Fawaid Riyadhush Shalihin (19)

Kamis, 31 Maret 2016
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫اليقين والتوكل‬‎
Fawaid Riyadhush Shalihin (19)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits) Riyadhush Shalihin yang banyak kami rujuk dari kitab Syarh Riyadhush Shalihin karya Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy, kitab Bahjatun Nazhirin karya Syaikh Salim bin Ied Al Hilaliy,  dan lainnya. Hadits-hadits di dalamnya merujuk kepada kitab Riyadhush Shalihin, akan tetapi kami mengambil matannya dari kitab-kitab hadits induk. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
BAB: YAKIN DAN TAWAKKAL[i]
وَلَمَّا رَأى الْمُؤْمِنُونَ الأَحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلاَّ إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا
“Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita." Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (QS. Ahzab: 22)
الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ،- فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللهِ وَاللهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ
“(yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka," maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, "Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.”--Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Ali Imran: 173-174)
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لاَ يَمُوتُ
“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati.” (QS. Al Furqan: 58)
وَعَلَى اللهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal.” (QS. Ibrahim: 11)
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 159)
Ayat-ayat yang berkaitan dengan tawakkal sangat banyak dan sudak diketahui bersama.
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Thalaq: 3)
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al Anfal: 2)
Ayat-ayat tentang keutamaan tawakkal sangat banyak dan sudah diketahui bersama.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : « عُرِضَتْ عَلَىَّ الأُمَمُ ، فَجَعَلَ النَّبِىُّ وَالنَّبِيَّانِ يَمُرُّونَ مَعَهُمُ الرَّهْطُ ، وَالنَّبِىُّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ ، حَتَّى رُفِعَ لِى سَوَادٌ عَظِيمٌ ، قُلْتُ : مَا هَذَا ؟ أُمَّتِى هَذِهِ ؟ قِيلَ : هَذَا مُوسَى وَقَوْمُهُ . قِيلَ : انْظُرْ إِلَى الأُفُقِ . فَإِذَا سَوَادٌ يَمْلأُ الأُفُقَ ، ثُمَّ قِيلَ لِى : انْظُرْ هَاهُنَا وَهَاهُنَا فِى آفَاقِ السَّمَاءِ فَإِذَا سَوَادٌ قَدْ مَلأَ الأُفُقَ قِيلَ هَذِهِ أُمَّتُكَ وَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ هَؤُلاَءِ سَبْعُونَ أَلْفاً بِغَيْرِ حِسَابٍ ، ثُمَّ دَخَلَ وَلَمْ يُبَيِّنْ لَهُمْ فَأَفَاضَ الْقَوْمُ وَقَالُوا : نَحْنُ الَّذِينَ آمَنَّا بِاللَّهِ ، وَاتَّبَعْنَا رَسُولَهُ ، فَنَحْنُ هُمْ أَوْ أَوْلاَدُنَا الَّذِينَ وُلِدُوا فِى الإِسْلاَمِ ؟ فَإِنَّا وُلِدْنَا فِى الْجَاهِلِيَّةِ . فَبَلَغَ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم فَخَرَجَ فَقَالَ : هُمُ الَّذِينَ لاَ يَسْتَرْقُونَ ، وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ ، وَلاَ يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ » . فَقَالَ عُكَّاشَةُ بْنُ مِحْصَنٍ : أَمِنْهُمْ أَنَا يا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ :« نَعَمْ » . فَقَامَ آخَرُ فَقَالَ : أَمِنْهُمْ أَنَا ؟ قَالَ :« سَبَقَكَ عُكَّاشَةُ » . 
