَى جَمْرَةٍ مِنْ نَارٍ فَيَجْعَلُهَا فِي يَدِهِ
“Salah
seorang di antara kalian sengaja mengambil bara api dan meletakkannya di
tangannya.”
Lalu
ada yang berkata kepada orang itu setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pergi, “Ambillah cincinmu itu dan manfaatkanlah.” Maka orang itu
berkata, “Tidak demi Allah, aku tidak akan mengambilnya, padahal Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membuangnya.” (HR. Muslim)
11.
Dianjurkan mengenakan pakaian berwarna putih
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اِلْبَسُوا
مِنْ ثِيَابِكُمُ البَيَاضَ، فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ، وَكَفِّنُوا
فِيهَا مَوْتَاكُمْ
“Pakailah
pakaianmu yang berwarna putih, karena itu pakaianmu yang terbaik, dan
kafankanlah orang-orang yang wafat di antara kamu dengannya.” (HR. Abu Dawud,
Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)
12.
Memakai pakaian yang indah pada hari Jum’at dan pada hari raya
Dari
Abu Sa’id dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasululllah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَبِسَ
مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِ، وَمَسَّ مِنْ طِيبٍ إِنْ كَانَ عِنْدَهُ، ثُمَّ أَتَى
الْجُمُعَةَ فَلَمْ يَتَخَطَّ أَعْنَاقَ النَّاسِ، ثُمَّ صَلَّى مَا كَتَبَ
اللَّهُ لَهُ، ثُمَّ أَنْصَتَ إِذَا خَرَجَ إِمَامُهُ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ
صَلَاتِهِ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ جُمُعَتِهِ الَّتِي
قَبْلَهَا»
“Barang
siapa yang mandi pada hari Jum’at, memakai pakaian yang indah, memakai
wewangian jika ada padanya, lalu datang untuk shaat Jum’at, dan tidak melangkahi
leher manusia, kemudian shalat sesuai yang Allah tetapkan baginya, kemudian
diam ketika imam datang hingga shalat selesai ditunaikan, maka hal itu akan
menjadi penghapus dosa di antara hari Jum’at itu dengan hari Jum’at
sebelumnya.” Abu Hurairah menambahkan, “Ditambah tiga hari.” (HR. Abu Dawud,
dan dihasankan oleh Al Albani)
Al
Hasan radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan kami dalam dua hari raya agar kami memakai pakaian yang paling
baik yang bisa kami peroleh, memakai wewangian yang kami dapatkan, dan
berkurban dengan hewan berharga yang dapat kami lakukan.” (HR. Hakim)
13.
Tidak melakukan isytimalush shama
Isytimalush
shama adalah
seseorang menyelimuti dirinya dengan kain tanpa menyisakan tempat keluar bagi
tangannya, demikian menurut mayoritas Ahli Bahasa. Namun menurut para Ahli Fiqh,
bahwa isytimalush shama adalah menyelimuti badan dengan satu kain, lalu
mengangkatnya dari salah satu pinggirnya dan meletakkan di salah satu
pundaknya. Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah Shahih Muslim (14/76)
menjelaskan, bahwa isytimalush shama seperti yang diterangkan para Ahli Bahasa
hukumnya makruh agar jangan sampai ketika seseorang butuh menyingkirkan
serangga atau lainnya, dirinya kesulitan menyingkirkannya dengan tangan,
sehingga terkena bahayanya. Sedangkan jika isytimalush shama mengikuti
penjelasan Ahli Fiqh, maka hukumnya haram jika sebagian aurat terlihat, jika
tidak maka hukumnya makruh.
عَنْ جَابِرٍ، «أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يَأْكُلَ الرَّجُلُ بِشِمَالِهِ، أَوْ يَمْشِيَ فِي نَعْلٍ
وَاحِدَةٍ، وَأَنْ يَشْتَمِلَ الصَّمَّاءَ، وَأَنْ يَحْتَبِيَ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ كَاشِفًا
عَنْ فَرْجِهِ»
Dari
Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang
seseorang makan dengan tangan kirinya, berjalan dengan satu sandal, melakukan isytimaslush
shama, dan seseorang melakukan ihtiba (duduk di atas kedua pinggulnya
dengan mengangkat kedua betisnya, lalu menutupinya dengan kain) sedangkan
farjinya terlihat.” (HR. Muslim)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«لَا تَمْشِ فِي نَعْلٍ
وَاحِدٍ، وَلَا تَحْتَبِ فِي إِزَارٍ وَاحِدٍ، وَلَا تَأْكُلْ بِشِمَالِكَ، وَلَا
تَشْتَمِلِ الصَّمَّاءَ، وَلَا تَضَعْ إِحْدَى رِجْلَيْكَ عَلَى الْأُخْرَى إِذَا
اسْتَلْقَيْتَ»
“Janganlah
engkau berjalan dengan satu sandal, melakukan ihtiba dengan sebuah kain, makan
dengan tangan kiri, melakukan isytimalush shama, dan jangan engkau
meletakkan salah satu kaki di atas kaki yang lain ketika tidur terlentang[ii].”
(HR. Muslim)
14.
Tidak memakai pakaian yang bergambar makhuk bernyawa, salib, dan
tulisan-tulisan yang tidak mencerminkan akhlak yang mulia.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا
يَوْمَ القِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ
“Manusia yang paling pedih azabnya pada hari
Kiamat adalah orang-orang yang membuat penyerupaan dengan ciptaan Allah.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
juga bersabda:
« وَالَّذِى نَفْسِى
بِيَدِهِ لَيُوشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَماً مُقْسِطاً
فَيَكْسِرَ الصَّلِيبَ ، وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ ، وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ ،
وَيَفِيضَ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ » .
“Demi Allah yang diriku di Tangan-Nya, pasti akan turun kepada
kalian putera Maryam (Isa) sebagai hakim yang adil, ia akan mematahkan salib,
membunuh babi, meniadakan pajak dan harta akan melimpah ruah sehingga tidak ada
seorang pun yang mau menerima.” (HR. Bukhari)
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa
‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan
bin Musa
Maraji’: http://islam.aljayyash.net
, Maktabah Syamilah versi 3.45,
Hishnul Muslim (Dr. Sa’id Al Qahthani), Aunul Ma’bud
Syarh Sunan Abi Dawud (M. Asyraf Al Azhim Abadi) Modul
Pembinaan Akhlak (Bintang Pelajar), Minhajul Muslim (Abu
Bakar Al Jazairiy), Mausu’ah Ruwathil Hadits dan Mausu’ah
Haditsiyyah Mushaghgharah (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur’ani was Sunnah),
dll.
[i] Maksudnya
mengucapkan, “Allah memberikan kepadaku gamis atau sorban ini,” atau
mengucapkan, “Ini adalah gamis atau ini adalah sorban.” (Aunul Ma’bud
11/43).
[ii] Larangan ini
tertuju jika menaruh kaki yang satu di atas kaki yang lain mengakibatkan aurat
terlihat, jika tidak terlihat maka tidak mengapa, karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah tidur terlentang di masjid dengan meletakkan kaki yang
satu di atas kaki yang lain (sebagaimana dalam Shahih Muslim no. 2100).
0 komentar:
Posting Komentar