بسم الله الرحمن الرحيم
Khutbah
Jum'at
Bulan
Rajab Dalam Sorotan
Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I
Khutbah I
إنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ
بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ
اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ
وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ
اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا --يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فقَدْ فَازَ فوْزًا عَظِيمًا.
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ
اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاثُهَا وَكُلَّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Ma'asyiral
muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah
Pertama-tama kita panjatkan puja dan puji syukur kepada
Allah Subhaanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kepada kita berbagai nikmat,
terutama nikmat Islam dan nikmat taufiq sehingga kita dapat melangkahkan kaki
kita menuju rumah-Nya melaksanakan salah satu perintah-Nya yaitu shalat Jumat
berjamaah.
Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya, para sahabatnya dan
orang-orang yang mengikuti Sunnahnya hingga hari Kiamat.
Khatib berwasiat baik kepada diri khatib sendiri maupun
kepada para jamaah sekalian; marilah kita tingkatkan terus takwa kita kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Takwa dalam arti melaksanakan perintah-perintah
Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, karena orang-orang yang bertakwalah
yang akan memperoleh kebahagiaan di dunia di di akhirat.
Ma'asyiral
muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah
Saat
ini kita telah berada di bulan Rajab. Bulan Rajab termasuk di antara empat bulan
haram, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللهُ
السَّموَاتِ وَاْلأَرْضِ، السَّنَةُ
اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو
الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى
وَشَعْبَانَ .
"Sesungguhnya
zaman itu beredar seperti biasanya sejak Allah menciptakan langit dan bumi,
setahun ada dua belas bulan, di antaranya ada empat bulan haram, tiga berurutan
yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Muharram. Sedangkan Rajab Mudhar pertengahan
antara Jumada (Tsaniyah) dan Sya'ban." (Hr. Bukhari-Muslim)
Disebut
bulan Rajab dengan Rajab Mudhar oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
adalah karena di antara sekian kabilah bangsa Arab, kabilah Mudhar-lah yang
sangat memuliakannya.
Para
ulama berbeda pendapat tentang mengapa empat bulan itu dinamakan bulan haram. Ada
yang mengatakan, "Karena tingginya kemuliaan bulan itu dan sangat haramnya
melakukan dosa di bulan-bulan itu",
Ibnu
Abi Thalhah meriwayatkan –dari Ibnu Abbas-, ia berkata, "Allah
mengkhususkan empat bulan dan menjadikannya haram (terpelihara) serta
meninggikan kemuliaannya, menjadikan berbuat dosa di bulan-bulan itu lebih
besar dosanya dan menjadikan amal saleh (di bulan-bulan itu) lebih besar
pahalanya."
Di
antara ulama ada juga yang mengatakan, bahwa dinamakan sebagai bulan haram,
karena haramnya melakukan peperangan di bulan-bulan itu.
Adapun
mengapa bulan ini disebut "Rajab" menurut Ibnu Rajab adalah karena
bulan itu "Yurjab", yakni dimuliakan, dikatakan "Rajaba fulaanun
maulaah" yakni 'azh-zhamah' (si fulan memuliakan tuannya). Ada juga yang
mengatakan bahwa hal itu karena para malaikat memuliakan dengan bertasbih dan
bertahmid di bulan itu, namun hadits tentang hal ini palsu.
Ma'asyiral muslimin sidang shalat
Jum'at rahimakumullah
Dahulu
kaum Jahiliah memuliakan bulan Rajab, terlebih kabilah Mudhar, oleh karena itu
dalam hadits di atas disebutkan "Wa Rajab mudhara…dst"
Ibnul
Atsir dalam An Nihayah berkata, "Diidhafatkan (dihubungkan) kata-kata
Rajab dengan Mudhar, karena mereka (kabilah Mudhar) memuliakannya berbeda
dengan lainnya.”
Di
antara bentuk penghormatan mereka terhadap bulan itu adalah dengan mengharamkan
perang di bulan itu, sampai-sampai mereka menamakan perang yang terjadi di
bulan itu dengan nama "Harbul Fajaar"
(perang pelanggaran).
