بسم الله الرحمن الرحيم
Tanya-Jawab
Seputar Zakat Mal
Segala puji
bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada
Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya
hingga hari kiamat, amma ba'd:
Berikut tanya-jawab seputar zakat mal yang
kami ambil dari https://baznas.go.id/kalkulatorzakat
lalu kami edit kembali dan kami berikan tambahan. Semoga Allah menjadikan
risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Tanya-Jawab Seputar Zakat Mal
1. Pertanyaan: Apakah syarat wajib
zakat maal ?
Jawab: 1.
Islam, 2. Merdeka, 3. Berakal dan baligh, 4. Hartanya memenuhi nisab (ukuran
wajib zakat).
2. Pertanyaan: Berapa nisab zakat
maal untuk harta baik tabungan atau perdagangan dan cara menghitungnya?
Jawab: Untuk
harta tabungan pribadi dan harta dagangan sebesar 85 gram emas atau setara
72.250.000 (asumsi harga emas Rp850.000). Tabungan = 2,5% x jumlah tabungan.
Harta dagangan = 2,5% x (Modal yang diputar
+ keuntungan + piutang yang dapat dicairkan - hutang - kerugian).
3. Pertanyaan: Apakah rumah atau mobil mewah wajib dihitung
sebagai harta yang dizakatkan?
Jawab: Hukum
asal rumah mewah dan mobil mewah yang tujuan kepemilikannya untuk dipakai tidak
terkena zakat. Namun jika seseorang yang memiliki harta itu bertujuan untuk
membisniskannya (jual beli untuk keuntungan) maka wajib dizakati setiap tahun.
4. Pertanyaan: Apakah rumah atau
properti lainnya yang disewakan wajib dizakati ?
Jawab: Rumah
maupun properti lainnya yang disewakan, tidak dizakati nilai fisiknya. Namun
yang dizakati adalah hasil sewanya. Dalam keputusan Majma’ Fiqh Islami tentang
zakat sewa tanah, properti yang disewakan, wajib dizakati nilainya; sewanya
saja dan bukan nilai fisiknya. (Qarar Majma’ al-Fiqhi al-Islami, muktamar
ke-11, Rajab 1409 H).
5. Pertanyaan: Bolehkah zakat mal diberikan
dalam bentuk selain uang seperti sembako?
Jawab: Zakat
Mal harus dalam bentuk asal harta tersebut atau nilainya, yaitu dalam bentuk
uang. Tidak boleh dirupakan dalam bentuk barang, makanan, pakaian, atau
selainnya. Jika terdapat fakir atau miskin yang memang tidak bermanfaat jika
diberi uang, misal karena dia gila, atau mengalami keterbelakangan mental,
sehingga jika diberi uang kurang bermanfaat baginya, atau malah menimbulkan
mafsadat, maka saat itu boleh diberikan benda yang paling dia butuhkan (Lihat fatwa
ulama seputar ini di bagian akhir risalah).
6. Pertanyaan: apa harus diucapkan
kalau ini dana zakat?
Jawab: Jika
kamu menyerahkan zakat kepada orang yang kamu yakini dia berhak menerima,
dengan niat zakat, maka ini menjadi zakat yang sah. Kami berharap semoga
diterima oleh Allah Ta’ala. Dan anda tidak harus memberitahukan kepada penerima
bahwa itu zakat. (Fatwa Lajnah Daimah, no. 11241)
Sekali lagi, ini berlaku jika penerima
adalah orang yang kita yakini sebagai pihak yang berhak menerimanya, seperti
fakir, miskin atau lainnya. Sementra jika ini dititipkan ke lembaga atau
yayasan penampung zakat, kita harus memberi tahu. Agar petugas bisa
menyalurkannya ke sasaran yang benar.
7. Pertanyaan: Siapa saja penerima
zakat?
Jawab: 1.Fakir adalah orang yang tidak punya apa-apa
atau punya sedikit kecukupan tetapi kurang dari setengahnya. 2.Miskin adalah orang
yang mendapatkan setengah kecukupan atau lebih tetapi tidak memadai. 3. Amil
(pengurus zakat). 4. Muallaf (orang-orang yang dibujuk hatinya seperti baru
masuk Islam). 5. Fir Riqab (untuk membantu memerdekakan hamba sahaya). 6.
Gharimin (orang-orang yang memiliki utang di jalan Allah dan tidak sanggup
membayarnya). Fi sabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah). 8. Ibnu sabil
(Orang yang dalam perjalanan karena Allah yang tidak memiliki biaya untuk
kembali ke tanah airnya). Lihat Qs. At Taubah: 60.
