بسم
الله الرحمن الرحيم
Syarah Kitab Tauhid (1)
- Tafsiran Tauhid -
Segala
puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat,
amma ba'du:
Berikut ini syarah ringkas terhadap
kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, yang
kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya Dr.
Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan penyusunan
risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Biografi Singkat Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab Rahimahullah
Beliau adalah Muhammad bin Abdul
Wahhab bin Sulaiman bin Ali dari kabilah Bani Tamim. Beliau seorang tokoh Dakwah
Sunnah di wilayah Nejed dan sekitarnya.
Beliau lahir di kota Uyaynah dekat
kota Riyadh pada tahun 1115 H, hapal Al Quran sejak kecil, dan belajar kepada
ayahnya yang ketika itu menjabat sebagai hakim di kota Uyaynah. Beliau juga
belajar kepada para ulama Nejed, Madinah, Ahsa’, dan Basrah, sehingga memiliki
ilmu yang cukup yang membuatnya siap terjun dalam bidang Dakwah. Di masa Beliau
sudah banyak tersebar kebidahan, khurafat, tabarruk (ngalap berkah) kepada
kuburan, pohon, dan bebatuan, maka Beliau rahimahullah bangkit meluruskan
akidah umat agar mereka memurnikah ibadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Untuk itu, di samping terjun secara langsung berdakwah, Beliau menyusun pula
kitab yang berkah yang kita akan pelajari insya Allah, yaitu Kitabut
Tauhid. Pada kitab tersebut, Beliau menerangkan Tauhid dan Syirk,
pembatal tauhid, dan hal yang mengurangi kesempurnaannya.
Selama hidupnya, Beliau mengajar dan
berdakwah kepada Allah Ta’ala, melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar hingga
Beliau wafat di kota Dir’iyyah dekat kota Riyadh pada tahun 1206 H, semoga
Allah membalas jasa-jasa Beliau terhadap Islam dan kaum muslimin, Allahumma
amin.
**********
Kitab Tauhid
Firman Allah Ta’ala,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ
وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ-مَا أُرِيدُ
مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ- إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ
الْمَتِينُ
“Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku-Aku
tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki
supaya mereka memberi-Ku makan.--Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki
yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (QS. Adz Dzaariyat: 56-58)
**********
Penjelasan:
Kitab yang Beliau (Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab) susun ini menjelaskan tentang tauhid yang Allah wajibkan
kepada hamba-hamba-Nya dan Dia menciptakan mereka karenanya. Demikian juga
menjelaskan tentang hal yang menafikannya berupa syirk akbar atau yang
menafikan kesempurnaannya berupa syirk kecil.
Tauhid artinya mengesakan Allah
dalam beribadah.
Ibadah secara bahasa artinya tunduk
dan menghinakan diri. Sedangkan secara istilah, ibadah adalah istilah
terhadap semua yang dicintai Allah dan diridhai-Nya baik berupa ucapan maupun
amalan; yang tampak maupun yang tersembunyi (amalan hati).
Maksud firman Allah Ta’ala, “Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku.” (QS. Adz Dzaariyat: 56) adalah bahwa Dia tidaklah menciptakan
jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya. Ayat ini menerangkan hikmah
dari penciptaan mereka. Allah Subhaanahu wa Ta’ala tidaklah menginginkan dari mereka
sebagaimana yang diinginkan oleh para tuan kepada para budaknya, yaitu membantu
rezeki dan makan mereka, tetapi yang Dia inginkan adalah maslahat (kebaikan)
untuk hamba-hamba-Nya.
Ayat tersebut juga menunjukkan
wajibnya tauhid, yakni mengesakan ibadah hanya kepada Allah Ta’ala.
Dari ayat tersebut, kita dapat
menarik beberapa kesimpulan:
1. Wajibnya
manusia dan jin mengesakan Allah dalam beribadah,
2. Hikmah
diciptakan jin dan manusia,
3. Al Khaliq (yang menciptakan) itulah yang
berhak disembah dan diibadati saja, bukan sesuatu yang tidak dapat menciptakan
seperti patung dan berhala,
4. Mahakaya Allah
Subhaanahu wa Ta’ala dan tidak butuhnya Dia kepada makhluk, bahkan makhluklah
yang butuh kepada-Nya,
5. Menetapkan
sifat hikmah (bijaksana) dalam tindakan Allah Azza wa Jalla.