Mereka
juga melakukan penyembelihan di bulan itu dengan nama "Al 'Atiirah",
berupa kambing yang mereka sembelih untuk berhala mereka lalu darah tersebut
dituangkan ke kepalanya. Kemudian Islam datang membatalkan perbuatan itu
sebagaimana dalam hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim,
لَا فَرَعَ وَلَا عَتِيْرَةَ
"Tidak
ada lagi fara' (penyembelihan kepada berhala) dan 'Atiirah."
Ma'asyiral muslimin sidang shalat
Jum'at rahimakumullah
Sebagaian
kaum salaf berkata, "Bulan Rajab adalah bulan menanam, Sya'ban adalah
bulan menyiram tanaman, sedangkan bulan Ramadhan adalah bulan memetik
hasilnya."
Dalam
sebuah doa yang disandarkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
padahal bukan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (dha'if)
disebutkan,
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا
رَمَضَانَ
"Ya
Allah, berikanlah keberkahan kepada kami pada bulan Rajab dan Sya'ban serta
sampaikanlah kami hingga bulan Ramadhan."
Untuk
lebih rincinya mari kita bedah hal-hal yang berkaitan dengan bulan Rajab.
?
Keutamaan bulan Rajab
Ibnu
Hajar rahimahullah pernah berkata, "Tidak ada hadits shahih yang
bisa dijadikan hujjah tentang keutamaan bulan Rajab, maupun berpuasa di bulan
itu dan hari-harinya, demikian juga tidak ada (keutamaan) melakukan qiyamul
lail khusus di bulan itu…dst.” (Tabyiinul 'ajab fiimaa warada fii fadhli
Rajab hal. 9)
Ia
juga mengatakan di kitab yang sama hal. 8, "Adapun hadits-hadits tegas
yang datang tentang keutamaan Rajab ataupun keutamaan berpuasa di bulan itu dan
hari-harinya dapat disimpulkan menjadi dua bagian; bisa dha'if, bisa juga
maudhu' (palsu)…dst."
Demikian
juga tentang Umrah di bulan Rajab, sama sekali tidak ada asal-usulnya tentang
keistimewaan umrah di bulan ini, bahkan yang ada keterangannya adalah berumrah
di bulan Ramadhan sebagaimana dalam hadits yang shahih,
عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً
"Berumrah
di bulan Ramadhan itu seperti hajji."
Abu
Bakar ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya (no. 9758) meriwayatkan dengan
sanad yang shahih dari Kharasyah bin Hur ia berkata, “Aku melihat Umar memukul
telapak tangan manusia pada bulan Rajab sehingga mereka meletakkan tangannya di
mangkuk besar, lalu Umar berkata, “Makanlah, karena Rajab hanyalah bulan yang
dimuliakan oleh kaum Jahiliyah.”
Dalam
riwayat Thabrani dalam Al Awsath (no. 7636) disebutkan, bahwa Kharasyah
bin Hur berkata, “Aku melihat Umar bin Kahththab memukul tangan manusia yang
berpuasa pada bulan Rajab sehingga mereka terpaksa meletakkan tangannya pada
makanan, lalu Umar berkata, “Apa itu Rajab? Rajab adalah bulan yang dimuliakan
kaum Jahiliyyah. Setelah Islam datang, maka ditinggalkan.”
Dalam
Al Mushannaf karya Ibnu Abi Syaibah (no. 9761) dengan sanad yang shahih
juga disebutkan, “Dari Ashim bin Muhammad, dari ayahnya ia berkata, “Ibnu Umar
saat melihat orang-orang mempersiapkan diri untuk menyambut bulan Rajab, maka
ia membencinya.”
Sedangkan
dalam Mushannaf Abdurrazzaq (no. 7854) dengan sanad yang shahih juga dari Ibnu
Juraij, dari Atha ia berkata, “Ibnu Abbas melarang berpuasa Rajab agar hal itu
tidak dijadikan sebagai perayaan.”