8. Pertanyaan: Bagaimana zakat maal
yang dibagikan langsung ke anak-anak SMP dhuafa berupa uang tanpa melalui orang
tuanya ?
Jawab: Jika
memang anak SMP telah mumayyiz dan
termasuk dalam golongan yang berhak menerima zakat maka dibolehkan.
9. Pertanyaan: Apabila kita membayar
zakat melalui panti asuhan yatim piatu apakah itu sah secara hukum Islam?
Jawab: Pada dasarnya, anak yatim tidak
termasuk orang yang berhak menerima zakat. Akan tetapi apabila anak yatim itu
tidak mampu maka ia berhak menerima zakat. Jadi, yang menjadikan seorang anak
yatim bisa menerima zakat bukan karena statusnya sebagai yatim, tapi sebagai
orang yang tidak mampu.
10. Pertanyaan: Apakah boleh
seseorang menyalurkan zakat untuk orang tuanya, istri, anak, atau cucunya?
Jawab: Tidak boleh bagi seorang muslim mengeluarkan
zakat untuk kedua orang tua kandung sampai ke atas (kakek dan nenek kandung)
dan juga tidak boleh pula untuk anak-anaknya sampai ke bawah (cucu kandung).
Bahkan kewajiban dia adalah memberi nafkah untuk mereka dari hartanya jika
mereka butuh dan ia mampu untuk memberi nafkah. (Fatawa Al Mar-ah Al
Muslimah, terbitan Darul Haytsam, cetakan pertama, 1423 H, hal. 168)
Pada prinsipnya, zakat tidak boleh
disalurkan kepada orang yang biaya hidupnya masih menjadi kewajiban/tanggungan
muzaki (orang yang berzakat).
11. Pertanyaan: Apakah boleh
memberikan zakat kepada keluarga istri misalnya mertua, kakak ipar, atau adik
ipar yang dipandang menjadi golongan penerima zakat?
Jawab: Memberikan
zakat kepada mertua dan saudara ipar dibolehkan. Dikarenakan mertua atau
keluarga istri secara umum, bukan termasuk orang yang wajib dinafkahi oleh
seorang suami. Meskipun dianjurkan bagi suami untuk memperhatikan keadaan
keluarga istrinya, sebagai bentuk mu’asyarah bil maruf (melakukan interaksi
yang baik) kepada istrinya.
12. Pertanyaan: Bolehkah seorang
istri berzakat kepada suami sendiri yang termasuk golongan mustahik zakat?
Jawab: Syaikh
Abdul Aziz bin Baz menjelaskan, tidak ada masalah bagi wanita yang mengeluarkan
zakat perhiasan atau zakat lainnya kepada suami yang fakir atau memiliki utang
yang tidak mampu dilunasi. Jika harta cukup nishab maka wajib zakat. Atau tidak
berdosa istri memberi zakatnya kepada orang yang bukan menjadi tanggungan
nafkahnya termasuk suami. Jadi, diperbolehkan menyalurkan zakat kepada suami
dalam keadaan membutuhkan.
Menurut jumhur ulama, suami bukanlah
tanggungan istri dalam mencari nafkah, sehingga diperbolehkan berzakat kepada
suami yang fakir.
13. Pertanyaan: Apakah boleh zakat
disalurkan kepada kakak dan adik kandung sendiri?
Jawab: Muzakki
boleh menyerahkan zakatnya kepada selain yang wajib dinafkahi, maka dari itu
penyerahan zakat kepada saudara laki atau perempuan yang kurang mampu
dibolehkan. Bahkan menyerahkan zakat ke mereka nilainya lebih utama. Karena di
sana ada unsur membangun jalinan silaturahmi. (Dar al-Ifta’ al-Mishriyah,
no. 6695)
14. Pertanyaan: Bolehkan memberikan
zakat kepada paman, bibi, saudara kakek atau nenek atau keponakan?
Jawab: Boleh
dengan syarat kerabat tersebut bukan termasuk orang yang wajib kita nafkahi.
Jika kerabat tersebut termasuk orang yang wajib kita nafkahi, maka tidak boleh
menerima zakat dari kita.
Boleh memberikan zakat maal kepada kerabat
yang miskin. Bahkan memberikan zakat kepada kerabat, lebih diutamakan daripada
memberikannya kepada orang lain.