(74) Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Berbagai umat ditunjukkan kepadaku, lalu ada seorang dan dua orang nabi yang lewat dengan beberapa orang pengikut, dan ada seorang nabi tanpa seorang pun pengikut. Kemudian ditampakkan kepadaku sejumlah besar orang. Aku bertanya, "Siapa mereka ini? Apakah ini umaku?” Lalu dikatakan, “Ini adalah Musa dan kaumnya.” Kemudian dikatakan (kepadaku), “Lihatlah ke ufuk (ujung langit)!” Maka tampak sejumlah besar orang yang memenuhi ufuk. Lalu dikatakan lagi kepadaku, “Lihatlah ke sebelah sana dan sebelah situ di beberapa ufuk langit!” Ternyata ada pula sejumlah besar orang yang memenuhi ufuk. Kemudian dikatakan (keadaku), “Ini umatmu, dan di antara mereka ada 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab.” Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke dalam rumah dan tidak menerangkan kepada para sahabat (siapa mereka itu). Maka orang-orang sibuk membicarakan. (Di antara mereka) ada yang berkata, “Kita adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya, maka mungkin mereka itu adalah kita atau anak-anak kita yang lahir di atas Islam, karena kita lahir di atas Jahiliyyah?” Maka sampailah berita itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau pun keluar dan bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang tidak meminta ruqyah (dijampi-jampi penyakitnya), tidak merasa sial (dengan sesuatu), tidak mengobati luka mereka dengan besi panas, dan mereka bertawakkal kepada Tuhan mereka.” Lalu Ukkasyah bin Muhshan berkata, “Apakah aku termasuk mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya.” Lalu ada lagi yang berdiri dan berkata, “Apakah aku juga termasuk mereka?” Beliau menjawab, “Kamu telah didahului oleh Ukkasyah.”    (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Tingginya kedudukan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Keutamaan umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bahwa umat Beliau lebih banyak di antara umat para nabi yang lain.
3. Tolok ukur kebenaran, bukanlah banyaknya orang yang mengikuti, karena di antara para nabi ada yang pengikutnya hanya seorang atau dua orang, bahkan ada yang tidak punya pengikut sama sekali.
4.   Nikmat Allah untuk umat ini, dan bahwa umat ini adalah umat yang mendapat rahmat, dimana di antara mereka ada 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab.
5. Keutamaan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
6. Keutamaan Ukkasyah radhiyallahu ‘anhu.
7. Keutamaan orang-orang yang lahir di masa Islam dan belum tersentuh dengan kotoran perbuatan kaum Jahiliyyah.
8. Bolehnya berijtihad dalam masalah yang tidak ada nashnya untuk mencapai ke arah kebenaran.
9. Termasuk metode mengajar adalah membuat kondisi yang menimbulkan pertanyaan dan membiarkan para siswa mengkaji, selanjutnya memberian jawaban yang benar.
10. Keutamaan tawakkal kepada Allah dan bersandar kepada-Nya dalam mendatangkan manfaat atau menghindarkan madharat.
11. Ruqyah ada yang masyru’ (disyariatkan), yaitu jika menggunakan doa-doa yang diambil dari Al Qur’an atau hadits, dan ada pula yang ghairu masyru (tidak disyariatkan), yaitu jampi-jampi yang di dalamnya mengandung kemusyrikan.
12. Haramnya merasa sial dengan sesuatu dan bersikap pesimis.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ يَقُولُ: «اللهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِعِزَّتِكَ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَنْ تُضِلَّنِي، أَنْتَ الْحَيُّ الَّذِي لَا يَمُوتُ، وَالْجِنُّ وَالْإِنْسُ يَمُوتُونَ»
(75) Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdoa, “Ya Allah, kepada-Mu aku berserah diri, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku bertawakkal, kepada-Mu aku bertawakkal, kepada-Mu aku kembali, dan karena Engkau aku bertengkar dengan musuh. Ya Allah, aku berlindung kepada keperkasaan-Mu agar Engkau tidak menyesatkan diriku, tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Engkau Mahahidup dan tidak akan mati, sedangkan manusia dan jin akan mati.” (HR. Bukhari dan Muslim, lafaz ini adalah lafaz Muslim, dan Bukhari menyebutkannya secara ringkas).