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Adapun puasa Rajab secara lebih khusus, maka
hadits-haditsnya; semuanya dhaif bahkan maudhu (palsu), dimana Ahli Ilmu sama
sekali tidak bersandar kepadanya, dan kedhaifannya tidak termasuk ke dalam
golongan dhaif yang masih bisa diriwayatkan dalam Fadhailul a’mal, bahkan pada
umumnya adalah palsu yang dibuat secara dusta.” (Al Majmu 25/290)
Ibnu
Taimiyah melanjutkan kata-katanya, “Suatu ketika Abu Bakar Ash Shidiq
radhiyallahu anhu melihat keluarganya membeli beberapa cangkir untuk air dan
bersiap-siap puasa, maka ia berkata, “Apa ini?” Mereka menjawab, “Menyambut
Rajab.” Abu Bakar berkata, “Apakah kalian ingin menyamakannya dengan bulan
Ramadhan?" Lalu ia memecahkan cangkir itu.”
?
Shalat Raghaa'ib
Memang
ada hadits yang menjelaskan tentang sifat shalat Raghaa'ib dan keutamaannya
seperti yang disebutkan dalam kitab Ihyaa' Uluumiddiin karya Al
Ghazaaliy rahimahullah 1/202 berikut:
عن أنس عن النبي -صلى الله عليه وسلم- أنه قال: "ما من أحد يصوم
يوم الخميس (أول خميس من رجب) ثم يصلي فيما بين العشاء والعتمة يعني ليلة الجمعة
اثنتي عشرة ركعة ، يقرأ في كل ركعة بفاتحة الكتاب مرة و((إنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي
لَيْلَةِ القَدْرِ)) ثلاث مرات، و((قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ)) اثنتي عشرة مرة ،
يفصل بين كل ركعتين بتسليمة ، فإذا فرغ من صلاته صلى عليّ سبعين، فيقول في سجوده
سبعين مرة: (سبوح قدوس رب الملائكة والروح) ، ثم يرفع رأسه ويقول سبعين مرة: رب
اغفر وارحم وتجاوز عما تعلم ، إنك أنت العزيز الأعظم ، ثم يسجد الثانية فيقول مثل
ما قال في السجدة الأولى ، ثم يسأل الله (تعالى) حاجته ، فإنها تقضى".. قال
رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: "والذي نفسي بيده ، ما من عبد ولا أَمَة صلى
هذه الصلاة إلا غفر الله له جميع ذنوبه ، ولو كانت مثل زبد البحر ، وعدد الرمل ، ووزن
الجبال ، وورق الأشجار ، ويشفع يوم القيامة في سبعمئة من أهل بيته ممن قد استوجب
النار
Dari
Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda,
"Tidak ada seorang pun yang berpuasa pada hari Kamis (Kamis pertama bulan
Rajab), kemudian melakukan shalat antara setelah Isya dengan permulaan malam
yakni pada malam Jumat sebanyak 12 rakaat, dimana pada setiap rakaat dibacanya
Al Fatihah sekali, Innaa anzalnaahu fii lailatil qadr 3 kali, Qulhuwallahu
ahad 12 kali, setiap antara dua rakaat dipisah dengan salam, setelah
selesai shalat bershalawat kepadaku 70 kali, ketika sujudnya mengucapkan "Suubuhun
qudduusun Rabbul malaaikati war ruuh" 70 kali, lalu mengangkat
kepalanya dan membaca sebanyak 70 kali "Rabbighfir warham, wa tajaawaz
'ammaa ta'lam, innaka antal 'aziizul a'zham", kemudian sujud kedua dan
mengucapkan seperti di sujud pertama. Setelah itu, ia meminta kepada Allah
Ta'ala hajatnya, maka akan ditunaikan…Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
melanjutkan (sabdanya), "Demi Allah, yang diriku di tangan-Nya, tidaklah
seorang hamba laki-laki maupun wanita melakukan shalat ini sekali saja kecuali
Allah akan mengampuni semua dosanya meskipun sebanyak buih di lautan, sebanyak
jumlah pasir, seberat gunung, sebanyak daun di pohon dan akan diberikan syafaat
untuk 700 orang keluarganya yang seharusnya masuk neraka."