Dalam hadits diterangkan, bahwa zakat
kepada orang miskin nilainya zakat (saja), sedangkan zakat kepada kerabat,
nilainya dua: zakat dan silaturahim. (Hr. Nasai, Darimi, Tirmidzi, Ibnu Majah
dan dishahihkan al-Albani).
Sebagai tambahan, di
sini kami hadirkan juga masalah lain seputar zakat.
Hukum Zakat dalam bentuk
sembako
14. Pertanyaan:
1-ما حكم إخراج الزكاة في الأعوام السابقة بشراء تموين وضروريات للفقراء ولم تكن نقداً؟ وهل نأثم بالجهل في ذلك ؟ وماذا علينا حالياً ؟
2- بعض بيوت الفقراء إذا سلمنا الزكاة نقدا فإن عائلها يأخذها ويحرم منها أهل البيت في شراء دخان أو دش أو سفريات فنضطر لشراء احتياجات البيت ولا تسلم نقدا.. حتى نضمن استفادة هذه الأسرة وسد حاجتها ...فما الحكم في ذلك ؟
(1) Apa hukumnya mengeluarkan zakat pada tahun-tahun sebelumnya dengan membelikan perbekalan dan kebutuhan bagi fakir miskin dan tidak dalam bentuk uang tunai? Apakah kami berdosa karena ketidaktahuan dalam hal ini? Apa yang harus kami lakukan sekarang?
(2) Di sebagian rumah orang
miskin, jika kita mengeluarkan zakat dalam bentuk uang tunai, maka si miskin
mengambilnya dan tidak memberikan hak kepada keluarganya, bahkan digunakan
untuk membeli rokok, mandi air hangat, atau jalan-jalan, sehingga kami terpaksa
membeli kebutuhan rumah tersebut dan tidak memberikan dalam bentuk uang agar
kesejahteraan keluarga ini tercukupi dan kebutuhannya terpenuhi, lalu apa
hukumnya?
Jawab:
Alhamdulillah.
Pertama, hukum
asalnya zakat yang dikeluarkan harus sejenis dengan harta zakat. Oleh karena itu, zakat mata
uang, yang dikeluarkan juga uang. Zakat hewan ternak, yang dikeluarkan juga
hewan ternak. Zakat tanaman, yang dikeluarkan juga tanaman, selain zakat
perdagangan, maka yang dikeluarkan adalah nilainya, dan boleh dengan barang
dagangan. Penjelasan tentang ini telah disebutkan dalam jawaban pertanyaan no.
22449.
Para ulama berbeda pendapat tentang boleh
tidaknya mengeluarkan zakat dengan selain jenis zakat mal. Hal ini dikenal di
kalangan ulama dengan ‘mengeluarkan qimah (senilai) dalam zakat’ yang
rajih (kuat) adalah tidak boleh mengeluarkan dalam bentuk nilai.
Akan tetapi jika melihat kuatnya
perselisihan dalam masalah ini, maka kami berharap tidak masalah bagimu
mengeluarkan dalam bentuk nilai pada tahun-tahun yang lalu, namun engkau harus
mengeluarkan sesuai jenis zakat mal pada tahun-tahun berikutnya.
Kedua, jika
orang yang miskin kurang baik dalam mengelola harta, maka sebagian ulama
membolehkan mengeluarkan zakat dalam bentuk barang sebagai ganti dari uang
karena mempertimbangkan maslahat orang miskin dan menutupi kebutuhannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
dalam Majmu Fatawa (25/82) berkata, “Adapun mengeluarkan nilai dalam
zakat, kaffarat, dan semisalnya, maka yang masyhur dalam madzhab Malik dan
Syafi’i adalah tidak boleh, namun menurut Abu Hanifah boleh. Sedangkan Imam
Ahmad melarangnya dalam beberapa tempat dan
membolehkannya dalam tempat yang lain. Di antara kawan-kawannya yang semadzhab ada yang menetapkan
pernyataannya, dan ada pula yang menjadikannya menjadi dua riwayat. Namun yang
lebih tampak dalam masalah ini adalah bahwa mengeluarkan nilai bukan karena
kebutuhan dan maslahat yang kuat adalah dilarang…dst.”
Ia juga berkata, “Adapun mengeluarkan nilai
karena kebutuhan atau maslahat atau karena keadilan, maka tidak mengapa.