6. Rezeki berasal
dari Allah Azza wa Jalla, akan tetapi hamba diperintahkan mengerjakan
sebab-sebab yang mendatangkan rezeki, yang di antaranya adalah beribadah
kepada-Nya saja.
7. Di antara nama
Allah adalah Ar Razzaq (Maha Pemberi rezeki) dan Al Matin
(Mahakokoh).
**********
Firman Allah Ta’ala,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي
كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul
pada setiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
Thaghut itu." (QS. An Nahl: 36)
**********
Penjelasan:
Rasul artinya seorang yang mendapat wahyu
dan diperintahkan menyampaikannya.
Thaghut secara bahasa artinya melampaui
batas. Secara istilah, thaghut adalah semua yang disembah selain Allah
sedangkan ia ridha disembah.
Maksud ayat di atas adalah Allah
Subhaanahu wa Ta’ala memberitahukan, bahwa Dia telah mengutus pada setiap umat
seorang rasul yang mengajak mereka menyembah hanya kepada Allah Subhaanahu wa
Ta’ala dan meninggalkan sesembahan selain-Nya, Dia senantiasa mengutus para
rasul untuk mengajak kepada tauhid sejak terjadinya kemusyrikan pada anak cucu
Adam, yaitu pada zaman Nabi Nuh ‘alaihis salam hingga Dia tutup dengan
Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ayat di atas juga menunjukkan, bahwa
dakwah kepada tauhid dan larangan terhadap syirk merupakan tugas utama semua
rasul dan para pengikutnya. Bahkan Nabi Isa ‘alaihis salam yang disembah oleh
orang-orang Nasrani pun menyeru kepada tauhid dan melarang pengikutnya
menyembah selain Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Allah Subhaanahu wa Ta’ala
berfirman,
وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا
بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُواْ اللّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ
بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا
لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
“Padahal Al Masih (sendiri) berkata,
"Wahai Bani Israil! Sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu."
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti
Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada
bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al Maa’idah: 72)
Dari ayat tersebut, kita dapat
menarik beberapa kesimpulan:
1. Hikmah
diutusnya para rasul adalah untuk menyerukan manusia kepada tauhid dan melarang
syirk,
2. Agama para nabi
adalah sama, yaitu Islam, Hal itu, karena Islam
jika diartikan secara umum adalah beribadah hanya kepada Allah Ta’ala dan
menjauhi sesembahan selain Allah sesuai syari’at rasul yang diutus. Oleh
karena itulah, agama para nabi adalah Islam. Orang-orang yang mengikuti rasul
di zaman rasul tersebut diutus adalah orang Islam (muslim). Orang-orang Yahudi
adalah muslim di zaman Nabi Musa ‘alaihis salam diutus dan orang-orang Nasrani
adalah muslim di zaman Nabi ‘Isa ‘alaihis salaam diutus, adapun setelah
diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka orang muslim adalah
orang yang mengikuti (memeluk) agama Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sedangkan yang tidak mau memeluk agama Beliau adalah orang-orang kafir.
3. Setiap umat
telah diutus rasul oleh Allah azza wa Jalla, dan bahwa hujjah telah tegak atas
mereka,
4. Manusia setelah
diciptakan dan diberikan rezeki tidak dibiarkan begitu saja; tanpa diberi
perintah dan tanpa dilarang.
5. Keagungan
tauhid, dan bahwa semua umat wajib bertauhid,
6. Dalam
pernyataan Laailaahaillallah terdapat nafyu (meniadakan
sesembahan selain Allah) dan itsbat (menetapkan bahwa ibadah hanya untuk
Allah saja). Hal ini menunjukkan, bahwa tauhid tidak dapat tegak tanpa keduanya
(nafyu & itsbat).