Fawaid:
1. Kembali kepada Allah, bergantung kepada-Nya, dan mencari kemuliaan kepada-Nya. Barang siapa yang mencari kemulian kepada selain-Nya, maka dia akan hina, dan barang siapa yang mencari petunjuk selain petunjuk-Nya, maka dia akan tersesat.
2. Wajibnya bertawakkal kepada Allah Azza wa Jalla, dan bahwa semua selain Allah akan binasa, oleh karena itu tidak pantas bersandar kepada selain-Nya.
3. Anjuran mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan doa yang padat ini; yang menunjukkan kebenaran iman dan keyakinan.
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji': Tathriz Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy), Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin Shalih Al Utsaimin),  Bahjatun Nazhirin (Salim bin ’Ied Al Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll.


[i] Yakin adalah kuatnya iman dan keteguhan, sehingga seseorang seakan-akan menyaksikan langsung apa yang Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan karena kuatnya keyakinan.
Tawakkal adalah seseorang bersandar kepada Rabbnya Azza wa Jalla lahir maupun batin dalam mendatangkan manfaat dan menghindarkan madharat (bahaya). (Lihat Syarh Riyadhush Shalihin 1/283)

Fawaid Riyadhush Shalihin (18)

Minggu, 27 Maret 2016
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫التقوى‬‎
Fawaid Riyadhush Shalihin (18)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits) Riyadhush Shalihin yang banyak kami rujuk dari kitab Syarh Riyadhush Shalihin karya Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy, kitab Bahjatun Nazhirin karya Syaikh Salim bin Ied Al Hilaliy,  dan lainnya. Hadits-hadits di dalamnya banyak merujuk kepada kitab Riyadhush Shalihin, akan tetapi kami mengambil matannya dari kitab-kitab hadits induk. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا يُسْأَلُ الرَّجُلُ فِيمَا ضَرَبَ امْرَأَتَهُ»
(68) Dari Umar bin Khaththab  radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Janganlah seseorang ditanya; apa sebabnya ia memukul istrinya.” (HR. Abu Dawud dan lainnya, namun isnad hadits ini dhaif karena majhulnya Abdurrahman Al Musliy).
BAB: KETAKWAAN
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102)
فَاتَّقُوا الله مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kepada Allah semampumu.” (QS. At Taghabun: 16)
Ayat ini menerangkan maksud ayat yang pertama.
Allah Ta’ala juga berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,” (QS. Al Ahzaab: 70)
Ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk bertakwa cukup banyak dan sudah diketahui bersama. Dia juga berfirman,
وَمَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا - وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ
“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.--Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. Ath Thalaq: 2-3)
إِنْ تَتَّقُوا اللهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Jika kamu bertakwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan[i]. Dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al Anfal: 29)
Ayat-ayat berkenaan dengan masalah ini cukup banyak dan sudah sama-sama diketahui.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ: مَنْ أَكْرَمُ النَّاسِ؟ قَالَ: «أَتْقَاهُمْ» فَقَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ، قَالَ: «فَيُوسُفُ نَبِيُّ اللَّهِ، ابْنُ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ خَلِيلِ اللَّهِ» قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ، قَالَ: «فَعَنْ مَعَادِنِ العَرَبِ تَسْأَلُونِ؟ خِيَارُهُمْ فِي الجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الإِسْلاَمِ، إِذَا فَقُهُوا»
(69) Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling mulia?” Beliau menjawab, “Orang yang paling bertakwa.” Para sahabat berkata, “Bukan terkait tentang hal ini kami bertanya kepadamu?” Beliau menjawab, “Kalau begitu, (orang yang mulia) adalah Yusuf Nabi Allah putera Nabi Allah, putera Nabi Allah, putera kekasih Allah.” Para sahabat berkata, “Bukan terkait tentang hal ini kami bertanya kepadamu?” Beliau menjawab, “Jadi tentang keturunan dan nasab bangsa Arab kalian bertanya kepadaku? Orang-orang pilihan bangsa Arab di masa Jahiliyah akan menjadi orang-orang pilihan di masa Islam jika mereka paham agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Nasab yang utama akan dipandang jika diiringi dengan takwa dan takut kepada Allah Azza wa Jalla.