Misalnya seseorang menjual buah-buahan di kebunnya atau tanamannya dengan harga
beberapa dirham, dimana ia keluarkan ketika itu sepersepuluh dari dirham yang
ada, maka cukup baginya, dan dia tidak dibebankan unntuk membeli buah atau
gandum karena ia telah menyamakan kaum fakir dengan dirinya. Imam Ahmad
menyatakan kebolehan terhadap hal itu. Termasuk juga ketika para mustahik zakat
memintanya untuk memberikan dalam bentuk nilai (uang) agar lebih bermanfaat
bagi mereka, maka diberikan.”
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah
berkata, “Boleh juga mengeluarkan barang berupa pakaian, makanan dan lainnya sebagai
ganti dari uang jika dilihat ada maslahat untuk penerima zakat dalam hal itu
dengan memperhatikan nilainya. Misalnya orang miskin ini gila, lemah akal, kurang
akal, atau memiliki kekurangan yang dikhawatirkan mempermainkan uang, dimana yang
bermaslahat baginya adalah memberikan makanan atau pakaian yang bisa dimanfaatkan
dari zakat mata uang sesuai nilai yang wajib. Hal ini berdasarkan pendapat yang
paling sahih di antara pendapat ulama.” (Majmu Fawata wa Maqalat Syaikh Ibn
Baz 14/253).
Beliau rahimahullah juga pernah
ditanya tentang membelikan makanan bergizi beraneka ragam (sembako) dan barang-barang
tertentu seperti selimut dan pakaian, dan memberikannya kepada pihak syar’i yang
membutuhkan dari harta zakat. Apalagi dalam keadaan yang tidak terpenuhi
kebutuhan pokok karena harga yang tidak wajar di negeri tersebut.” Ia (Ibnu
Baz) menjawab, “Tidak mengapa hal itu setelah memastikan memang dialihkan untuk
kaum muslimin.” (Majmu Fawata wa Maqalat Syaikh Ibn Baz 14/246)
Lajnah Daimah Lil Ifta (Komite
Tetap Fatwa, KSA) pernah ditanya, “Kami ingin meminta kejelasan dari syaikh
yang mulia terkait memberikan zakat dengan membelikan makanan pokok beraneka
ragam (sembako) dan barang-barang tertentu seperti selimut, pakaian, dan menyerahkannya
kepada pihak syar’i yang membutuhkan seperti di Sudan, Afrika, dan Mujahidin
Afghanistan, terutama ketika kebutuhan pokok tidak terpenuhi dengan harga yang wajar
di negeri tersebut atau hampir tidak ada
sama sekali kebutuhan pokok, dimana jika ada namun dengan harga berkali lipat dari
harga barang yang dikirimkan? Kami mengharap jawabanmu, semoga Allah balas anda
dengan kebaikan atas pandanganmu terhadap hal tersebut.
Lajnah menjawab, “Jika keadaannya sebagaimana
yang disampaikan, maka tidak mengapa hal itu untuk memperhatikan maslahat penerimanya.”
(Fatawa Lajnah Daimah 9/433)
Kami memohon kepada Allah taufik dan
kebenaran dalam ucapan dan perbuatan.Wallahu
a’lam. (Islamqa.info)
Bolehkah mengeluarkan nilai
(uang) sebagai ganti dari barang dalam masalah zakat?
15. Pertanyaan: Zakat wajib
pada jenis yang telah ditetapkan Al Qur’an dan As Sunnah, dimana jenis dan
ukurannya telah ditetapkan. Jenisnya misalnya unta, sapi, kambing, dan
buah-buahan, lalu apakah yang dikeluarkan harus sesuai dengan jenis itu atau
boleh mengeluarkannya dalam bentuk nilainya berupa uang atau bentuk yang lain?
Mayoritas para fuqaha (ahli fiqih) berpendapat,
bahwa zakat yang dikeluarkan harus sesuai dengan jenis harta zakat mal. Akan tetapi
Abu Hanifah membolehkan mengeluarkan uang sebagai ganti barang, sebagaimana
Imam Malik juga membolehkan dalam sebuah riwayat, dan Imam Syafi’i juga dalam salah
satu pendapatnya, sedangkan dalam pendapat yang lain adalah bahwa seseorang
diberi pilihan antara mengeluarkan dalam bentuk uang atau barang. Di antara alasannya
adalah:
1. Zakat pada unta bisa dikeluarkan dari
selainnya, yaitu kambing, dimana pada setiap 5 ekor unta yang dikeluarkan satu
ekor kambing, 2 ekor unta yang dikeluarkan dua ekor kambing sebagaimana sudak
maklum.