Namun
hadits ini menurut para ulama adalah hadits yang maudhu' (palsu).
Ibnun
Nuhaas mengatakan, "Perbuatan itu adalah bid'ah, hadits yang menyebutkan
tentang hal itu palsu dengan kesepakatan ahli hadits." (Tanbiihul
Ghaafiliin hal. 496)
Di
antara ulama lain yang menjelaskan kepalsuan hadits di atas adalah Ibnul Jauziy
dalam Al Maudhuu'aat, Al Haafizh Abul Khaththab dan Abu Syaamah (lihat
kitab Al Baa'its 'alaa inkaaril bida' wal hawaadits).
Demikian
juga Ibnul Haaj dalam Al Madkhal (1/211), juga Ibnu Rajab dan para ulama
lainnya.
Oleh
karena itu Imam Nawawi berkata, "Perbuatan itu adalah bid'ah yang buruk,
perlu diingkari dengan keras, isinya mengandung banyak kemungkaran, sudah tentu
harus ditinggalkan dan dijauhi serta mengingkari pelakunya." (Fatawa Al
Imam An Nawawiy hal. 57)
Pencantuman
hadits tersebut di kitab Ihyaa' Uluumiddin, karena Imam Al Ghazaali -rahimanillah
wa iyyah- memang mengakui bahwa dirinya tidak ahli dalam masalah hadits, ia
sendiri berkata,
اَنَا
مُزْجَى اْلبِضَاعَةِ فِيْ عِلْمِ الْحَدِيْثِ
"Perbendaharaan
saya dalam ilmu hadits sangat kurang."
Demikian
juga tidak ada dasarnya shalat "Alfiyyah" yang dilakukan pada hari
pertama bulan Rajab dan pada pertengahan bulan Sya'ban. Termasuk juga shalat
"Ummu Daawud" yang dilakukan pada pertengahan Rajab, ini semua adalah
diada-adakan, sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ اَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌ
"Barang
siapa yang mengerajakan amalan yang tidak kami perintahkan, maka amalan itu
tertolak." (HR. Muslim)
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ
Khutbah II
الْحَمْدُ
للهِ عَظِيْمِ الْإِحْسَانِ ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْإِمْتِنَانِ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَتْبَاعِهِ وَجُنْدِهِ
أَمَّا بَعْدُ:
Ma'asyiral muslimin sidang shalat
Jum'at rahimakumullah
Termasuk
mukjizat besar Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah
diperjalankan Beliau oleh Allah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha kemudian
dinaikkan ke langit, namun tidak ada riwayat yang shahih bahwa peristiwa ini
terjadi pada tanggal 27 bulan Rajab. Ibnu Hajar menukil dari Ibnu Dihyah, bahwa
sebagian tukang cerita menyebutkan bahwa kejadian Israa' itu pada bulan
Rajab", lalu ia (Ibnu Hajar) mengomentari dengan mengatakan, "Itu
adalah dusta." (Tabyiinul 'Ajab hal.6)
Ibnu
Rajab berkata, "Diriwayatkan pernyataan itu dengan isnad yang tidak shahih
dari Al Qaasim bin Muhammad bahwa Isra'nya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
pada tanggal 27 Rajab, namun hal itu diingkari oleh Ibrahim Al Harbiy dan
lainnya." (Zaadul Ma'aad karya Ibnul Qayyim 1/275)
Kalau
pun diketahui kapan terjadinya, namun tetap tidak disyariatkan memperingatinya,
karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, para sahabat dan para tabi'in
tidak memperingatinya.
Ma'asyiral muslimin sidang shalat
Jum'at rahimakumullah
Selanjutnya,
adakah peristiwa besar di bulan Rajab?