2. Seseorang akan menjadi mulia ketika bertakwa kepada Allah. Dan bahwa orang yang bertakwa akan menjadi orang yang banyak kebaikannya di dunia, dan derajatnya akan tinggi di akhirat.
3. Seseorang akan menjadi mulia karena kemuliaan orang tua dan leluhurnya, tentunya jika mereka bertakwa dan dirinya pun bertakwa.
4. Keutamaan Nabi Yusuf ‘alaihis salam karena ia telah memadukan antara akhlak yang mulia, kenabian, dan kemuliaan nasab, ditambah dengan ilmu tentang takwil mimpi, mampu mengelola harta, serta mampu mengatur rakyat.
5. Keutamaan ilmu, dan bahwa ia lebih utama daripada nasab, kedudukan, dan harta.
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - عَنِ النَّبيِّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: «إنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ؛ فإنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ»
(70) Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda, "Sesungguhnya dunia ini manis lagi hijau (indah), dan sesungguhnya Allah  menjadikan kamu pengganti generasi sebelumnya. Dia akan melihat apa yang kamu kerjakan, maka berhati-hatilah kamu terhadap dunia dan berhati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah yang pertama kali menimpa bani Israil adalah karena wanita."  (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Peringatan agar tidak tertipu oleh dunia dan wanita, karena keduanya adalah fitnah (cobaan).
2. Perintah agar zuhud dan tidak berlebihan terhadap dunia.
3. Mengambil pelajaran dari umat-umat terdahulu.
4. Allah menjadikan manusia sebagai pengganti manusia sebelumnya agar Dia melihat perbuatan yang kita lakukan di dunia, karena dunia adalah tempat ujian; bukan tempat yang kekal.
5. Dunia enak dinikmati dan indah dipandang sebagai ujian bagi kita.
6. Banyak manusia yang tertipu oleh dunia dan wanita, sehingga yang diperhatikan hanya masalah perut dan syahwat saja.
عَنْ عَبْدِ اللهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ: «اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى، وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى»
(71) Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdoa, “Ya Allah, aku meminta kepadamu petunjuk, ketakwaan, kesucian, dan kecukupan.” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Keutamaan empat sikap di atas: (a) petunjuk, yaitu kebenaran, (b) ketakwaan, yaitu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, (c) kesucian, yaitu menjaga diri dari hal yang haram dan dari perkara yang menodai kemuliaan diri, (d) kecukupan, yakni kaya hati dan tidak membutuhkan apa yang ada di tangan manusia.
2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkuasa memberikan manfaat dan menolak madharat terhadap dirinya. Hal ini menunjukkan batilnya perbuatan orang yang bergantung dan meminta kepada para wali dan orang-orang saleh yang telah meninggal dunia untuk mendatangkan manfaat dan menghindarkan madharat.
3. Hendaknya kita senantiasa kembali kepada Allah Azza wa Jalla dalam segala urusan.
4. Butuhnya jiwa kepada akhlak yang mulia agar senantiasa istiqamah di atas perintah Allah, takut terhadap azab-Nya, dan mengharap rahmat-Nya.
5. Hendaknya seseorang tidak bersandar kepada kemampuan diri untuk memiliki sifat-sifat mulia, tetapi bersandar kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
عَنْ عَدِّيِّ بْنِ حَاتِمٍ الطَّائِيِّ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: «مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ، ثُمَّ رَأَى أَتْقَى لِلَّهِ مِنْهَا، فَلْيَأْتِ التَّقْوَى»
(72) Dari Addi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang bersumpah, lalu ia melihat ada perkara lain yang lebih mengarah kepada ketakwaan kepada Allah, maka hendaklah ia datangi sikap takwa itu.” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Barang siapa yang bersumpah untuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya, namun ternyata ada perbuatan lain yang lebih baik dan lebih mengarah kepada ketakwaan daripada melanjutkan sumpahnya, maka hendaklah ia melakukan perbuatan yang lebih baik itu dan membayar kaffarat terhadap sumpahnya.