2. Berdasarkan nash yang ada tentang bolehnya
mengeluarkan nilai dalam bentuk uang atau bentuk lainnya sebagaimana dalam Shahih
Bukhari yaitu, “Barang siapa yang memiliki unta yang terkena zakat jadza’ah,
sedangkan ia tidak memiliki jadza’ah, yang ada hiqqah, maka diambil daripadanya
ditambah dua ekor kambing yang mudah didapat atau 20 dirham.”
3. Hadits yang diriwayatkan Daruquthni dan
lainnya, bahwa Muadz bin Jabal berkata kepada penduduk Yaman, “Berikan kepadaku
baju Khamis atau pakaian lainnya, yang aku ambil sebagai ganti jagung dan
gandum dalam zakat, karena yang demikian lebih mudah bagi kalian dan lebih
bermanfaat bagi kaum muhajirin di Madinah.” Khamis adalah pakaian yang panjangnya
5 hasta. Disebut demikian karena orang yang pertama mengenakannya adalah Khams salah seorang penguasa Yaman, dan
tidak ada riwayat yang sahih bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengingkarinya
saat ia mengambil pakaian sebagai ganti dari jagung dan gandum.
4. Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam
dalam Zakat Fitri, “Cukupkan mereka (orang miskin) agar tidak meminta-minta di
hari ini (hari raya).” (hadits dhaif), diriwayatkan oleh Baihaqi. Beliau
bermaksud memberikan kecukupan yang menutupi kebutuhan mereka, sehingga apa
saja yang menutupi kebutuhan mereka adalah boleh.
5. Firman Allah Ta’ala,
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً
“Ambillah zakat dari harta mereka.” (Qs. At
Taubah: 103)
Allah Azza wa Jalla tidak mengkhususkan
dengan sesuatu saja; meninggalkan yang lain.
Demikianlah alasan bolehnya mengeluarkan nilai
(uang) sebagai ganti dari barang dalam zakat sebagaimana yang disebutkan oleh
Qurthubi dalam Tafsirnya juz 8 hal. 175.
Ia juga menyebut dalil riwayat kedua dari
Imam Malik yang menerangkan tidak bolehnya dengan uang, dan inilah yang tampak
dari madzhabnya, dimana lafaz haditsnya adalah pada lima ekor unta ada zakat
satu kambing, pada empat puluh ekor kambing zakatnya satu kambing, akan tetapi
tidak tampak berdalih pada pengambilan seekor kambing terhadap lima ekor unta,
sedangkan jenisnya berbeda. Namun ada yang membantah, bahwa jenisnya sama yaitu
sebagai hewan ternak, dan tidak masalah berbeda macamnya, sehingga bisa diambil
dari kambing sebagai ganti unta.
Akan tetapi pendalilannya lemah tidak dapat
mengalahkan alasan yang membolehkan,
terlebih pada alasan nomor dua dan tiga, dimana nash yang pertama menunjukkan
ganti yaitu dua ekor kambing dan nilai berupa dua puluh dirham, sedangkan pada alasan no. 2
menunjukkan ganti, yaitu pakaian sebagai ganti biji-bijian. Oleh karena itu, barang
apa saja yang ringan sebagai ganti yang disebutkan dalam nash hadits maka tidak
mengapa, karena ia merupakan zakat yang dikeluarkan dari hartanya yang tidak
berkurang dari nilai yang disebutkan. Terkadang nilai (uang) lebih bermanfaat
bagi si miskin atau mustahiq zakat. Di samping itu, zakat pada barang perdagangan
diambil dari nilainya, karena dijumlahkan pada akhir haul. Dalilnya adalah
hadits riwayat Ahmad dan Abu Ubaid dari Abu Amr bin Hamas dari ayahnya ia
berkata, “Umar memerintahkan kepadaku dengan berkata, “Tunaikanlah zakat
hartamu.” Aku menjawab, “Aku tidak
memiliki selain Ji’ab dan Udum.” Ia menjawab, “Jumlahkan nilainya lalu tunaikan
zakatnya.” Ji’ab adalah bentuk jamak dari kata ju’bah yaitu tempat anak panah,
sedangkan udum adalah kulit. Penulis kitab Al Mughni (juz 3 hal. 58) berkata, “Kisah
ini sudah masyhur dan tidak diingkari sehingga menjadi ijma.”
Imam Abu Hanifah juga membolehkan mengeluarkan
zakat dari barang dagangan seperti pada harta lainnya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, kita
memandang perlu memperhatikan maslahat orang yang mengeluarkan zakat pada
barang dagangannya yang tetap, sehingga boleh dikeluarkan dari barang dagangan.