**********
Firman Allah Ta’ala,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ
تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan
agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada
ibu bapakmu.” (QS. Al Israa’: 23)
**********
Penjelasan:
Dalam ayat ini, Allah Subhaanahu wa
Ta’ala memerintahkan agar kita tidak menyembah selain hanya kepada-Nya, dan
agar seorang anak berbakti kepada kedua orang tuanya dan berbuat baik dalam
perkataan maupun perbuatan serta tidak menyakitinya. Yang demikian adalah
karena orang tuanya telah mengurus dan mendidiknya dari sejak kecil dan pada
saat kondisinya masih lemah hingga ia dewasa dan menjadi kuat.
Ayat di atas juga menunjukkan, bahwa
tauhid adalah hak yang paling agung dan kewajiban yang paling wajib, karena
Allah memulai perintah dengannya, dan Dia tidaklah memerintah kecuali dari yang
paling penting.
Dari ayat tersebut, kita dapat
menarik beberapa kesimpulan:
1. Tauhid adalah
kewajiban pertama yang Allah wajibkan, dan hak Allah yang harus dilakukan
hamba.
2. Dalam kalimat Laailaahaillallah
terdapat nafyu dan itsbat, yakni meniadakan sesembahan selain
Allah dan menetapkan bahwa ibadah itu hanya untuk Allah saja.
3. Tingginya hak
orang tua, karena setelah disebutkan hak Allah, maka disebutkan hak orang tua.
4. Wajibnya
berbuat baik kepada kedua orang tua dengan berbagai bentuknya.
5. Haramnya
durhaka kepada kedua orang tua.
**********
Firman Allah Ta’ala,
وَاعْبُدُواْ
اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (QS. An Nisaa’: 36)
**********
Penjelasan:
Syirk atau mempersekutukan Allah Azza wa Jalla
maksudnya menyamakan selain Allah Azza wa Jalla dengan Allah Azza wa Jalla
dalam hal yang menjadi kekhususan-Nya.
Dalam ayat ini Allah Subhaanahu wa
Ta’ala menyuruh hamba-hamba-Nya beribadah hanya kepada-Nya dan melarang mereka berbuat
syirk atau mengarahkan berbagai macam ibadah kepada selain-Nya. Dalam ayat ini
pula, Allah Subhaanahu wa Ta’ala memulai perintah-Nya dengan tauhid dan
melarang syirk, dan di dalamnya terdapat tafsiran tauhid, yaitu beribadah hanya
kepada Allah saja dan meninggalkan syirk.
Dari ayat tersebut, kita dapat
menarik beberapa kesimpulan:
1. Wajibnya
mengesakan Allah dalam beribadah, bahkan itu adalah perintah Allah yang pertama,
sehingga ia merupakan kewajiban yang pertama didahulukan.
2. Haramnya
berbuat syirk, bahkan itu adalah larangan Allah yang pertama, sehingga ia
merupakan larangan yang pertama dijauhi.
3. Menjauhi syirk
merupakan syarat sahnya ibadah, karena Allah menggandengkan perintah beribadah
dengan larangan berbuat syirk.
4. Syirk hukumnya
haram, baik syirk besar maupun syirk kecil, karena kata “syai” (sesuatu pun) adalah
bentuk nakirah dalam susunan nahyu (larangan) sehingga menunjukkan bahwa
larangan syirk adalah umum, baik syirk akbar (besar) maupun syirk asghar
(kecil).
5. Tidak boleh mengadakan
sekutu bagi Allah Azza wa Jalla dalam beribadah kepada-Nya, baik berupa malaikat,
nabi, orang salih, patung, berhala, dan lainnya.
Bersambung...
Marwan
bin Musa
Maraji’:
Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr.
Shalih bin Fauzan Al fauzan), Al Jadid fii Syarh Kitab At Tauhid (Syaikh
Muhammad bin Abdul Aziz Al Qar’awiy), Software Al Bahits versi 5.0, dll.
0 komentar:
Posting Komentar