2. Barang siapa yang telah bertekad mengerjakan kemaksiatan, maka janganlah ia lanjutkan.
3. Wajibnya berada di atas ketakwaan bak dalam kondisi senang maupun susah, dan dalam kondisi lapang maupun sempit.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ صُدَيِّ بْنِ عَجْلاَنَ الْبَاهِلِيِّ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - قَالَ: سَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فِي حَجَّةِ الوَدَاعِ فَقَالَ: «اتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ، وَصَلُّوا خَمْسَكُمْ، وَصُومُوا شَهْرَكُمْ، وَأَدُّوا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ، وَأَطِيعُوا ذَا أَمْرِكُمْ تَدْخُلُوا جَنَّةَ رَبِّكُمْ»
Dari Abu Umamah Shuday bin Ajlan Al Bahiliy radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah pada saat haji wada (perpisahan), “Bertakwalah kepada Allah, dirikanlah shalat lima waktu, berpuasalah pada bulan kalian (Ramadhan), tunaikanlah zakat harta kalian, dan taatilah pemimpin kalian, niscaya kalian akan masuk ke dalam surga Rabb kalian.” (HR. Tirmidzi, ia berkata, “Hadits hasan shahih.”)
Fawaid:
1. Takwa merupakan wasiat Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Wajibnya melaksanakan rukun Islam.
3. Wajibnya menaati pemerintah selama perintahnya bukan maksiat.
4. Semua perbuatan di atas merupakan sebab masuk ke dalam surga.
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji': Tathriz Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy), Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin Shalih Al Utsaimin),  Bahjatun Nazhirin (Salim bin ’Ied Al Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll.


[i] Petunjuk yang dapat membedakan antara yang hak (benar) dan yang batil, dapat juga diartikan di sini sebagai pertolongan.

Syarah Kitab Tauhid (16)

Jumat, 25 Maret 2016
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫من الشرك الإستغاثة بغير الله‬‎
Syarah Kitab Tauhid (16)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, yang kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
BAB : TERMASUK SYIRIK BERISTIGHATSAH DAN BERDOA KEPADA SELAIN ALLAH
Firman Allah Ta’ala,
وَلاَ تَدْعُ مِن دُونِ اللهِ مَا لاَ يَنفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإِن فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِّنَ الظَّالِمِينَ
“Dan janganlah kamu berdoa kepada sesuatu yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka kamu termasuk orang-orang yang zalim." (QS. Yunus: 106)
**********
Penjelasan:
Pada bab ini, penyusun menerangkan salah satu macam syirik yang dapat menafikan Tauhid, yaitu beristighatsah dan berdoa kepada selain Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Istighatsah artinya memohon agar dihilangkan penderitaan yang menimpanya.
Perbedaan antara istighatsah dengan doa adalah, bahwa istighatsah dilakukan oleh orang yang sedang menderita, sedangkan doa dilakukan oleh orang yang menderita atau selainnya.
Dalam ayat di atas, Allah Subhaanahu wa Ta’ala melarang Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa kepada salah seorang makhluk pun untuk memperoleh manfaat atau menyingkirkan bahaya, kemudian Dia menerangkan hukumnya, yakni jika hal itu dilakukan, maka ia akan menjadi orang-orang yang rugi. Larangan ini berlaku baik bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun umatnya.
Intinya, bahwa pada ayat tersebut terdapat larangan berdoa kepada selain Allah, dan bahwa hal itu merupakan perbuatan syirik yang menafikan tauhid.
Kesimpulan:
1.    Berdoa kepada selain Allah Subhaanahu wa Ta’ala adalah syirik akbar.
2.    Jika manusia terbaik (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) melakukan berdoa kepada selain Allah dinyatakan oleh-Nya termask orang-orang yang zalim, apalagi selain Beliau.