Bahkan Ibnu Taimiyah dalam Fatwanya (juz 1 hal. 299) mengisyaratkan untuk
memperhatikan maslahat karena agama ini mudah, jjika ada maslahat maka di
situlah syariat Allah.” (https://fiqh.islamonline.net/)
16. Bolehkah Zakat Fitrah
dengan uang
Jawab:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى
آله وصحبه، أما بعـد:
فإخراج القيمة في زكاة الفطر أو غيرها من
الزكوات مختلف فيها بين أهل العلم، و هذه المسألة من المسائل الاجتهادية فالأحوط والأبرأ للذمة بلا
شك هو موافقة قول الجمهور وألا تخرج القيمة في شيء من الزكاة إلا من ضرورة، وعدم
إخراج القيمة في صدقة الفطر آكد، ولكن من رأى قوة القول بجواز إخراج القيمة أو قلد
من يفتي بذلك من العلماء رجونا أن يجزئه ذلك إن شاء الله وبخاصة إذا كان في ذلك
مصلحة راجحة.
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam
semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya dan para sahabattnya, amma ba’du:
Mengeluarkan uang dalam zakat fitrah atau zakat
lainnnya termasuk masalah yang diperselisihkan di kalangan ahli imu. Hal ini
termasuk masalah ijtihadiyyah. Yang lebih hati-hati dan lebih melepaskan tanggungan
tanpa diragukan lagi adalah yang sejalan dengan pendapat mayoritas ulama, yaitu
tidak dikeluarkan dalam bentuk nilai (uang) dalam zakat kecuali karena darurat.
Tidak mengeluarkan dalam bentuk uang pada zakat ffitrah lebih ditekankan lagi. Akan
tetapi siapa saja yang memandang kuatnya pendapat orang yang membolehkan
mengeluarkan uang atau mengikuti ulama yang berfatwa demikian, maka kami harap
hal itu sudah cukup insya Allah, terutama jika di sana terdapat maslahat yang
kuat.
Selanjutnya ulama dalam situs Islamweb
menyebutkan kesimpulan pendapat para ulama terkait hal ini menjadi tiga
pendapat, yaitu:
1. Pendapat ulama yang mengatakan boleh
secara mutlak. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Ats Tsauri, dan dipilih oleh Bukhari
pemilik kitab Shahih.
2. Pendapat yang mengatakan tidak boleh. Ini
adalah pendapat mayoritas ulama dari kalangan Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanbali.
3. Pendapat yang merincikan, yakni boleh
mengeluarkan uang jika dibutuhkan atau ada maslahat yang kuat, dan jika tidak
ada maka tidak boleh. Ini adalah pendapat Ibnu Taimiyah.
Lihat alasannya di sini:
Wallahu
a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa
sallam.
Editor dan Penambah
materi: Marwan bin Musa
Maraji’: https://baznas.go.id/kalkulatorzakat , https://islamqa.info/ar/answers/79337/%D8%A7%D8%AE%D8%B1%D8%A7%D8%AC-%D8%A7%D9%84%D8%B2%D9%83%D8%A7%D8%A9-%D8%B9%D8%B1%D9%88%D8%B6%D8%A7-%D8%A8%D8%AF%D9%84%D8%A7-%D8%B9%D9%86-%D8%A7%D9%84%D9%86%D9%82%D9%88%D8%AF , https://fiqh.islamonline.net/%D9%87%D9%84-%D9%8A%D8%AC%D9%88%D8%B2-%D8%A5%D8%AE%D8%B1%D8%A7%D8%AC-%D8%A7%D9%84%D9%82%D9%8A%D9%85%D8%A9-%D8%A8%D8%AF%D9%84-%D8%A7%D9%84%D8%B9%D9%8E%D9%8A%D9%92%D9%86-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D8%B2/ , https://www.islamweb.net/ar/fatwa/140294/%D8%AA%D9%81%D8%B5%D9%8A%D9%84-%D9%83%D9%84%D8%A7%D9%85-%D8%A3%D9%87%D9%84-%D8%A7%D9%84%D8%B9%D9%84%D9%85-%D9%81%D9%8A-%D8%A5%D8%AE%D8%B1%D8%A7%D8%AC-%D8%A7%D9%84%D9%82%D9%8A%D9%85%D8%A9-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D8%B2%D9%83%D8%A7%D8%A9
0 komentar:
Posting Komentar