Ibnu
Rajab rahimahullah berkata, "Ada riwayat bahwa di bulan Rajab ada
peristiwa-peristiwa besar, namun sama sekali tidak shahih, ada (juga) riwayat
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lahir di malam pertamanya, Beliau
diutus pada malam ke-27-nya atau 25-nya, namun semua itu tidak ada yang shahih…dst."
(Lathaa'iful Ma'aarif hal. 233)
Ma'asyiral muslimin sidang shalat
Jum'at rahimakumullah
Ibnu
Mas’ud radhiyallahu anhu berkata,
اِتَّبِعُوْا
وَلاَ تَبْتَدِعُوْا فَقَدْ كُفِيْتُمْ , كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Ikutilah
(Sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam) dan jangan mengada-ada, karena
kalian sudah dicukupi. Setiap bid’ah adalah sesat.” (Diriwayatkan oleh Waki
dalam Az Zuhd 1/357, dan Ahmad dalam Az Zuhd hal. 162. Haitsami dalam Majmauz
Zawaid (1/181) berkata, “Para perawinya adalah perawi kitab shahih.”)
Sufyan
Ats Tsauriy pernah mengatakan,
كَانَ اْلفُقَهَاءُ يَقُوْلُوْنَ: لاَ يَسْتَقِيْمُ قَوْلٌ إِلاَّ
بِعَمَلٍ ، وَلاَ يَسْتَقِيْمُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ إِلاَّ بِنِيَّةٍ ، وَلاَ
يَسْتَقِيْمُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ وَنِيَّةٌ إِلاَّ بِمُوَافَقَةِ السُّنَّةِ
“Dahulu
kalangan para ahli fiqh berkata, "Ucapan itu tidak akan lurus tanpa amal,
ucapan dan amal pun tidak akan lurus tanpa niat, demikian juga ucapan, amal dan
niat tidak akan lurus tanpa sesuai dengan As Sunnah." (Al Ibaanah Al
Kubraa karya Ibnu Baththah 1/333)
Dengan
demikian, hendaknya amal yang kita lakukan didasari dalil yang shahih dari Nabi
kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam agar amal kita diterima.
Demikianlah
yang bisa khatib sampaikan, semoga bermanfaat. Kita meminta kepada Allah agar
Dia selalu membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya dan memberikan kita
taufiq untuk dapat menempuhnya, aamin.
اَللَّهُمَّ
صَلِّ
عَلَى
مُحَمَّدٍ
وَعَلَى
آلِ
مُحَمَّدٍ
كَمَا
صَلَّيْتَ
عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى
آلِ
إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ
حَمِيْدُ
مَجِيْدٌ،
اَللَّهُمَّ بَارِكْ
عَلَى
مُحَمَّدٍ
وَعَلَى
آلِ
مُحَمَّدٍ
كَمَا
بَارَكْتَ
عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى
آلِ
إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ
حَمِيْدُ
مَجِيْدٌ
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الْكُفْرَ
وَالْكَافِرِيْنِ، وَأَعْلِ رَايَةَ الْحَقِّ وَالدِّيْنِ، اَللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَنَا
وَالْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ بِعِزٍّ فَاجْعَلْ عِزَّ الْإِسْلاَمَ عَلَى يَدَيْهِ،
وَمَنْ أَرَادَنَا وَالْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ بِكَيْدٍ فَكِدْهُ يَا رَبَّ
الْعَالَمِيْنَ، وَرُدَّ كَيْدَهُ فِي نَحْرِهِ، وَاجْعَلْ تَدْبِيْرَهُ فِي تَدْمِيْرِهِ،
وَاجْعَلِ الدَّائِرَةَ تَدُوْرُ عَلَيْهِ، اَللَّهُمَّ اهْدِنَا وَاهْدِ بِنَا وَانْصُرْنَا
وَلاَ تَنْصُرْ عَلَيْنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيْنَا.
وَصلِّ اللَّهُمَّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى محمد وَعَلَى آلهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا.
0 komentar:
Posting Komentar