3.    Lemahnya sesembahan kaum musyrik dan batilnya menyembah sesembahan itu.
**********
Firman Allah Ta’ala,
وَإِن يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِن يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَآدَّ لِفَضْلِهِ يُصَيبُ بِهِ مَن يَشَاء مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, dan Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 107)
**********
Penjelasan:
Pada ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta’ala menerangkan, bahwa Dia yang sendiri berkuasa, memberi dan mencegah, dan memberikan manfaat atau mudharat (bahaya). Oleh karena itu, seharusnya hanya Dia saja yang disembah; bukan selain-Nya, yaitu sesembahan yang tidak mampu mendatangkan manfaat dan menolak mudharat terhadap dirinya, apalagi terhadap orang lain.
Dalam ayat ini terdapat bukti keberhakan Allah Subhaanahu wa Ta’ala untuk diibadati, serta ditujukan istighatsah dan doa.
Kesimpulan:
1.    Wajibnya mengesakan Allah Subhaanahu wa Ta’ala dalam beribadah, karena keesaan-Nya dalam mencipta, menguasai, mengatur, dan memberikan rezeki kepada alam semesta.
2.    Batilnya menyembah selain Allah, karena keadaannya yang lemah dan tidak mampu memberikan manfaat dan menghindarkan mudharat (bahaya).
3.    Mentapkan sifat ‘masyi’ah’ (kehendak) bagi Allah Subhaanahu wa Ta’ala .
4.    Menetapkan sifat ‘maghfirah’ (mengampuni) dan ‘rahmah’ (menyayangi) bagi Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
**********
Firman Allah Ta’ala,
فَابْتَغُوا عِندَ اللهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, sembahlah Dia, dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan.” (QS. Al Ankabut: 17)
**********
Penjelasan:
Dalam ayat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita hanya meminta rezeki kepada-Nya; tidak kepada patung dan berhala. Dia juga memerintahkan kita untuk beribadah hanya kepada-Nya, serta bersyukur kepada-Nya. Selanjutnya, Dia menerangkan, bahwa kepada-Nyalah kita akan dikembalikan, lalu Dia akan memberikan balasan kepada setiap orang yang beramal sesuai amalnya.
Kesimpulan:
1.   Wajibnya berdoa dan meminta rezeki hanya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
2.   Wajibnya mengesakan Allah dalam berbagai macam bentuk ibadah. 
3.   Wajibnya mensyukuri nikmat Allah, yaitu dengan mengakui nikmat-Nya dan menggunakannya untuk ketaatan kepada-Nya.
4.   Menetapkan adanya kebangkitan dan pembalasan terhadap amal.
5.   Beribadah dan berdoa hanya kepada Allah tidaklah menafikan untuk mencari rezeki-Nya, karena Dia memerintahkan kita mencarinya. Dia berfirman, “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. Al Jumu’ah: 10)
**********
Firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُو مِن دُونِ اللهِ مَن لَّا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَومِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَن دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ )5( وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاء وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ (6)
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tidak dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari Kiamat dan mereka (yang disembah) lalai dari (memperhatikan) doa mereka?--Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka. (QS. Al Ahqaf: 5-6)
**********
Penjelasan:
Dalam ayat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan, bahwa tidak ada yang lebih sesat daripada orang yang menyembah dan memohon kepada selain Allah sesuatu yang tidak mampu mengabulkan permohonan mereka, demikian pula tidak merasakan doa yang dipanjatkan kepadanya. Dan pada hari Kiamat nanti, sesembahan mereka akan menjadi musuh terhadap penyembahnya dan berlepas diri darinya. Dengan demikian, orang musyrik adalah orang yang sengsara di dunia dan akhirat, di dunia permohonannya tidak dikabulkan dan di akhirat sesembahannya akan menjadi musuhnya.
Kesimpulan:
1.    Doa adalah ibadah, mengarahkannya kepada selain Allah merupakan syirik akbar dan dosa yang paling besar.
2.    Ruginya mereka yang menyembah dan berdoa kepada selain Allah, baik di dunia maupun di akhirat.
3.    Syirik adalah kesesatan paling besar.
4.    Menetapkan adanya kebangkitan, pengumpulan manusia di padang mahsyar, dan pembalasan terhadap amal.
5.    Patung maupun berhala sama sekali tidak dapat mendengar doa yang dipanjatkan kepadanya, apalagi mengabulkan. Berbeda dengan apa yang disangka orang-orang musyrik.
6.    Beribadah dan berdoa hanya kepada Allah adalah kebahagiaan bagi seseorang di dunia dan di akhirat.
**********
Firman Allah Ta’ala,
أَمَّن يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاء الْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَّعَ اللهِ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang berada dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Sedikit sekali kamu mengingat(Nya).” (QS. An Naml: 62)
**********
Penjelasan:
Pada ayat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala membantah kaum musyrik yang menyembah selain-Nya, padahal mereka mengetahui dan mengakui pengabulan Allah terhadap permohonan mereka saat mereka berdoa kepada-Nya dalam kondisi sulit. Dia pula yang menghilangkan kesusahan dari mereka dan yang menjadikan mereka sebagai khalifah (pengganti terhadap generasi sebelumnya). Akan tetapi mereka tidak mengingat keagungan Allah dan nikmat-Nya kecuali sedikit sehingga tidak membuahkan rasa takut dalam diri mereka. Oleh karenanya mereka jatuh ke dalam perbuatan syirik.
Dalam ayat di atas juga terdapat penjelasan batilnya beristighatsah kepada selain Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Kesimpulan:
1.    Batilnya beristighatsah (memohon dihilangkan derita) kepada selain Allah Subhaanahu wa Ta’ala, dimana tidak ada yang sanggup menghilangkannya selain Dia.
2.    Kaum musyrik mengakui tauhid Rububiyyah (hanya Allah yang menciptakan, menguasai, dan mengatur alam semesta), namun hal itu tidak memasukkan mereka ke dalam Islam sampai mereka mentauhidkan Allah dalam beribadah.
3.    Pengakuan terhadap tauhid Rububiyyah mengharuskan seseorang mentauhidkan Allah dalam uluhiyyah (ibadah).
4.    Membantah kaum musyrik dengan apa yang mereka akui.
**********
Thabrani meriwayatkan dengan sanadnya, bahwa di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada seorang munafik yang mengganggu orang-orang mukmin, lalu salah seorang di antara orang mukmin berkata, “Marilah kita bersama-sama memohon perlindungan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari orang munafik ini,” maka Beliau bersabda,
إِنَّهُ لاَ يُسْتَغَاثُ بِي، وَإِنَّمَا يُسْتَغَاثُ بِاللهِ
“Sesungguhnya aku tidak boleh dimintai perlindungan, hanya Allah saja yang boleh dimintai perlindungan.”
**********
Penjelasan:
Hadits di atas diriwayatkan oleh Thabrani sebagaimana diterangkan Al Haitsami dalam Majmauz Zawaid no. 17276, namun dalam sanadnya terdapat rawi bernama Abdullah bin Lahi’ah seorang yang dhaif dan hapalannya bercampur, sehingga hadits tersebut dhaif, wallahu a’lam.
Kesimpulan:
1.    Tidak diperbolehkan meminta perlindungan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, apalagi kepada selainnya.
2.    Arahan untuk menggunakan lafaz yang baik yang dapat menjaga tauhid.
3.    Menutup celah yang dapat mengantarkan kepada kemusyrikan.
4.    Disyariatkan bersabar terhadap gangguan di jalan Allah.
5.    Tercelanya sifat munafik.
6.    Haramnya menyakiti kaum mukmin, karena yang demikian termasuk sifat orang-orang munafik.
Bersambung...
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger